MPR RI & APEKSI Tandatangani MOU Sosialisasi 4 Pilar MPR RI

Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menandatangani nota kesepahaman (MoU) Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Sebagai penganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan, dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, membuat peran kepala daerah dalam mendukung persatuan dan kesatuan Indonesia sangat penting.

Para kepala daerah merupakan garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan denyut nadi kehidupan masyarakat. Di tengah kesibukan melaksanakan tugas pemerintahan dan berjuang menghadapi dampak pandemi Covid-19, mereka tetap bersemangat turut serta memikirkan persoalan kebangsaan melalui kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

“Pandemi Covid-19 telah menjadi ujian gotong royong kebangsaan. Peran kepala daerah dalam menggerakan semangat gotong royong warga dalam menghadapi pandemi Covid-19, sejalan dengan misi MPR RI dalam mensosialisasikan Empat Pilar MPR RI. Gotong royong adalah jati diri bangsa Indonesia yang tak dimiliki bangsa lainnya. Melalui gotong royong, ujian seberat apapun bisa kita lalui bersama,” ujar Bamsoet usai Sosialisasi 4 Pilar MPR RI sekaligus penandatanganan MoU dengan APEKSI, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (14/9/20).

Turut hadir antara lain Ketua Dewan APEKSI Airin Rachmi Diany (Walikota Tangerang Selatan), Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan APEKSI Rizal Effendi (Walikota Balikpapan), Wakil Ketua Bidang Informasi, Advokasi, dan Hukum APEKSI Taufan Pawe (Walikota Parepare), Sekretaris dan Direktur Eksekutif Dewan Pengurus APEKSI Sri Indah Wibi Nastiti, serta ratusan pengurus dan anggota APEKSI dari bebagai pemerintahan kota yang bergabung secara virtual.

Bamsoet menjelaskan, masing-masing identitas kebangsaan mempunyai karakteristik yang beragam, sehingga konsep dan formulasi organisasi bernegara tidak bisa dikelola dengan menerapkan paham sentralistik. Kebijakan yang sentralistik hanya akan menjadikan daerah sebagai objek, mengesampingkan hak dan kewenangan daerah untuk mengatur urusan daerahnya sesuai karakteristik, serta potensi yang dimiliki masing-masing daerah.

“Dalam pemahaman ini, diperlukan kearifan dari masing-masing pemerintah daerah dan masyarakat, agar dalam setiap kebijakan dan implementasinya menyesuaikan dengan etika dan budaya lokal. Memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi dan tidak menyimpang dari tujuan nasional dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” jelas Bamsoet.

Lebih lanjut Bamsoet menerangkan, prinsip tersebut tersirat dalam ketentuan Pasal 18 ayat 1UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur oleh undang-undang. Frasa dibagi atas, bukan terdiri atas, menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan, di mana kedaulatan negara berada di Pusat. Sedangkan frasa terdiri atas merujuk pada konsep federalisme, di mana kedaulatan berada di tangan masing-masing negara bagian.

“Dalam konteks inilah Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Kota, menjadi ujung tombak dalam mengatur dan mengelola tata pemerintahan dan kehidupan masyarakat di daerah perkotaan. Semangat membangun daerah perkotaan diselaraskan dengan semangat membangun ikatan kebangsaan dan nasionalisme,” terang Bamsoet.

Bamsoet menilai, kehidupan masyarakat di 98 kota yang menjadi anggota APEKSI sangat dinamis dan menghadirkan beragam tantangan, antara lain persoalan kependudukan. Rujukan Bank Dunia, pada tahun 2019 sekitar 56 persen dari total penduduk Indonesia, atau sekitar 151 juta orang, tinggal di daerah perkotaan.

“Seiring waktu, rasio jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan semakin mendominasi. Berdasarkan proyeksi Worldometer (situs web rujukan statistik dunia), diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk perkotaan di Indonesia mencapai sekitar 154,2 juta orang atau sekitar 56,4 persen dari total penduduk. Sedangkan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat kembali menjadi 170,4 juta orang atau sekitar 59,3 persen dari total penduduk,” tutur Bamsoet.

Bamsoet juga memandang, peningkatan jumlah penduduk kota sangat dipengaruhi tingginya kesempatan dan akses ekonomi di daerah perkotaan, yang masih menjadi magnet menggiurkan dan mendorong laju urbanisasi. Untuk menguranginya, perlu dibangun titik-titik pertumbuhan ekonomi baru di wilayah pedesaan. Dalam hal ini, program pemerintah untuk mengembangkan Dewa (desa wisata agro), Dewi (desa wisata industri), dan Dedi (desa digital) perlu didukung bersama.

“Selain itu, MPR RI juga mengharapkan partisipasi para Walikota agar dalam menjalankan fungsi dan wewenang pemerintahannya, dapat turut berperan aktif menyampaikan narasi-narasi kebangsaan. Sehingga dapat membangun karakter dan wawasan kebangsaan, baik kepada perangkat pemerintah kota maupun kepada seluruh lapisan warga masyarakat,” ujar Bamsoet.

Komentar