TNGHS Fasilitasi Pemungutan HHBK Bagi Masyarakat di Sekitar Kawasan

b-oneindonesia Sebagian wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan eks kawasan hutan dengan fungsi Produksi yang semula dikelola oleh Perum Perhutani. Di dalam area tersebut, terdapat potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa getah Pinus (Pinus merkusii) dan Kopal atau getah Damar (Agathis dammara). Masyarakat yang hidup di sekitar area tersebut pun telah lama menggantungkan hidupnya sebagai penyadap getah.

Kepala Balai TNGHS Ahmad Munawir menyatakan telah memfasilitasi sebanyak 6 (enam) kelompok masyarakat penyadap getah di sekitar TNGHS untuk tetap melakukan mata pencahariannya menyadap getah Pinus/Damar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui kerja sama kemitraan konservasi pemberian akses pemungutan HHBK.

“Keenam kelompok masyarakat tersebut, yaitu 2 (dua) kelompok pemungut getah Pinus di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) I Lebak serta 1 (satu) kelompok pemungut Kopal dan 3 (tiga) kelompok pemungut getah Pinus di SPTNW III Sukabumi. Selain itu, terdapat 4 (empat) kelompok pemungut getah Pinus serta 1 (satu) kelompok pemungut daun Pohpohan (bahan lalapan) yang saat ini sedang diproses verifikasi kerja samanya di SPTNW II Bogor,” ujar Ahmad Munawir.

Diakui kelompok masyarakat, bahwa pemberian akses pemungutan getah di TNGHS ini sangat membantu peningkatan penghasilan masyarakat sekitar, yang umumnya merupakan petani lahan sempit ataupun buruh tani. Mata pencaharian sebagai pemungut HHBK menjadi pelengkap kegiatan pertanian yang dapat memberikan penghasilan yang relatif stabil dan berkesinambungan setiap bulannya. Saat pandemi COVID-19 ini pun, kegiatan pemungutan dan penjualan masih tetap berjalan.

Pada tahun 2019, Balai TNGHS telah memberlakukan SOP pemungutan HHBK secara lestari bagi setiap kelompok masyarakat yang diberikan akses pemungutan HHBK. Petugas di tingkat SPTNW mengakui bahwa terjadi sedikit penurunan produksi akibat penerapan tata cara penyadapan getah yang lestari. Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi kelompok masyarakat, karena penerapan SOP tersebut untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan HHBK di masa yang akan datang.

Berdasarkan informasi dari petugas di lapangan, setiap bulannya secara keseluruhan dihasilkan sebanyak sekitar 1,2 ton Kopal dan 3,6 ton getah Pinus. Dari pengumpulan getah tersebut, kelompok masyarakat mendapatkan hasil penjualan sekitar Rp. 38 juta/bulan untuk 63 (enam puluh tiga) orang penyadap. Namun demikian, sekitar 15 s/d 25% dari hasil penjualan tersebut disisihkan untuk melaksanakan beberapa kegiatan, seperti penanaman pohon, patroli pengamanan partisipatif hingga pemberian bantuan sosial kepada anggota masyarakat tidak mampu di desa tempat mereka tinggal. Dengan demikian, penghasilan bersih masyarakat dari hasil penyadapan getah tersebut berkisar antara Rp. 300.000, s/d Rp. 800.000,-/orang per bulan.

Komentar