DPP PDIP Tolak Rekomendasi DPD Jabar Pemecatan Arteria Dahlan

Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bidang Kehormatan, Komarudin Watubun, buka suara merespons rekomendasi DPD PDIP Jawa Barat (Jabar).

Sebelumnya DPD PDIP Jabar rekomendasikan sanksi berat berupa pemecatan terhadap anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan buntut pernyataan yang mempermasalahkan Bahasa Sunda digunakan jaksa.

Komarudin mengatakan permintaan yang datang dari daerah tersebut merupakan hal yang wajar. Namun, menurutnya, pihaknya memiliki ukuran dalam memberikan sanksi kepada kader yang melakukan kesalahan.

“Tuntutan teman-teman itu kan mereka menuntut, ya wajar, kan mereka menilai. Tapi, kan kita partai ada ukuran-ukurannya. Jadi memberi sanksi itu kan ada tingkatan tingkatannya,” kata Komarudin kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/1).

Ia mengatakan setelah dipanggil ke DPP PDIP, Arteria akhirnya mau meminta maaf ke publik atas pernyataan yang disampaikan dalam raker Komisi III DPR dengan Jaksa Agung tersebut. Menurutnya, permintaan maaf tersebut merupakan bagian dari proses sanksi yang diberikan DPP PDIP kepada Arteria.

“Kemudian sekarang Arteria dengan kesadaran penuh menyampaikan permohonan maaf, itu juga bagian dari proses atas kesalahan,” katanya.

Komarudin pun mengaku memahami dinamika politik yang muncul akibat pernyataan Arteria. Namun, dia menyebut, kasus Arteria bisa saja ditunggangi pihak-pihak yang memiliki kepentingan lain.

“Ya namanya politik ya pasti ada kesalahan Arteria, kemudian juga pasti ada berkepentingan untuk nebeng juga dengan masalah ini,” ujar Komarudin.

Di satu sisi, Komarudin mengapresiasi kesadaran Arteria meminta maaf atas pernyataan soal Bahasa Sunda yang disampaikan ke publik. Dia berharap permintaan maaf Arteria itu bisa didengar masyarakat.

“Saya juga tadi ada beberapa teman-teman dari Jabar di Komisi II DPR, ya memang salah satu yang mereka menilai ada kesadaran Arteria minta maaf, itu satu hal yg bisa didengar lah. Kita memang semua teman-teman partai semua menyesal atas tindakan itu, cuma kan permohonan maaf sudah bagian dari rasa bersalah Arteria,” jelas Komisi II DPR itu.

Sebelumnya, DPD PDIP Jabar meminta kepada DPP PDIP agar memecat Arteria sebagai kader partai tersebut buntut pernyataan yang mempermasalahkan Bahasa Sunda dipakai jaksa.

Ketua DPD PDIP Jawa Barat, Ono Surono mengatakan permintaan tersebut telah dilayangkan ke DPP PDIP melalui surat permohonan pemberian sanksi. DPD PDIP Jawa Barat meminta DPP memberi sanksi terberat kepada Arteria.

“Tadi (rekomendasi) sanksi yang paling berat. Sanksi ada beberapa dari mulai teguran, peringatan, sampai dengan pemecatan,” kata Ono di Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/1).

Arteria menjadi polemik terkait pernyataannya yang mendesak Jaksa Agung mencopot seorang jaksa berbahasa Sunda di dalam rapat pada Senin (17/1). Gelombang kritik kemudian datang dari Jawa Barat yang notabene daerah asal Suku Sunda. Protes itu di antaranya datang dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, masyarakat sastra Sunda, anggota DPR dari Dapil Jabar, hingga internal partainya.

Pada Rabu (19/1) di kompleks parlemen, Arteria mengatakan kepada wartawan bagi siapa saja yang tak berkenan dengan pernyataannya itu diminta menempuh mekanisme yang berlaku yakni mengadukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

“Kalau saya salah kan jelas, mekanismenya ada MKD, apakah pernyataan salah. Kita ini demokrasi, silakan kalau kurang berkenan dengan pernyataan saya, silakan saja,” kata Arteria saat itu.

Melalui MKD, Arteria mengaku juga bisa membuktikan apakah bersalah atau tidak terkait pernyataan jaksa pakai bahasa Sunda.

Sehari kemudian, DPP PDIP memanggil Arteria dan menjatuhkan sanksi peringatan pada dia yang juga anggota DPR dari Dapil Jatim VI tersebut. Setelah dipanggil dan diberi sanksi peringatan itu, Arteria kemudian mengucapkan permohonan terbuka kepada masyarakat terkait pernyataannya soal Bahasa Sunda yang dipakai jaksa.

PDIP Instruksikan Kader Jabar Rapatkan Barisan Buntut Arteria ‘Sunda’

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP instruksikan jajaran kader mereka di Jawa Barat untuk merapatkan barisan melakukan aksi simpatik buntut pernyataan Arteria Dahlan yang dinilai telah melukai masyarakat Sunda.

Ketua DPP PDIP, Aria Bima mengatakan, pihaknya kini tengah menguatkan para pihak yang merasa terluka karena ucapan Arteria. Dia menilai, teguran partai terhadap Arteria, serta permintaan maaf anggota Komisi III DPR itu sebagai penegasan bahwa partai tak terkait insiden tersebut.

“Harus memberi penguatan, terhadap kawan-kawan yang luka karena ucapan Arteria. Itu jadi, tindakan oleh PDIP, anggota DPR pusat sampai daerah,” katanya, Jumat (21/1).

Aria mengaku partainya menyadari banyak pihak, terutama masyarakat Sunda dan warga Jawa Barat yang terluka atas ucapan Arteria dalam rapat Komisi III DPR dengan Jaksa Agung, pada Senin (17/1) lalu itu.

Oleh karena itu, Aria menyatakan DPP PDIP telah menginstruksikan kader di 13 struktural partai mulai dari eksekutif hingga legislatif untuk menguatkan narasi budaya dan seni di setiap daerah, terutama di Jawa Barat.

“Semua jajaran kader 13 struktural eksekutif legislatif bagaimana lebih mengedepankan narasi budaya, narasi seni di daerah masing-masing terutama di daerah kawan-kawan di Jabar,” katanya.

Selaku Ketua Bidang Seni dan Budaya DPP PDIP, Aria mengatakan pihaknya akan terus melestarikan bahasa daerah, termasuk Sunda.

Dia menerangkan saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjabat Presiden RI pada awal dekade 2000an silam, turut pula berperan memasukkan bahasa daerah, termasuk Sunda, sebagai mata pelajaran di sekolah.

“Itu zaman Bu Mega, bagaimana bahasa daerah menjadi bahasa yang harus ditradisikan,” kata Aria.

Arteria sebelumnya mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot kepala kejaksaan tinggi (Kajati) yang menggunakan bahasa Sunda dalam rapat.

Meski tak menyebut oknum Kajati dan momen rapat yang dimaksud, pernyataan Arteria selaku anggota Komisi III DPR itu kini berbuntut panjang. Protes datang bukan saja dari kelompok masyarakat Sunda, namun juga dari internal PDIP.

Komentar