Pimpinan KPK Serang Sosok Andi Arief Guna Berantas Korupsi atau Menghancurkan?

Jakarta, b-OneindonesiaKetua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief merespons pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyarankan adanya perluasan soal terminologi penyelenggara negara.

Andi Arief bertanya dalam kasus dugaan korupsi Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM) itu KPK hendak memberantas korupsi atau membawa misi menghancurkan dirinya dan Partai Demokrat.

“Pak Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK, sebetulnya hendak berantas korupsi atau bawa misi menghancurkan saya pribadi dan partai akibat hipotesa hukum khusus PPU korupsi karena musda. Saat sidang, dakwaan para TSK (tersangka) tak disebut motif musda penyebab suap/gratifikasi hampir 4 tahun ini,” kata Andi Arief dalam cuitan di akun Twitter pribadinya, Jumat (22/7/2022).

Andi mengatakan dalam dakwaan pengusaha yang sudah dihukum disebut bahwa uang yang diantar ke AGM saat Musda Demokrat 2021 sejumlah Rp 1 miliar untuk keperluan operasional AGM. Namun, kata dia, uang tersebut bagian dari komitmen pengusaha yang mendapat pekerjaan-pekerjaan projek APBD dan perizinan yang ternyata sejak 2020.

“Saya menanggapi seolah-olah saya yang mengatur Gafur mencalonkan diri di musda dan karenanya saya dapat uang itu yang dikirim sopirnya. Seolah saya ada motif musda atau seolah saya punya motif menjadi bagian perusahaan yang ikut dalam projek dan perizinan di PPU,” ucapnya.

Seperti diketahui, KPK merespons pengakuan Andi Arief soal penerimaan uang Rp 50 juta dari Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap. KPK menyebut Andi Arief merupakan pengurus partai politik (parpol) yang bukan bagian dari penyelenggara negara.

“Ya itu dia, dia itu pengurus parpol. Itu kategorinya itu, tidak masuk berdasarkan UU. Tapi, dalam undang-undang, mereka (pengurus partai politik) tidak masuk sebagai unsur penyelenggara negara,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (21/7).

Dia kemudian menyoroti soal aturan untuk mencegah adanya uang ke pengurus parpol sebagai ‘mahar politik’. Menurut Alexander, ketiadaan aturan untuk mencegah ‘mahar politik’ seolah membuat hal itu boleh-boleh saja terjadi.

“Apa tindakan yang kita lakukan untuk mencegah supaya tidak terjadi uang mahar tadi kalo ternyata dari pihak yang menerima duit ya tadi dari pengurus parpol? Itu tidak ada tindakan dari aparat penegak hukum. Jadi seolah-olah boleh-boleh saja,” terang Alex.

Dia menyarankan adanya perluasan soal terminologi penyelenggara negara. Menurutnya, partai politik juga memiliki peran strategis dalam menentukan calon pemimpin negara.

“Semestinya ada perluasan pengertian penyelenggara negara kan. Karena apa? Karena kita melihat fungsi dan peran parpol itu sangat strategis,” ujar Alexander.

“Mereka nanti yang akan menentukan siapa yang menjadi wakil rakyat, siapa yang nanti jadi kepala daerah, bahkan siapa nanti yang menjadi kepala negara atau presiden pilihan partai,” jelasnya.

Andi Arief Kembalikan Uang Rp 50 Juta dari Bupati PPU ke KPK

Andi Arief, mengaku telah mengembalikan uang yang diterima dari Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas’ud, ke KPK. Pengembalian itu atas inisiatif sendiri.

“Atas kesadaran hukum, kemarin saya menunaikan janji pada hukum dan penyidik mengembalikan uang ke rek [rekening] KPK,” kata Andi Arief dikutip dari akun Twitter pribadinya, Sabtu (23/7).

Pada saat bersaksi pada persidangan Abdul Gafur di Pengadilan Tipikor Samarinda, Andi Arief mengaku pernah mendapatkan uang Rp 50 juta dari Bupati PPU tersebut.

Uang tersebut diakuinya diperuntukkan bagi kader Partai Demokrat yang tengah terdampak COVID-19. Andi Arief meyakini penerimaan uang tersebut bukan pidana.

Pada saat itu, ia menyatakan akan mengembalikan uang bila pengadilan memerintahkan. Namun kini uang sudah dikembalikan atas inisiatif sendiri. Meski demikian, belum ada konfirmasi dari pihak KPK mengenai pengembalian uang tersebut.

“Dalam persidangan, AGM [Abdul Gafur Mas’ud] sudah meminta maaf pada saya di depan hakim, JPU [Jaksa Penuntut Umum] dan PH [Penasihat hukum] karena saya dikait-kaitkan, AGM bilang yang diterima itu bukan uang korupsi,” ungkap Andi Arief.

Ia pun menyatakan tidak ada kaitan uang yang diterimanya tersebut dengan Musyawarah Daerah (Musda) DPC Partai Demokrat Kalimantan Timur.

Pada saat OTT, Abdul Gafur sedang dalam proses pencalonan sebagai Ketua DPD Demokrat Kaltim. Bahkan dalam dakwaannya, disebut ada uang Rp 1 miliar yang digunakan untuk kepentingan Musda.

“Menanggapi Pak Alexander Marwata [Wakil Ketua KPK] seolah-olah saya sengaja menikmati uang korupsi. Seolah motif Musda uang Rp 50 juta diberikan pada saya. Dalam Musda, saya ini Bapilu/penonton sejak persiapan sampai pelantikan. Saat ketemu AGM di DPP beserta DPC awal 2021 ia sudah didukung 8 dari 10 DPC,” ungkapnya.

Andi Arief pun memutuskan untuk mengembalikan uang yang diterimanya itu ke rekening KPK.

“Meski Gofur bicara di persidangan bahwa bantuan kesehatan COVID itu tak ada hubungan dengan suap dari mana pun, namun untuk mencegah spekulasi yang beredar dan menunjukkan rasa tanggung jawab saya, maka saya kembalikan Rp 50 juta ke rekening penampungan KPK,” kata Andi Arief.

Kendati sudah mengembalikan uang tersebut, Andi Arief masih bertanya-tanya mengapa KPK seolah memburu dirinya. Padahal, ia mengaku sudah membeberkan semua saat dipanggil penyidik KPK dan saat menjadi saksi di sidang.

“Pak Alexander Marwata Wakil Ketua KPK sebetulnya hendak berantas korupsi atau bawa misi menghancurkan saya pribadi dan partai akibat hipotesis hukum khusus PPU korupsi karena Musda,” kata dia.

Komentar