RUU HIP & Politasi Agama Bikin Nalar Lompat-lompat

RUU HIP & Politisasi Agama

Jakarta, b-Oneindonesia – Ketika RUU HIP masuk Baleg, semua fraksi setuju di bahas ke tingkat paripurna untuk menjadi UU. Bahkan PKS minta agar RUU itu menjadi hak inisiatif DPR. Hanya Partai Demokrat yang menolak. Maklum PD sangat paham arah permainan PKS. Lantas kemudian setelah disepakati, masalah HIP itu menjadi kontroversial di masyarakat. Semua partai yang tadinya mendukung ramai ramai menolak. Ada apa? Yang lucu lagi semua partai menolak sebagai pencetus RUU HIP itu.

Padahal proses pembentukan RUU HIP sudah sesuai dengan prosedur DPR. RUU ini sudah dibahas sebanyak 12 kali sidang antar fraksi. Sudah ada Panja RUU HIP. Sudah ada Naskah Akademis. Sudah mengundang ahli hukum tata negara dari kalangan kampus untuk mendengar pendapat mereka. Sehingga disepakati oleh Badan Legislatif DPR sabagai RUU dan merupakan hak inisiatif DPR.

Namun ketika diajukan ke presiden untuk mendapatkan persetujuan, masalah HIP ini menjadi viral di media Massa, dan dikaitkan dengan ide dari PDIP akan menghidupkan PKI. Padahal ini kerja kolektif anggota DPR antar fraksi. Memang kebetulan ketua Panja adalah Rieke Diah Pitaloka dari PDIP. Namun Rieke bekerja untuk dan atasnama DPR, bukan dari PDIP.

Penolakan semua fraksi di DPR itu bagian dari proses politik, sebagai test the Water dalam rangka amandemen terbatas UUD 45 oleh MPR. Politisi ingin melihat siapa yang bereaksi paling keras. Dan yang paling kencang teriak adalah ormas Islam. Yang aneh PKS sendiri yang mengusulkan HIP menjadi hak inisiatif DPR.

Bisa jadi upaya terselubung dari PKS untuk mengembalikan Pancasila sesuai dengan Piagam Jakarta agar Pancasila bersyariah. Terbukti hilangnya kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa. Menjadi cukup Ketuhanan saja. Jadi Pancasila sudah masuk dimensi agama, bukan lagi teologi dan Filsafah. Itu sebabnya Pak Mahfud cepat membaca arah RUU dan menolak RUU ini. Tapi yang jadi kambing hitam tetap saja PDIP.

Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo meminta anggota DPR menyudahi akrobat politik terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Jika memang menolak RUU HIP sebenarnya anggota DPR bisa melakukannya di sidang paripurna, hanya dengan memencet mic atau berdiri menyatakan menolak.

“Tidak usah saling klaim dan saling menyalahkan. Kita tahu, keputusan DPR itu adanya di rapat Paripurna, bukan di AKD (alat kelengkapan Dewan) seperti Baleg (Badan Legislasi),” kata Dradjad, Sabtu (20/6).
Dalam rapat Paripurna selasa 12 Mei 2020, DPR menjadwalkan 6 agenda, termasuk pidato penutupan masa persidangan III tahun 2019-2020 oleh Ketua DPR.

Pendapat fraksi-fraksi tentang RUU HIP dan pengesahannya sebagai RUU usul DPR dijadwalkan sebagai agenda ke-5.
Faktanya, kata Dradjad, ketika masuk agenda ke-5, tidak ada satu pun fraksi yang menyampaikan penolakan secara terbuka dan tegas. Pandangan tertulis fraksi diserahkan ke pimpinan rapat.

“Kalau kita setuju atau menolak terhadap sesuatu, kita bisa dengan mudah kok memencet mic dan bersuara atau berdiri. Jangankan dengan kekuatan penuh fraksi, hanya dengan kekuatan individu anggota pun kita bisa melakukannya di DPR,” papar Dradjad.
Menurut Dradjad, hal itu kali-kali pernah ia lakukan sendiri di DPR periode 2004-2009. Fraksi juga bisa langsung jumpa pers karena banyak jurnalis di luar ruang sidang.

Fakta lain, lanjutnya, Fraksi PAN dan Fraksi PKS DPR secara formal menyampaikan agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Tapi juga fakta bahwa semua fraksi “meloloskan” pasal 7 yang memuat klausul tentang Trisila dan Ekasila.

Dengan tingginya penentangan masyarakat terhadap RUU HIP, menurut Dradjad, malah salah besar jika fraksi-fraksi di DPR ngotot melawan suara masyarakat. “DPR kan perwakilan Rakyat. Jika rakyat menolak, fraksi-fraksi ya harus menolaknya. Itu artinya, fraksi menyadari dan mengoreksi kesalahannya,” papar ekonom senior INDEF ini.

Karena itu Dradjad minta fraksi-fraksi menyadari telah berbuat kesalahan kolektif dan mengoreksinya sesuai aspirasi rakyat. “Jadi sikap FPAN terhadap RUU HIP saat ini ya sesuai dengan aspirasi itu,” kata dia.

Dradjad mengatakan sangat manusiawi jika  Aria Bima FPDIP kecewa dengan perkembangan terakhir. Tapi FPDIP juga ikut dalam kesalahan kolektif di atas. “Misalnya, mengapa sebagai promotor dan pimpinan RUU HIP, FPDIP tidak mendorong konsultasi publik semaksimal mungkin dengan berbagai elemen masyarakat? Mengapa permintaan dua fraksi terkait TAP MPRS XXV/1966 tidak diakomodasi?” papar Dradjad

Jadi hentikanlah tindakan saling klaim dan saling menyalahkan di media. Masyarakat menolak RUU HIP. Jika DPR ngotot, bakal ribut dan gaduh berkepanjangan, sampai nanti dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi sebaiknya DPR segera mengambil langkah untuk memroses pembatalan RUU HIP sebagai RUU usul DPR.

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima menyayangkan sikap sejumlah fraksi partai politik (parpol) yang seolah lepas tangan terkait Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Terlebih, kata Aria, partai-partai tersebut belakangan menyalahkan anggota dewan atau parpol lain.

Padahal menurutnya seluruh fraksi parpol di DPR dalam rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah setuju untuk membawa RUU HIP ke tingkat Rapat Paripurna DPR RI tanpa memberikan catatan.

“Ini kan lucu, dari proses di Baleg pandangan dari poksi-poksinya [kelompok fraksi] juga menyetujui untuk dibawa ke [Rapat] Paripurna. Di [Rapat] Paripurna, saya juga hadir di sini, juga tidak ada yang memberi catatan-catatan,” kata Aria saat menginterupsi Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (18/6).

“Tapi seolah-olah kemudian di publik lepas tangan begitu saja dengan menyalahkan beberapa orang dan beberapa partai. Ini yang saya sangat menyayangkan,” dia melanjutkan.

Aria pun meminta agar fraksi parpol di DPR tidak bersikap seperti itu terhadap rancangan regulasi yang telah disepakati menjadi inisiatif DPR RI. Dia meminta agar pimpinan DPR mengembalikan proses jalan persidangan ke mekanisme yang telah diatur bila ingin menganulir atau membahas ulang RUU HIP.

Aria berkata bahwa pematangan RUU HIP bisa dilakukan dengan mengundang pihak-pihak yang menyatakan keberatan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Panitia Kerja (Panja) RUU HIP yang telah dibentuk di Baleg DPR atau dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU HIP.
“Bagaimana undang-undang itu perlu dimatangkan kemabali perlu dicermati lagi dibahas dengan mengundang yang keberatan di dalam RDP oleh panja atau pansus yang akan dibentuk,” ucapnya

Hendrawan mengatakan, mereka yang menyebut PDIP sarang PKI terkait dengan RUU HIP adalah orang-orang yang salah minum obat. Sehingga nalarnya melompat-lompat.

Menurutnya, RUU HIP itu sudah menjadi usulan inisiatif DPR yang dibahas oleh semua fraksi. “Di draf terakhir RUU HIP sudah menampung masukan dari banyak orang anggota Panja yang terdiri dari beberapa fraksi,” kata Hendrawan.

Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah, memilih sabar dengan serangan tersebut. Dia mengaku, tidak baper terkait tudingan terhadap PDIP . Menurut dia, PDIP adalah partai yang lahir dari, oleh, dan untuk rakyat. Adanya pihak-pihak yang menolak RUU HIP ini merupakan hal wajar dalam negara demokrasi.

Menurutnya, tugas partai itu menjelaskan sebaik mungkin tentang gagasan dan urgensi payung hukum Pancasila. Apalagi di tengah arus deras serta gempuran ideologi-ideologi transnasional yang masuk di Bumi Pertiwi.

“Baik itu ideologi komunisme, liberalisme, maupun paham ekstrimisme keagamaan hingga terorisme. Agar bangsa ini tetap berdiri kokoh sebagai negara bangsa yang berdasarkan Pancasila,” ucap Basarah.

Basarah mengaku mengetahui siapa yang memainkan isu ini dan yang suka memfitnah PDIP. Tapi dengan adanya fitnah tersebut rakyat semakin cinta dan mendukung PDIP hingga menjuarai Pemilu dua kali berturut-turut.

Sebenarnya, aku Basarah, gagasan munculnya RUU HIP ini untuk memperkuat proses Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) kepada bangsa Indonesia. “Oleh karena itu nomenklatur awal RUU ini sebenarnya bernama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila atau RUU PIP, dan bukan RUU HIP,” beber Wakil Ketua MPR itu.

Diterangkan Basarah, kebijakan ini patut diapresiasi mengingat selama 20 tahun rakyat Indonesia abai dalam merawat ideologinya sendiri. Basarah juga membantah RUU ini akan membangkitkan neokomunis. Justru sebaliknya, RUU HIP ini untuk menguatkan Pancasila sebagai ideologi negara.

 

Komentar