BAP DPD RI Terima Aduan Terkait Sertifikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)

Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno Menerima aduan secara virtual para guru pendidikan agama Islam

Jakarta, b-Oneindonesia – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI melihat PP Nomor 55 Tahun 2007 menciptakan persoalan Kementerian Agama dalam menyelesaikan sertifikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI). Hal ini tidak lepas dari persoalan kebijakan pemisahan kewenangan pengelolaan Guru Pendidikan Agama di sekolah.

Permasalahan tersebut mengemuka saat audiensi secara virtual BAP DPD RI menerima pengaduan Serikat Guru Nasional Pendidikan Agama Islam terkait permasalahan Sertifikasi Guru Pendidikan Agama Islam di seluruh Indonesia. Rabu, (24/03/2021).

Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno mengungkap, permasalahan yang diadukan oleh Serikat Guru Nasional Pendidikan Agama Islam ini terkait dengan kepentingan nasional dengan melibatkan urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pendidikan, serta melibatkan persoalan lintas komite yaitu Komite III DPD RI terkait dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Kementerian Agama Republik Indonesia, sementara Komite I DPD RI terkait dengan pembagian kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya urusan di bidang pendidikan.

“Akan kita dalami permasalahan ini, apakah terjadi sebagai akibat adanya pemisahan kewenangan pengangkatan guru agama oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Pemerintah Pusat) dan Pemerintah Daerah. Sedangkan pengelolaan atau pembinaan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, atau hanya karena keterbatasan anggaran,” ungkap Senator Jawa Tengah itu.

Ketua Serikat Guru Nasional Agama Islam Nur Munafin menjelaskan dampak yang terjadi, Guru Pendidikan Agama (khususnya Islam), menjadi satu-satunya guru yang belum memilki sertifikat pendidikan. Sementara guru-guru lainnya yang memliki masa tugas dan beban kerja yang sama bahkan lebih rendah dibanding GPAI telah memiliki sertifikat pendidikan dan merasakan tunjangan yang sama.

Kementerian Agama sendiri ketentuan relatif berbeda dibanding kemendikbud. Diangkat berdasarkan SK Kepala Daerah, kemudian melalui PP tersebut dilimpahkan kepada Kementerian Agama.

“Di sini menjadi carut marut antara PP tersebut dengan aturan Kemenpan RB dan Kemendikbud. Kami Guru Agama diangkat oleh pemda akan tetapi sertifikasi dilimpahkan oleh Kementerian Agama, kami yang terpisah antara yang membina dan mengelola,” ujar Munafin.

GPAI yang diangkat sejak tahun 2006 sampai dengan Desember 2015 tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG) sebagai persyaratan awal untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ataupun Program Profesi Guru (PPG). Tercatatat ada lebih dari 32.000 GPAI yang belum memliki sertifikat pendidikan.

“Problem sertifikasi menjadi sedemikian terhambat dibanding guru non agama. Guru agama bukan berarti tidak kompeten dan memenuhi syarat, akan tetapi karena sertifikasi dilimpahkan kepada Kementerian Agama sehingga sampai saat belum dilaksanakan, dan berdampak pada jenjang kenaikan jabatan guru,” lanjutnya.

Senator Sulawesi Tengah Abdul Rachman Thaha yang mewakili Komite I DPD RI menambahkan, ini tidak memenuhi rasa keadilan terhadap Guru Agama.

“Ini harusnya kedudukannya sama dan memenuhi rasa keadilan, akan kami sampaikan pada rapat Komite I dengan Menteri Pendidikan,” tambahnya.

Sementara itu, Senator Fadhil Rahmi mewakili Komite III DPD RI mengungkapkan bahwa ada permasalahan khusus di pendidikan agama islam ini.

“Ada beberapa opsi solusi untuk permasalahan ini, salah satunya adalah perlu revisi PP 55 Tahun 2007 itu, kita siap menampung dan melaporkan kepada pimpinan DPD RI agar kita teruskan kepada kementerian terkait, menindaklanjuti permasalahan ini,” tuturnya.

 

Komentar