Menteri PPPA Bintang Puspayoga Harapkan Hari Anak Sedunia Momentum Penuhi Hak-hak Anak

Jakarta, b-Oneindonesia – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan peringatan Hari Anak Sedunia menjadi momentum untuk memenuhi hak anak. Bintang juga berbicara tentang tantangan anak di masa pandemi dan upaya pemenuhan hak-hak anak di masa pandemi COVID-19.

“Kita jadikan dua momentum peringatan penting hari ini sebagai pemompa semangat kita untuk senantiasa memenuhi hak-hak anak Indonesia demi mewujudkan Indonesia Layak Anak tahun 2030 dan Generasi Emas Tahun 2045,” kata Bintang dalam acara 30 Tahun Indonesia Meratifikasi Konvensi Hak Anak dan Peringatan Hari Anak Internasional 2020, yang disiarkan di YouTube Kemen PPPA, Jumat (20/11/2020).

Dalam peringatan Hari Anak Sedunia yang jatuh pada hari ini, Bintang juga menjelaskan tantangan anak dalam masa pandemi COVID-19. Diketahui, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembelajaran jarak jauh untuk mencegah penularan COVID-19 kepada anak-anak. Meski begitu, kebijakan ini juga berdampak pada anak.

“Salah satu tantangan nyata yang saat ini kita hadapi bersama adalah pandemi COVID-19. Bencana nonalam ini memberikan dampak masif bagi berbagai aspek kehidupan, terutama anak-anak. Untuk mencegah persebarannya, berbagai upaya dikeluarkan oleh pemerintah, seperti kebijakan belajar dari rumah dan imbauan tetap di rumah,” kata Bintang.

“Tidak dapat dimungkiri rutinitas kehidupan sehari anak-anak pun menjadi berubah, yang memberikan tantangan baru, seperti ancaman stres pada anak, pendidikan yang kurang efektif, bahkan isu kekerasan pada anak,” ujarnya.

Menyoroti tantangan tersebut, Bintang mengaku prihatin. Bintang mengatakan perlindungan dan pemenuhan hak anak tidak dapat dikesampingkan dalam kondisi apa pun. Karena itu, ia berupaya agar pemenuhan hak anak dijadikan dasar dalam setiap kebijakan.

“Tentunya masa-masa ini patut menjadi perhatian dan keprihatinan bagi kita semua. Pemerintah menyadari dan memahami bahwa kualitas pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak tidak dapat dikesampingkan dalam kondisi apa pun.

Pembangunan inklusif yang mengedepankan hak-hak anak harus tetap menjadi prioritas utama. Hal ini pulalah yang menjadi dasar pengambilan berbagai kebijakan oleh pemerintah,” ujarnya.

Ia meyakini pemenuhan hak anak sesuai semangat Konvensi Hak Anak dapat melindungi anak dan memberikan rasa kenyamanan dan keamanan bagi anak serta dapat melindungi anak dari keadaan yang membahayakan.

“Semangat Konvensi Hak Anak (KHA) telah melindungi hak-hak anak Indonesia dari keadaan yang membahayakan, kesewenang-wenangan hukum, eksploitasi, kekerasan, penelantaran, hingga diskriminasi. Konvensi Hak Anak menjadi semangat yang terus digelorakan untuk memastikan anak dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dilindungi dan berpartisipasi dengan baik, untuk kemudian menjadi penerus bagi bangsanya di masa depan,” sambungnya.

Usaha pemenuhan hak anak diatur dalam Konvensi Hak Anak yang disahkan PBB pada 1989. Adapun isi Konvensi Hak Anak itu diikuti empat pernyataan deklarasi sebagai berikut :

1. Anak harus diberi sarana tumbuh kembang secara normal, antara lain anak yang lapar harus diberi makan dan anak yang sakit harus dirawat :

2. Anak adalah yang pertama menerima bantuan pada saat terjadi kesusahan;
3. Anak harus dilindungi dari kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi :

4. Anak harus dibesarkan dan diasuh dengan kasih sayang.

Sementara itu, upaya pemerintah guna mendukung pembangunan nasional yang inklusif dan ramah anak, sesuai dengan mandat Konvensi Hak Anak, beberapa di antaranya yaitu:

1. Melakukan amandemen kedua terhadap konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 di tahun 2000, dengan memasukkan Pasal 28B Ayat (2) yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

2. Mengesahkan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dengan 2 (dua) pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.

3. Mengesahkan berbagai undang-undang dan peraturan pendukung lainnya, salah satunya Undang-Undang tentang Perkawinan yang telah direvisi. Dalam Undang-Undang yang telah direvisi ini, dimana usia minimum perkawinan baik bagi laki-laki maupun perempuan dinaikkan menjadi 19 tahun sebagai usaha untuk mencegah perkawinan anak. Sebelumnya, usia minimum perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun.

4. Indonesia juga telah meratifikasi dua protokol opsional konvensi hak anak (KHA) yaitu Protokol Opsional KHA mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata dan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.

Komentar