Demokrat Tentang Keras Pengambilalihan Paksa Kekuasaan Kudeta oleh Luhut

Jakarta, b-Oneindonesia – Sikap tegas disampaikan Partai Demokrat dalam menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024. Partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tegas menentang wacana tersebut.

Tidak hanya itu, Kepala Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Andi Arief juga memastikan partainya menentang keras segala upaya inkonstitusional dalam meraih kekuasaan. Khususnya wacana penundaan pemilu yang kembali disuarakn oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

“Demokrat menentang keras pengambilalihan paksa kekuasaan politik Presiden baik oleh sipil yang dilakukan Pak Luhut dan beberapa partai,” tegasnya lewat akun Twitter pribadi, Minggu (13/3).

Selain itu, Demokrat juga menegaskan tidak akan mendukung militer yang melakukan kudeta saat kekacauan politik terjadi akibat Pemilu 2024 ditunda.

“Maupun (pengambilalihan) oleh militer yang bisa saja tergoda karena kekacauan sipil yang diciptakan Pak Luhut dkk,” tegasnya

Andi Arief mengingatkan, jika pemimpin sudah tidak sanggup mengelola negara dan politik, maka hal itu akan menjadi pintu masuk kudeta militer.

“Jika big data faktanya mendukung kudeta militer tentu harus dicegah. Bukan malah menjadi sumber legitimasi,” tutupnya

Demokrat Bela Mega-Paloh soal Tunda Pemilu 2024 dan Sentil Akal-akalan Luhut

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Jovan Latuconsina, menyebut usul penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 merupakan tindak akal-akalan yang dilakukan oleh penguasa saat ini.

Pernyataan ini disampaikan Jovan merujuk pada pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengklaim analisis big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.

Di sisi lain, Jovan mengapresiasi sikap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dalam menyikapi usul penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, sikap dua tokoh itu menunjukan seorang negarawan.

“Pernyataan pak Luhut Panjaitan dengan dalih riset big data ini hanya akal-akalan saja,” kata Jovan Minggu (13/3).

Rakyat Tidak Bisa Diklaim Semena-mena
Dia berkata, sikap Mega dan Paloh yang menolak penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 ataupun perubahan periodisasi masa jabatan presiden menjadi tiga periode merupakan sebuah ketegasan yang harus diapresiasi.

Menurutnya, sikap itu memperlihatkan Mega dan Paloh mengetahui konsekuensi mengkhianati demokrasi.

“Rakyat bisa chaos. Bukan tidak mungkin TNI Polri akan dijadikan alat untuk membungkam ketidaksetujuan rakyat,” ucap Jovan.

Berangkat dari itu, Jovan menyatakan bahwa sejarah mengajarkan bahwa situasi kerusuhan atau chaos bisa terjadi bila rakyat terus ditekan dan ditakut-takuti.

Dia pun menyarankan, para pejabat pemerintahan saat ini yang tengah berupaya untuk mengutak-atik dan mengkhianati amanat reformasi untuk belajar dari sikap negarawan Megawati dan Paloh.

Jovan menambahkan, pergantian kekuasaan adalah sesuatu yang alamiah dalam sejarah, dan sudah dijamin dalam konstitusi.

“Sebaiknya belajar dari Megawati dan Surya Paloh. Biaya politik dan sosialnya akan terlalu besar,” katanya.

Sebelumnya, Luhut mengklaim big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan hasil hitung empat lembaga survei.

Dia juga mengklaim pemilih Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PDIP mendukung wacana tersebut. Meskipun begitu, ketiga partai politik tersebut sudah menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu 2024. Luhut mengklaim rakyat tidak mau uang Rp110 triliun dipakai untuk menyelenggarakan pemilu serentak.

“Nah, itu yang rakyat ngomong. Nah, ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, ada yang di PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar,” klaim dia, dalam siniar di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Jumat (11/3).

Sementara itu, fakta berbeda disampaikan oleh empat lembaga survei. Pertama, LSI Denny JA menunjukkan bahwa mayoritas responden yang puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo menolak wacana penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.

Dari survei itu diperoleh hasil sebesar 65,1 persen responden yang puas dengan kinerja Jokowi menentang penundaan Pemilu 2024. Sedangkan di pemilih yang menyatakan tak puas dengan kinerja Jokowi, angka yang menentang penundaan pemilu jauh lebih besar yaitu sebesar 87,3 persen.

 

Komentar