Pertama Kali Di Indonesia, Pelaku Tambang Ilegal Dihukum Pidana Berlapis

Bangka Tengah b-oneindonesia-Pengadilan Negeri Koba Kabupaten Bangka Tengah memutuskan bersalah Sdr Azeman (44 th) melakukan 2 (dua) tindak pidana sekaligus pada kasus penambangan ilegal dikawasan hutan lindung Lubuk Besar Bangka Tengah, (27/8).

Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, dengan dakwaan pertama: melakukan penambangan di dalam Kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dalam dakwaan Kesatu, dan dakwaan kedua: dengan sengaja mengakibatkan dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Majelis Hakim yang diKetuai Yuliana, SH.,MH, Hakim Anggota Subroto, SH.,MH dan Magdalena Simanungkalit, SH untuk pertama menjadi majelis yang menetapkan pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutahan dengan dipidana berlapis.

Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Pidana KLHK mengatakan bahwa Berdasarkan putusan pidana PN Koba nomor: 81/Pid.B/LH/2020/PN.Kba tanggal 19 Agustus 2020 tersebut, Sdr Azeman yang bertempat tinggal di Desa Batu Beriga RT/RW 006/001 Kel/Desa Batu Beriga Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, divonis hukuman pidana penjara selama 4 Tahun 6 Bulan, serta denda sebesar Rp.3 Milliar,- (apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan).

“Putusan Majelis Hakim PN Koba ini merupakan putusan Ultra Petita, yaitu lebih berat dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,” ujarnya, (27/8).

Menyikapi putusan ini, Yazid Nurhuda mengapresiasi Majelis Hakim PN Koba yang berpihak kepada lingkungan hidup (in dubio Pro Natura). Putusan ini sangat bersejarah karena untuk pertama kalinya, pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutahan dipidana berlapis, meskipun pelaku seharusnya dapat dihukum lebih berat lagi, yaitu hukuman maksimal, baik pidana penjara maupun denda agar ada efek jera.

Yazid mengatakan bahwa penyidik KLHK mempersangkakan Azeman dengan menggunakan 2 (dua) undang-undang atau “multidoor”. Penerapan multidoor atau pidana berlapis ini agar ada efek jera. “Pelaku kejahatan seperti itu sudah sepantasnya dihukum seberat-beratnya,” imbuhnya.

Pengenaan pidana berlapis dilakukan oleh penyidik dari Kantor Ditjen Gakkum KLHK Jakarta yang menyidik kejahatan penambangan dikawasan hutan lindung tanpa izin oleh Azeman menggunakan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 89 Ayat 1 Huruf a Jo. Pasal 17 Ayat 1 Huruf b dengan ancaman hukum pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit Rp.1,5 Milliar dan paling banyak Rp.10 Milliar.

Sedangkan Penyidik dari Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menjerat Azeman menggunakan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 98 Ayat 1 dan/atau Pasal 99 Ayat 1 Jo. Pasal 69 Ayat 1 Huruf a dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp.3 Milliar dan paling banyak Rp 10 Miliar.

Yazid juga menambahkan bahwa Gakkum KLHK tidak berhenti untuk menindak kasus ini secara tuntas. Diyakini masih ada pihak lain yang terlibat. Saat ini penyidik KLHK sedang mendalami pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam kasus ini. “Kami sedang membahas tindak lanjut kasus ini dengan melibatkan para ahli untuk mendapatkan bukti-bukti keterlibatan pihak lainnya,” pungkas Yazid.

Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa penegakan hukum dengan skema multidoor atau pidana berlapis melalui penyidikan menggunakan beberapa undang-undang ini merupakan langkah terobosan Gakkum KLHK. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan efek jera dan menghentikan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. Penerapan pidana berlapis pertama kali dilakukan di Provinsi Bangka Belitung (Babel) ini harus jadi pembelajaran bagi pelaku lainnya. “Penegakan hukum berlapis harus dilakukan di Babel karena kerusakan lingkungan dan hutan di Babel sudah sangat parah,” ungkap Rasio Sani.

Rasio Sani menambahkan bahwa penyidikan secara multidoor ataupun pidana berlapis seperti ini akan jadi model penegakan hukum terhadap kasus lingkungan hidup dan kehutanan lainnya. Hukuman pidana penjara dan dendanya maksimal diyakini akan menimbulkan efek jera.

“Agar efek jeranya semakin besar, maka langkah penegakan hukum pidana berlapis ini perlu diperkuat, salah satunya dengan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dari hasil kejahatan tambang illegal, termasuk saat ini kami juga sedang memikirkan langkah gugatan perdata terhadap pelaku tambang ilegal. Untuk itu, kami akan berkoordinasi dengan pihak PPATK dan Kejaksaan Agung,” pungkas Rasio Sani.

Komentar