Ketua PDIP Sumbar Alex Indra Lukman : Megawati dan Puan Maharani itu Berdarah Minang Tulen

Jakarta, b-Oneindonesia – Merosotnya suara PDIP di Sumatera Barat menjadi sebuah keheranan bagi Ketum Megawati Soekarnoputri. Putri Bung Karno itu merasa kesulitan mencari kader potensial di wilayah ranah Minang tersebut untuk diusung sebagai calon kepala daerah. Sang anak, Puan Maharani, tiba-tiba melontarkan harapan agar Sumatera Barat menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila.

Tokoh Sumatera Barat, Buya Mas’oed Abidin, justru heran dengan cara berpikir Puan. Ulama yang juga penulis berusia 85 tahun itu, mengungkap Megawati maupun Puan punya darah Minang.

“Megawati itu anak Fatmawati, itu orang Minang. Siapa bilang dia orang Bengkulu? Dia orang Pesisir Selatan yang merantau ke Bengkulu,” ucap Buya Mas’oed saat berbincang, Kamis (3/9/2020).

Masoed menjelaskan orang Minang memegang adat matrilineal, yaitu mengatur garis keturunan berasal dari pihak ibu. Fatmawati istri Soekarno, adalah anak Hasan Din dan Siti Chadijah yang merupakan keturunan Putri Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.

Begitu juga Puan Maharani, anak dari Taufik Kiemas yang ibunya, Hamzathoen Roesyda, adalah berdarah Minangkabau. Dia merupakan penghulu kaum keluarga ibunya di Kanagarian Sabu, Batipuh Ateh, Tanah Datar, Sumatra Barat, dengan gelar Datuk Basa Batuah.

Soal Pancasila, Buya Mas’oed mengingatkan orang Minang, sudah lebih Pancasilais sebelum lahir Pancasila. Nilai-nilai Pancasila sudah tertanam di diri orang Minang. Termasuk dalam sejarah NKRI, orang Minang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan.
“Tapi mereka tidak membanggakan diri sebagai orang Minang, tapi membanggakan diri sebagai orang Indonesia,” tuturnya.

“Bukankah tahun 1928 gerakan kesatuan yang masuk dalam nilai Pancasila dan bernama Sumpah Pemuda itu (perumusnya) orang Minang, Muhammad Yamin? Tapi dia tak menyatakan diri orang Minang, karena nilai Pancasila sudah ada dalam kehidupan masyarakat Sumbar,” ujarnya.

Ketua DPD PDI Perjuangan Sumbar, Alex Indra Lukman, menegaskan rumusan Pancasila dari Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, digali dari keanekaragaman ajaran agama, budaya dan adat istiadat di nusantara, termasuk dari Ranah Minang.“Bung Karno (Soekarno) bahkan mengunjungi langsung dan berdialog dengan berbagai tokoh dari tanah Minangkabau, saat perumusan nilai-nilai dasar negara Pancasila ini. Salah satu butir Pancasila yang berasal dari nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Minangkabau, terangkum dalam Sila ke-4 yang berbicara tentang musyawarah dan mufakat,” ungkap Alex dalam pernyataan tertulis, Kamis

Alex mengatakan hal itu terkait dengan pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Keamanan, Puan Maharani, yang sempat jadi kontroversi bagi masyarakat Minangkabau.Pernyataan itu, menurutnya disampaikan Puan Maharani dalam rapat internal partai. Pesertanya seluruh pengurus tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pada rapat internal yang digelar Rabu (2/9) itu, kebetulan bersifat terbuka yang bisa diikuti secara virtual.

“Mbak Puan sebenarnya tengah menugaskan kami, jajaran pengurus PDI Perjungan di Sumatera Barat, untuk mempertahankan nilai-nilai Pancasila terutama soal musyawarah dan mufakat yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Minang. Inilah pesan dan harapan Mbak Puan,” tegas Alex.

Ditegaskan Alex, salah satu agenda rapat virtual itu, mengumumkan pasangan kepala daerah yang akan diusung PDI Perjuangan pada pemilihan serentak 2020 di Indonesia termasuk di dua kota, 11 kabupaten dan tingkat provinsi di Sumbar.

Saat itu, PDI Perjuangan mengumumkan calon gubernur dan wakil gubernur Sumbar beserta calon kepala daerah di Kabupaten Solok, Tanahdatar dan Pesisir Selatan beserta sejumlah daerah lainnya di Indonesia.

Disebutkan Alex, Puan Maharani itu adalah salah seorang tokoh nasional dari trah langsung Bung Karno. Dia juga putri dari Taufik Kiemas, yang memiliki gelar adat Datuk Basa Batuah dari Kanagarian Sabu, Batipuh Ateh, Tanahdatar. Ibunya, Megawati Sukarnoputri juga dianugerahi gelar adat, Puti Reno Nilam

Alex berharap, masyarakat Sumatera Barat memahami suasana kebathinan rapat internal partai yang digelar secara terbuka itu.“Ranah Minang adalah bumi Pancasila. Tidak mungkin memisahkan Pancasila dan Minangkabau beserta tokoh-tokohnya terhadap perjalanan sejarah.

Pernyataan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri dinilai lebih relevan dibanding pernyataan Ketua DPP Bidang Politik PDIP, Puan Maharani soal peta politik di Sumatera Barat (Sumbar).

Menurut Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia’s Democratic Policy, Satyo Purwanto, kerasnya politik sektarian dan populisme Islam serta faktor resonansi digitalisasi politik melalui media sosial yang terjadi sejak Pilkada DKI 2017 hingga Pilpres 2019 sangat mempengaruhi persepsi politik masyarakat Sumatera, khusus Sumbar.

Pernyataan Mega lebih relevan dibanding dengan apa yang disampaikan Puan. Mengapa? Karena apa yang disampaikan Puan enggak pas, seolah-olah Pancasila kalah di Sumbar,” jelasnya Kamis (3/9).

“Bukan itu sebabnya hingga mengakibatkan PDIP selalu “terkapar” dan minim kader di Sumbar, persoalannya adalah soal persepsi politik dan leadership,” lanjut Satyo Purwanto.

Mantan Sekjen Prodem ini menilai bahwa masyarakat Sumbar lebih reaktif terkait isu komunisme dan kultur Muhammadiyah yang lebih puritan mempengaruhi persepsi dalam memilih pemimpin yang berkarakter kuat.

“Sedangkan kepemimpinan nasional yang diusung oleh PDIP, yaitu Jokowi, di Sumbar selalu tumbang sejak 2014-2019 sebab tidak mampu menggambarkan falsafah dan persepsi politik yang diinginkan masyarakat Sumbar,” ujar Satyo.

SUMBAR BERUBAH SETELAH DIPIMPIN/PROVOKASI PKS

Politikus PDIP Zuhairi Misrawi menjelaskan lebih jauh soal maksud Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang mengatakan ‘Semoga Sumbar jadi Pendukung Negara Pancasila’. Zuhairi menilai Sumbar berubah total semenjak 10 tahun dipimpin PKS.

“Apa yang disampaikan Mbak Puan lebih dalam perspektif kekinian sekaligus harapan agar Pancasila benar-benar membumi dalam laku keseharian dan kehidupan berbangsa kita. Sebab, Provinsi Sumatera Barat setelah 10 tahun dipimpin PKS memang berubah total” ujar Zuhairi kepada wartawan, Kamis (3/9/2020).

“Banyak kader PKS yang memprovokasi masyarakat untuk menolak kepemimpinan Pak Jokowi. Padahal Presiden Jokowi adalah Presiden Indonesia yang menaruh perhatian besar terhadap kemajuan Sumatera Barat,” lanjut dia

Menurut Zuhairi , tidak hanya semangat berkehidupan berbangsa atas dasar Pancasila yang semangatnya tampak menurun di Sumbar. Dia mengatakan tak ada kemajuan berarti selama Sumbar dipimpin kader PKS.
“Sepuluh tahun di bawah kepemimpinan PKS nampak tidak ada kemajuan fundamental. Fakta yang ada, intoleransi dan politik identitas berkembang di wilayah yang masyarakatnya dikenal terbuka tersebut,” ujar alumnus Universitas Al Azhar Mesir ini.

Zuhairi berharap agar berbagai gorengan politik hanya karena akan digelar pilkada dan ambisi PKS untuk mencoba bertahan di Sumatera Barat sebaiknya juga mengedepankan kompetisi yang mencerdaskan.

“Di PDI Perjuangan kami selalu diingatkan oleh Ibu Megawati bagaimana kepeloporan kaum cerdik pandai nan bijaksana yang kemudian menjadi pelopor kemerdekaan dan pahlawan bangsa, seperti Moh Hatta, KH Agus Salim, Prof Muhammad Yamin, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Moh Natsir, dan lain-lain.

Kehadiran tokoh-tokoh berwawasan kebangsaan di tengah penjajahan, namun dengan kultur Islam yang berkemajuan tersebut menjadi daya pemicu generasi muda Sumatera Barat untuk ikut berpacu menjadi pelopor kemajuan bangsa, termasuk pelopor di dalam membumikan Pancasila,” beber Zuhairi

Terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sependapat dengan penilaian Zuhairi bahwa masyarakat Sumatera Barat memang terbuka.

“Menurut saya, tidak hanya perpandangan terbuka. Masyarakat Sumbar itu dikenal religius, kritis, rajin menuntut ilmu, dan tradisi kebudayaan yang luar biasa. Lihat saja makanannya. Restoran Padang menjadi ikon makanan nasional Indonesia, bahkan diterima di seluruh penjuru Nusantara. Dengan diterimanya makanan Padang secara luas, patut disyukuri dan menjadikan masyarakat Sumatera Barat juga terbuka bagi seluruh warga bangsa. Inilah hebatnya Indonesia. Pancasila menjadi pemersatu dan jiwa kepribadian bangsa,” papar Hasto.

Hasto, yang bersahabat dekat secara pribadi dengan tokoh PKS, seperti almarhum KH Yusuf Supendi, dan sekaligus tokoh muda nasional yang juga deklarator Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyampaikan bahwa PDIP memberi penghormatan tinggi kepada pahlawan bangsa, termasuk asal Sumbar. “PDI Perjuangan sangat menghormati para pahlawan bangsa, termasuk yang berasal dari Minang,” jelas Hasto.

Menurutnya, menyongsong 100 tahun kemerdekaan Indonesia, semua orang melakukan otokritik terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. “Sudahkah Pancasila benar-benar menjadi jiwa kepribadian bangsa dan arah kemajuan bangsa Indonesia ke depan?” ujar Hasto.

Komentar