Wakil Ketua Komisi lV DPR RI Dedi Mulyadi: ” Menteri LHK Siti Nurbaya, Jangan Salahkan Cuaca yang Sebabkan Banjir Kalimantan”

Jakarta, b-Oneindonesia – Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi meminta menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk tidak menyalahkan cuaca yang menyebabkan banjir di Kalimantan. Menurut Dedi, banjir di sana disebabkan juga oleh rusaknya lingkungan.

Dedi mengatakan, tugas menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah menjaga alam dan lingkungan, bukan menyalahkan cuaca. Hal itu disampaikan Dedi karena ia merasa prihatin terhadap berbagai pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup yang selalu menegaskan bahwa banjir di Kalimantan hanya disebabkan faktor cuaca, yakni anomali cuaca.

“Padahal banjir bukan hanya faktor anomali cuaca, tapi juga faktor lingkungan yang sudah tidak memiliki daya dukung, rusaknya alam, sedimentasi Sungai Barito, gundulnya hutan, perubahan hutan jadi kawasan tambang dan perkebunan dengan jumlah sangat fantastis. Jadi, menteri LHK itu tugasnya merawat alam, bukan menyalahkan, Sabtu (23/1/2021).

Dedi mengatakan, rusaknya lingkungan di Kalimantan bukan hanya kesalahan menteri hari ini. Fenomena itu sudah berlangsung berperiode-periode sejak kepemimpinan era Presiden Soeharto sampai hari ini.

“Cuma setiap perubahan kepemimpinan tidak ada pernah kebijakan-kebijakan mendasar dari KLHK karena setiap ganti menteri kerjanya cuma mengeluarkan izin. Itu baru izin resmi, belum yang tak resmi dengan jumlah fantastis,” kata politisi Golkar .

Dedi menyatakan, daripada membuat argumentasi demi menutupi kerusakan lingkungan yang berdampak pada banjir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih baik segera melakukan kordinasi langkah penegakan hukum dan rencana memperbaiki lingkungan.

Penegakan hukum lingkungan seperti menindak pelanggar penambangan, kehutanan, perkebunan serta segera membawanya ke ranah proses hukum dan administratif. Jika masuk pidana lingkungan, para pelanggar segera diproses hukum. jika masuk perdata, pelanggarnya segera dikenai denda.

“Tinggal melangkah. Harusnya segera buat rapat darurat untuk mengatasi itu, bukan argumentasi, alam tidak bisa ditafsirkan” ujar Dedi.

Menurut Dedi, dalam masalah lingkungan seorang menteri perlu memiliki sikap objektif. Kalau aspek-aspek bersifat sosial, mungkin orang bisa membuat tafsir” tegasnya.

Makanya ilmu alam disebut ilmu pasti. Karena ilmu pasti semuanya pasti, alam itu adalah kepastian. Jadi tak bisa dibuat tafsir,” katanya.
Ia mengatakan, menteri LHK tidak boleh melawan kaidah alam dengan membuat tafsir administratif. Betul bahwa banjir karena curah hujan tinggi, karena alam. Tapi daya tampung alamnya mengalami kerusakan ekosistem. Ekologinya mengalami kerusakan.

“Logikanya sederhana, Kalimantan sangat luas, kenapa daerah seluas itu bisa banjir. Berarti ada problem dalam penataannya. Menteri LHK bekerjalah dengan kaidah alam, jangan membuat tafsir administatif,” kata Dedi.

Dedi mengatakan, daripada terus membuat tafsir administratif yang bertentangan dengan kaidah alam, tak bisa ditafsirkan dan sudah memiliki hukumnya sendiri, KLHK lebih baik mengambil langkah-langkah dengan bersikap tegas terhadap pelanggaran lingkungan dan berkordinasi secara nyata dengan penegak hukum, mulai membuat tata ruang hingga rancangan peraturan pemerintah (RPP) kawasan hutan harus di atas 40 persen.

“Hutan dan sungai bukan peta, baik peta manual maupun digital. Itu alam yang harus dipahami oleh rasa, karena pikiran kita tak bisa lagi membuat tafsir tentang alam. Alam itu eksaks,” kata Dedi.

Ia menyatakan, banyak Amdal yang dibuat untuk memenuhi tuntutan administratif. “Kita jujur-jujuran saja, banyak perizinan resmi yang amdalnya seringkali hanya untuk memenuhi tuntutan administratif. Bukan memenuhi kaidah-kaidah hukum alam pasti,” kata mantan bupati Purwakarta itu.

Sejak Era Presiden Megawati, Setengah Dari Total IPPKH Diobral Menteri Siti Nurbaya

Menteri Kehutanan Dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya Bakar dinilai paling jor-joran dalam menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dibanding para menteri terdahulu.

Dikatakan politisi Demokrat, Rachland Nashidik yang merujuk data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo ini bahkan menerbitkan setengah dari akumulasi IPPKH yang terbit sejak menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri, yakni Muhammad Prakosa.

Ia mengurai, sepanjang era Menteri M Prakosa yang menjabat di tahun 2001-2004, M S Kaban di tahun 2004-2009, Zulkifli Hasan tahun 2009-2014, hingga Siti Nurbaya yang masih menjabat hingga saat ini, total IPPKH yang terbut sudah hampir mencapai 500 ribu hektare.

“Namun, di era Siti Nurbaya seluas 266.400 hektare. Itu sudah setengah lho dari 499,” jelas Rachland di akun Twitternya, Minggu (25/1).

Data tersebut pun seakan menepis pemerintah era Presiden Joko Widodo yang mengklaim tidak banyak mengeluarkan izin tersebut.

Berdasarkan data tersebut, Koordinator Jatam, Merah Johansyah pun menyebut Menteri Siti Nurbaya merupakan menteri yang paling banyak mengobral izin.

“Klaim pemerintah yang sebelumnya ngomong di zaman Jokowi (Presiden Joko Widodo) tidak ada mengeluarkan izin terbantahkan. Justru paling banyak,” jelasnya setelah diberitakan Tempo.

Adapun IPPKH merupakan izin penggunaan kawasan hutan yang diberikan pejabat setingkat menteri untuk kepentingan nonkehutanan, termasuk untuk sawit dan pertambangan.

IPPKH sendiri belakangan menjadi sorotan pasca beberapa wilayah terjadi bencana alam banjir, salah satunya yang terjadi di Kalimantan Selatan. Banjir yang terjadi cukup besar dan luas ini disinyalir terjadi karena selain faktor cuaca, ada dampak eksploitasi lahan untuk pertambangan batubara, perkebunan sawit, serta industri lain.

Komentar