Cegah Perebakan Virus Corona di Penjara, 30 Ribu Napi Dibebaskan Pemerintah Indonesia

Jakarta, b-Oneindonesia – Otorita berwenang di New Jersey, Ketua hakim di Mahkamah Tinggi New Jersey Stuart Rabner memerintahkan pembebasan ratusan narapidana dari penjara-penjara di negara bagian itu karena “potensi bahaya terpapar virus corona.”

Dalam surat yang dipublikasikan media di Amerika disampaikan bahwa “pengurangan jumlah narapidana yang memenuhi syarat merupakan bagian dari kepentingan publik untuk mengurangi risiko perebakan Covid-19.” Para narapidana yang mungkin dibebaskan adalah yang ditahan karena melanggar masa percobaan, dihukum oleh pengadilan kota karena pelanggaran ketertiban umum atau kejahatan kecil.

The American Civil Liberties Union (ACLU) of New Jersey memperkirakan narapidana yang akan dibebaskan mencapai seribu orang.
Dalam konferensi pers hari Senin (23/3) Jaksa Agung New Jersey Gurbir Grewal mengatakan sebagian narapidana akan dibebaskan kecuali ada tentangan dan jaksa distrik, yang kemudian akan diputuskan setelah dilakukan pengkajian. “Tetapi supaya jelas saja, seluruh individu yang dibebaskan ini harus mematuhi perintah tahanan rumah yang sama, yang saat ini berlaku,” ujar Grewal.

Ditambahkannya, begitu darurat kesehatan publik ini berakhir maka seluruh narapidana itu harus kembali dan menyelesaikan masa tahanan mereka.

Institute of Criminal Justice Reform ICJR menilai otorita berwenang di Indonesia juga dapat mengambil langkah serupa. ICJR telah melayangkan peringatan terkait penanganan virus corona di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas). “Dengan angka overcrowding pada 7 Maret 2020 yang mencapai 104%, ICJR meminta agar pemerintah memberikan perhatian khusus kepada para penghuni rutan dan lapas yang interaksi dalam ruang yang terbatas, meningkatkan kerentanan akan penularan penyakit Covid-19… menyerukan agar melepaskan sebagian tahanan atau segera memproses hak-hak asimilasi narapidana yang telah memenuhi syarat,” demikian petikan surat yang disampaikan ICJR.

Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju mengatakan sudah saatnya diterapkan kebijakan untuk mengurangi jumlah orang yang masuk ke rutan dan lapas.

“Semua otorita harus mempertimbangkan apakah seseorang perlu dijatuhi hukuman penjara dan masuk rutan. Tentu syarat-syarat di KUHAP memang harus sangat diperhatikan untuk mencegah masuknya orang baru ke rutan/lapas. Selain itu juga ada kewenangan lain. Misalnya jaksa agung dan jaksa dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan. Ini demi kepentingan umum . Kita bisa lihat Covid19 harus dicegah penularan dan perebakannya, terutama di lapas dan rutan yang dalam kondisi overcrowded ekstrem menjadi sangat perlu untuk dilakukan.”

Dihubungi secara terpisah Kepala Pengelolaan Rumah Tahanan Cipinang, Zeka Arya Dwinanto mengatakan meskipun akan sampai pada tindakan membebaskan narapidana, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah perebakan virus corona di rutan itu.
“Kami di rutan Cipinang sudah membatasi keluar masuknya orang dengan mengganti layanan kunjungan keluarga dengan online-video call. Jadi warga binaan rutan bisa video call dengan keluarga di rumahnya. Kami fasilitasi dengan laptop kamera,” ujarnya.

Selain itu Kementerian Hukum dan HAM serta Direktorat Jendral Pemasyarakatan, tambahnya, telah memulai sidang online yang bekerjasama dengan kejaksaan dan pengadilan.
“Kami juga bekerjasama dengan PMI untuk menyemprot disinfektan, menambah wastafel dan sabun di setiap pintu masuk, membuat ruang embun (kamar mandi) disinfektan di pintu masuk portir dan blok hunian jadi setiap petugas yang akan berdinas dan melalui pintu portir akan diwajibkan mensteril badannya dengan disemprot cairan disinfektan,” ujarnya.

Ketua Palang Merah Indonesia PMI Jusuf Kalla Jumat lalu (20/3) telah menurunkan 2.000 anggota tim PMI untuk mensterilisasi seluruh lapas dan rutan di Indonesia untuk mencegah perebakan virus corona.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan, pembebasan 30 ribu lebih narapidana dan napi anak guna menekan penyebaran virus corona (Covid-19) di lapas dan rutan yang overcrowding, menghemat anggaran sebesar Rp260 miliar.
“Nominal tersebut merupakan hasil penghitungan dari 270 hari (April-Desember) x Rp32.000,00 biaya hidup (makan, kesehatan, dan pembinaan) dikalikan 30.000 orang,” ujar Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produkasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Junaedi, dalam keterangan tertulis, Rabu (1/4/2020).

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho menegaskan pengeluaran dan pembebasan itu tidak berlaku bagi narapidana dan napi anak yang terkait kasus terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi warga negara asing.
“Narapidana atau anak yang terkait PP 99 tidak akan diusulkan asimilasi dan hak integrasi tersebut,” ujarnya.

Berdasarkan sistem database Pemasyarakatan tanggal 29 Maret 2020, narapidana atau anak yang diusulkan mendapat asimilasi dan hak integrasi terbanyak berasal dari provinsi Sumatera Utara sebanyak 4.730 orang, disusul provinsi Jawa Timur dengan 4.347 orang, serta provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4.014 orang.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna H. Laoly mengeluarkan keputusan tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi.

Dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020, pengeluaran narapidana dan anak melalui asimilasi harus dilakukan dengan berbagai ketentuan.
Yakni, narapidana yang dua per tiga masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, dan narapidana dan anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani subsidair dan bukan warga negara asing.

Selain itu, asimilasi dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas, Kepala LPKA, dan Kepala Rutan.

Komentar