DPD RI Edwin Pratama Putra: Sarankan PT Timah Menahan Diri Hadapi Kisruh Dengan Nelayan

PANGKALPINANG, b-Oneindonesia – Wakil Ketua II Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, Edwin Pratama Putra menyarankan agar PT Timah selaku perusahaan BUMN dapat menahan diri, khususnya ketika operasional yang akan dijalankan mendapat pertentangan di tengah masyarakat.

Sosialisasi dan evaluasi, menurut Senator asal Pekanbaru ini, perlu dilakukan PT Timah terkait rencana kerja maupun wilayah yang telah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang akan dijalankan oleh perusahaan yang diamanahkan oleh negara.

Pihaknya juga menyadari, PT Timah juga memiliki tugas yang mulia. Dimana hasil produksinya menjadi pemasukan untuk kas negara. Namun dari sisi masyarakat nelayan pun harus dipikir, sebab mereka yang mempunyai mata pencaharian di laut ini bukan untuk mencari kekayaan, melainkan keberkahan untuk hajat hidup keluarganya.

Demikian ini disampaikan Erwin pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) BAP DPD RI yang berlangsung di Kantor Gubernur Babel, Senin (5/10) kemarin. RDP ini merupakan tindaklanjut penyelesaian kisruh nelayan dan rencana penambangan di perairan Matras dan Rebo, Sungailiat Kabupaten Bangka yang diadukan masyarakat nelayan ke DPD RI.

Hadir langsung lima Senator BAP DPD RI yang dikomandoi pimpinannya, Edwin Pratama Putra senator asal Pekanbaru. Ada pula Ust. Zuhri M. Syazali senator asal Babel, Maya Rumantir senator asal Sulawesi Utara, Eva Susanti senator asal Sumatera Selatan dan Willem TP. Simarmata senator asal Sumatera Utara. Kelima Senator tersebut disambut Sekretaris Daerah (Sekda) Babel Naziarto beserta jajaran, termasuk para tamu undangan yakni pihak PT Timah dan masyarakat Desa Matras dan Rebo.

Dalam RDP itu, Erwin menyampaikan, bahwa hasil rapat ini akan dikoordinasikan pihaknya ke Menteri BUMN dan Menteri ESDM, serta pihak terkait. Ia juga menyinggung, persoalan penambangan ke depan merupakan domain pemerintah pusat sesuai dengan Undang-undang Minerba yang terbaru, Nomor 4 Tahun 2020.

“Undang-undang ini juga akan diperbarui dengan Undang-undang Cipta Kerja, jadi semua kewenangan ditarik pemerintah pusat. Pemerintah di daerah bersifat memberi rekomendasi bukan untuk mengeksekusi. Peran kami ini menjembatani, tentang bagaimana pola yang harus diterapkan PT Timah selaku perusahaan yang diberi amanah oleh negara. Kita malu jika konflik ini tidak selesai,” ucapnya.

Dia juga menjelaskan, dalam kerangka fungsi representasi daerah dan masyarakat, BAP DPD RI menempatkan pengaduan masyarakat pada posisi yang sangat strategis. Bagaimana BAP DPD RI mampu mengagregasi dan mengakomodir berbagai permasalahan yang menyangkut kepentingan daerah dan masyarakat yang terkait korupsi, maladministrasi dan pelayanan publik.

“Dalam konteks tindak lanjut pengaduan masyarakat, BAP memposisikan diri sebagai mediator yang berusaha memfasilitasi penyelesaian masalah dan mendorong pemerintah daerah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik untuk mencapai good governance dan clean goverment,” ungkapnya.

Pengaduan masyarakat yang diterima BAP DPD RI terkait permasalahan penanganan penambangan Timah di Wilayah Pesisir Pantai Desa Rebo dan Pantai Matras ini meliputi tiga pokok permasalahan yaitu penyalahgunaan wewenang yang mengatasnamakan masyarakat Desa Rebo, kurangnya pengawasan terhadap hasil produksi penambangan timah secara keseluruhan di wilayah pesisir Babel dan terjadinya konflik antara penambang illegal dengan masyarakat nelayan di wilayah pesisir pantai Rebo dan Pantai Matras.

“Oleh karenanya, menindaklanjuti pengaduan masyarakat tersebut, maka BAP melakukan RDP ini untuk mengetahui sejauh mana capaian dan kendala yang dihadapi baik oleh Pemerintah Provinsi Babel maupun Pemerintah Kabupaten Bangka dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sektor pertambangan dan upaya penyelesaian permasalahan penanganan penambangan timah di wilayah Pesisir Pantai Desa Rebo dan Pantai Matras,” ujarnya.

Komentar