PERAN INFLUENCER RAMAIKAN PILKADA SERENTAK 2020

Jakarta, b-Oneindonesia – Era digital memudahkan kita untuk berkomunikasi dan berbagi data atau informasi dengan sangat cepat. Derasnya arus informasi baik dari media online maupun media sosial ada sisi positif dan negatifnya. Jika kita tidak bisa memilah dengan baik, tentu saja akan terjadi misinformasi, disinformasi dan malinformasi.

Misinformasi sendiri ialah berita atau informasi palsu yang beredar, tapi orang yang membagikannya tidak sadar itu hoaks atau menyesatkan. Kemudian untuk disinformasi, sebuah berita atau info yang memang sengaja didisain untuk menyerang atau merugikan pihak tertentu.

Sementara untuk malinformasi merupakan berita atau informasi asli yang penyebarannya dimaksudkan untuk merugikan orang atau kelompok tertentu.

Terkait dunia informasi dan komunikasi salah satu rujukannya Peraturan Pemerintah, sebagaimana telah dijelaskan dalam BAB II Pasal 3 Undang — Undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang menjelaskan kurang lebih bahwa, “Tujuan adanya telekomunikasi untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.”

Seiring perkembangan zaman, kini media massa dan komunikasi pun terkadang digunakan untuk melakukan literasi digital, dan akhirnya muncul istilah yang dikenal dengan sebutan influencer

Di saat Pilkada, influencer juga dimanfaatkan untuk komunikasi politik bagi para pemangku kepentingan Pilkada. Para Influencer sering muncul dalam panggung perpolitikan di Indonesia khususnya media sosial sebagai alat yang mampu memberikan pengaruh dalam pertarungan udara di politik.

Peran Influencer Ramaikan Pilkada 2020

Pertanyaannya kira- kira tepatkah seorang influencer media sosial berbicara dan mempromosikan isu-isu politik?  Dimana posisi para ahli/pakar politik? Jika seseorang yang bisa dibilang minim pengetahuan politik berbicara di depan publik mengenai isu politik, maka apa fungsi dari pejabat publik yang seharusnya bertanggung jawab dalam edukasi dan pencerdasan masyarakat terhadap politik?
Memahami efektivitas influencer terhadap stabilitas politik dalam momentum pilkada 2020 seperti saat ini, dapat dimulai dengan memahami latar belakang dan tujuan adanya influencer dalam kontestasi politik khususnya ditahun-tahun pemilihan kepala daerah seperti saat ini.

Sangat memungkinkan untuk kita dapat mengetahui efektivitasnya dengan cara melihat realitas sosial di masyarakat khususnya apakah influencer berperan aktif dalam membangun stabilitas politik?

Jika dilihat kembali, beberapa influencer saat ini di tengah perhelatan politik seperti pilkada didominasi oleh penggiat media sosial seperti selebgram Instagram, Twitter, Facebook bahkan juga Youtuber.

Mereka diandalkan karena memiliki relasi yang cukup luas dalam menyedot perhatian publik, maka dari itu kehadirannya dirasa penting untuk memberikan nafas positif terlebih perhelatan politik tak jarang dibumbui oleh ujaran kebencian, bahkan hoax yang berbuntut fitnah.

Strategi mencairkan suasana politik yang panas sebelumnya juga pernah dilakukan oleh pemuka agama, pakar, dosen, bahkan bisa juga artis.

Hari ini dikarenakan gerilya udara juga dianggap berbahaya, maka siapapun yang mampu memberikan nafas segar bagi perpolitikan bangsa ini dapat berpartisipasi aktif baik saat momentum politik ataupun tidak yang dikenal juga sebagi influencer / pemberi pengaruh positif.

Di sisi lain media massa juga memiliki peranan penting untuk menyaring berbagai informasi yang beredar di masyarakat, agar kondusifitas dan stabilitas pilkada benr-benar teralisasi.

Adapun jika pemerintah secara serius memerluka bantuan dari influencer dalam menjaga situasi politik khususnya dalam perang udara (media sosial), maka sudah sepantasnya influencer memberikan kontribusi konkret dalam menjawa permasalahan yang sedang hadir saat ini di media sosial seperti hoax salah satunya.

Permasalahan hadir ketika para influencer memiliki fungsi yang lebih dari hanya sekadar mendinginkan suhu politik yang panas ditengah pilkada. Contohnya ketika influencer malah berada di salah satu kubu yang menggiring opini publik untuk memihak kepada kubu yang didukungnya.

Lebih jauh saat influencer memberikan edukasi politik yang seharusnya itu merupakan ranah tugas dan fungsi dari calon pejabat publik yang lebih memahami politik. Apa jadinya masyarakat diberikan edukasi oleh orang-orang yang tak paham politik?

Kekhawatiran masyarakat lebih memuncak saat influencer secara sah dibiayai pemerintah untuk memberikan edukasi kepada publik mengenai politik yang mungkin kurang dikuasai olehnya karena bukan merupakan bidangnya.

Maka satu sisi influencer memiliki hubungan relasi yang kuat dengan masyarakat dan di sisi lain kapabilitasnya pun dipertanyakan jika secara legal mereka diberkan wewenang untuk berbicara politik di hadapan publik.

Pegiat anti korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat lembaga dengan anggaran belanja terbesar menggunakan influencer adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan alokasi anggaran mencapai kurang lebih 77 Miliar Rupiah. Dan jika dicatat sejak tahun 2014 pemerintah dapat menghabiskan biaya 1,2 triliun hanya untuk aktivitas digital. Tentu angka tersebut bukanlah angka yang kecil ditengah kesulitan masyarakat hari ini.

Terkait dengan anggaran untuk influencer pemerintah sebagai upaya literasi digital dengan organisasi bernama SiberKreasi diisukan mendapat kucuran dana hampir 90M dalam 1 tahun.

Faktanya organisasi yang diketuai Herman Josis Mokalu (Yosi Project Pop) hanya dibiayai 9,1M per tahun untuk 100 komunitas dengan kurang lebih 190 ribu anggotanya.

Penggunaan influencer ini terlepas dari isu miring dan pro kontra diadakannya, sejatinya kita selaku masyarakat berhak menilai kinerja dari para influencer apalagi mereka didanai oleh permerintah yang notabenenya merupakan uang rakyat juga.

Peran Influencer Ramaikan Pilkada 2020

Pilkada tahun 2020 ini menjadi episentrum yang tepat untuk melihat apakah para penggiat media sosial (influencer) dapat benar-benar berfungsi sesuai fungsinya untuk menetralisir panasnya suhu politik saat pilkada. Ataukah kehadirannya benar-benar tidak dirasakan masyarakat meski katanya memiliki jangkauan relasi masyarakat yang banyak.

Pilkada tahun 2020 tentu akan menjadi tantangan baru karena diselenggarakan di tengah pandemi, tetapi hal tersebut bukan menjadi halangan niat baik semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam menyukseskan pilkada 2020.

Hal tersebut juga tidak terlepas dari efektivitas influencer yang didominasi anak muda untuk lebih memahami konstelasi politik dan juga tentunya berperan aktif dan positif dalam mensukseskan pilkada serentak 2020 ini.

Semoga influencer dapat benar-benar memberikan arah baru dalam pencerdasan perpolitikan negeri ini khususnya agar lebih sejuk damai dan membangun stabilitas nasional yang dimulai dari masing-masing regional / daerah.

Keberhasilan pilkada 2020 ini tergantung kepada semua pihak yang beritikad baik untuk sama-sama membangun kedewasaan dan pencerdasan politik masyarakat Indonesia.

Seperti yang pernah disampaikan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dalam berbagai kesempatan, ia meminta kaum milenial untuk bergerak menjadi influencer bagi masyarakat untuk meramaikan Pilkada.Menurut mantan Kapolri itu, media sosial harus diisi diramaikan dengan suasana perhelatan Pilkada agar partisipasi masyarakat meningkat dalam menyukseskan Pilkada 2020 aman Covid-19.

Mendagri juga ingin para influencer “memprovokasi” atau memanas-manasi calon kepala daerah soal isu penanganan Covid-19 dan dampak sosial ekonominya di daerah. Mendagri berharap, hal itu dapat mendorong keaktifan para pasangan calon kepala daerah dalam upaya menurunkan angka penularan Covid-19 di daerah yang semakin meningkat.

Penulis : John Firdauz Sayuti S.Sos

Ketua Kominfo DPP PA GMNI Jakarta

Komentar