Menkeu Sri Mulyani Ungkap Calo Anggaran Berkeliaran di Kemenkeu

Jakarta, b-Oneindonesia – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, di awal masa jabatannya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ada banyak calo-calo untuk mencairkan anggaran di kementerian itu, khususnya di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). “Saat saya menjadi Menteri Keuangan pada 2005, DJPb mempunyai reputasi yang tidak baik. Banyak sekali orang antri, membawa map dan kemudian muncullah calo-calo untuk mencairkan anggaran,” kata Sri, Senin (26/10/2020).

Pada masa itu, Sri bercerita bahwa jika ingin mencairkan anggaran yang dibutuhkan kementerian atau lembaga, hanya perlu membawa map. Dalam map tersebut isinya bukan dokumen, melainkan uang sogokan.
“Jadi untuk mencairkan anggaran hanya perlu bawa map, yang isinya uang sogokan,” jelasnya.

Bendahara Negara mengaku harus lakukan reformasi di Kemenkeu pada awal mengamalkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Hal itu dilakukan untuk memastikan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.

Hal tersebut dilakukan dengan cara memperbaiki sistem pelayanan yang memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa semua akan mendapat pelayanan yang setara.

Reformasi Total untuk mengatasi hal tersebut, Kemenkeu melakukan reformasi total di direktorat tersebut dengan menerapkan sistem pelayanan terpisah antara front office, middle office, dan back office guna menghentikan para calo dalam menjajakan usahanya.

“Front office memberikan pelayanan yang transparan, orang hadir dan tidak dipertemukan di middle dan back office. Ini cara pertama membersihkan calo-calo anggaran,” jelas Sri.

Sebagai bagian dari perbaikan pelayanan, Kemenkeu juga melakukan otomatisasi pelayanan. Hal ini untuk memangkas birokrasi dan menunjuk pihak ketiga yaitu perbankan sebagai penerima setoran negara sehingga tidak ada lagi interaksi langsung dengan Kemenkeu.

Selain itu, Kemenkeu juga meimplementasikan treasury single account atau rekening tunggal perbendaharaan yang mengkonsolidasikan pengelolaan, penerimaan, dan pengeluaran negara dalam satu saldo kas.

Pembukaan rekening pun harus seizin Kemenkeu sehingga kementerian dan lembaga tak bisa lagi bebas membuka rekening masing-masing yang kerap tumpang tindih antara rekening pribadi pejabat dan rekening K/L.
“Dengan melalui perbankan, tidak ada lagi interaksi teman dengan teman di Kemenkeu,” tandasnya.

Menurut Sri, evolusi dalam DJPb merupakan langkah luar biasa, sehingga Kemenkeu tidak perlu merasa sendiri mencoba melakukan bench marking modernisasi sistem perbendaharaan negara.

“Dengan berbagai macam modernisasi dan reformasi ini kami melihat fungsi perbendaharaan di Indonesia semakin lama semakin baik,” ujarnya.

Komentar