Para Sosok Kreatif Milenial di Balik Penggalangan Donasi Oneline Melawan Korona

Jakarta, b-Oneindonesia – Jangan tanyakan apa yang Negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada Negaramu. (John F. Kennedy)

Gambar video melintas di depan gawai saya, dalam aplikasi instagram seorang Rachel Vennya terharu setelah mengumpulkan donasi melawan Korona yang nilainya fantastis mencapai Rp. 1,1 miliar. Dia mengumpulkan nilai fantastis tersebut, tak genap 24 jam.

Hari ini saya mengecek kembali, nilainya telah mencapai Rp. 5 miliar. Kolaborasi apik antara milenial oleh Alfatih Timur (Kita Bisa) dan Rachel Vennya (influencer) ini menyedot kesadaran kita bahwa para milenial terus peduli pada nasib bangsa dan negaranya.

Di tempat yang lain, milenial alumni kedokteran gigi Unhas, drg. Afan dan drg. Ita juga berinisiatif mencari alkohol dan bahan lain untuk membuat hand sanitizer. Mereka berniat membagikannya kepada orang-orang sekitar yang membutuhkan.

Ada juga di Masjid, teman-teman milenial dari BKPRMI dibawah komandannya Said Aldi Al-Idrus, menyisir Masjid untuk bisa dilakukan pembersihan setiap hari. Mereka dengan tekun hadir membantu Pemerintah dari rumah ibadah, yang oleh Pak JK (Ketum DMI) ditargetkan sekitar 10.000-20.000 Masjid.

Dr. Ardi dan dr. Cellink dari LK2PK mengabadikan suaranya untuk diputarkan pada speaker Masjid tentang pola hidup bersih dan sehat, bagaimana persiapan masyarakat sekitar Masjid untuk bisa perang melawan virus Korona.

Tak kalah heroiknya teman-teman di HIPMI cerita Ache dan Pradhivi, ditengah lesunya situasi ekonomi mereka terus bertahan dan mempertahankan para karyawannya. Meski sepi pelanggan di restoran dan kedai kopi, tapi tak surut langkah mereka mencari sejumlah solusi.

Ikram, founder Jago Preventif, yang selama ini menginisiasi gerakan pola hidup bersih dan sehat ke teman-teman milenial. Mereka melawan Korona dengan membentuk Konselor Korona, yang akan menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap virus tersebut.

Cuma butuh waktu 4 jam untuk mengumpulkan 800 relawan. Merekapun beragam, ada yang datang dari komunitas tuli, hingga mereka yang ada dikejauhan Mentawai, Sumatera Barat.

Enam inisiatif diatas adalah cerminan bahwa sekecil atau sebesar apapun usaha dari milenial dalam mengatasi persoalan bangsa ini akan sangat bermakna. Mereka tak sekedar #dirumahaja tanpa berbuat sesuatu, tapi melakukan banyak hal yang produktif dengan #cukupdirumah.

Tak terhitung inisiatif dari milenial yang lain, yang belum sempat saya liat dan tuliskan. Tapi dari kutipan oleh John F. Kennedy diawal tulisan ini, secara terang menggambarkan bahwa Milenial hadir di garda terdepan memberi kontribusi terbaik bagi bangsa dan Negara.

Menyatu dengan Pemerintah

Di tengah situasi yang serba sulit seperti ini, dengan musuh baru yang tak tahu wujudnya seperti apa, kita perlu mengambil keputusan. Salah dan benar akan memiliki pembelajaran sendiri.

Pemerintah yang sebelumnya dihadapkan pada berbagai pilihan, telah memilih tes massal seperti yang dilakukan Korea Selatan. Korsel berhasil menekan jumlah penyebaran korona tanpa harus me-lockdown negaranya.

Hasil yang serupa diharapkan Pemerintah, mengingat lonjakan penderita tiap hari sangat besar. Dengan segala konsekuensi yang mengikut kemudian, seberapa siapkah kita menghadapinya?

Saya tak perlu lagi membahas lebih banyak bagaimana Korsel menjalani pilihan tes massal tersebut. Telah banyak diurai oleh media, pengujian skala besar seperti menyediakan layanan drive-thru, booth pemeriksaan, hingga terus mendorong social distancing dari warganya.

Kita pelan-pelan harus membangun kepercayaan kepada Pemerintah yang terus bekerja untuk mengatasi ujian sejarah ini. Jika sebelum hingga awal kemerdekaan kita berhadapan dengan penjajah yang secara kasat mata terlihat, kini kita diuji kembali oleh musuh yang tak terlihat.

Orkestrasi kerja Pemerintah dan masyarakat, secara spesifik milenial atau anak muda menjadi sangat penting. Telah saya jelaskan dibanyak kesempatan bagaimana energi kaum muda ini harus diarusutamakan, tidak lagi sekedar menjadi objek tapi juga sebagai subjek.

Hingga kemarin di BNPB, saya menyaksikan para milenial hadir memenuhi undangan tanpa dibayar sepeserpun. Rachel Vennya, Indra Bekti, Sarah Gibson, Fathur, dr. Tirta, Taqy Malik, Olga Lydia, Akbar Rais, Ardina Putri, Tasya Kissty, Reza Pahlevi, Wildan Fahlevi, Mike Ethan, Indra Sugiarto, hingga mas Pras dari Kitabisa memberi banyak masukan yang konstruktif.

Tentang keterbukaan informasi, pola komunikasi publik, hingga akurasi data yang disampaikan oleh Pemerintah. Ini yang akan menjadi pemandu masyarakat pada umumnya dan milenial pada khususnya untuk bisa ikut membantu menyusun langkah berikut dengan aksi dan kolaborasi.

Kesadaran bahwa Pemerintah tak bisa bergerak sendiri harus terus digaungkan. Milenial juga sebagai representasi masyarakat akan bergerak melalui gerakan sosialisasi dan edukasi, kegiatan kerelawanan, hingga kegiatan penggalangan donasi.

Meminjam istilah Fatur (Presiden Mahasiswa UGM) yang juga hadir dipertemuan kemarin. Kita butuh sinergi dan kolaborasi agar bisa melahirkan banyak gerakan baru dengan tidak hanya sama-sama bekerja, melainkan benar-benar bekerjasama.

Komentar