Sudah Seharusnya DPR & DPD Punya Hak Kewajiban Sama

Jakarta, b-Oneindonesia –  Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika lembaga yang dipimpinnya seharusnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan DPR sebagai anggota MPR.

Apalagi DPR adalah output dari Pemilu yang diikuti Partai Politik. Sedangkan Anggota DPD adalah output dari Pemilu yang diikuti Perseorangan. DPR mewakili partai, sedangkan DPD mewakili daerah.

Hal itu disampaikan LaNyalla saat Training Legislatif Universitas Indraprasta PGRI Revitalisasi Jiwa Legislator Muda Yang Berintegritas Dalam Percaturan Nasional, Jumat (8/4/2022), di Jakarta.

Kegiatan ini dihadiri Rektor Universitas Indraprasta PGRI Profesor Haji Sumaryoto, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Wakil Rektor 1 Universitas Indraprasta PGRI Irwan Agus, dan Ketua DPM Universitas Indraprasta PGRI Usman Ohoiwuy, serta Mahasiswa Peserta Training Legislatif.

“Hingga hari ini, masih ada pendapat bahwa DPD RI hanyalah pelengkap dari fungsi DPR RI. Hal itu menjadi pemicu bagi saya dan para Senator untuk melakukan beberapa upaya serius untuk menjawabnya. Sebab, sebagai anggota MPR, sudah seharusnya kami memiliki hak dan kewajibannya yang sama dengan anggota DPR,” katanya.

Menurut LaNyalla, para senator telah menyiapkan berbagai upaya untuk memperkuat fungsi DPD.

“Untuk upaya jangka pendek, hanya bisa dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama optimalisasi kinerja dalam situasi yang ada sekarang. Kedua, melakukan terobosan-terobosan kreatif yang bisa dilakukan, selama masih dalam koridor Konstitusi,” katanya.

Sedangkan upaya jangka panjang, adalah menyusun dan memperjuangkan roadmap bersama untuk mewujudkan gagasan ideal DPD RI yang kuat dan bermartabat.

“Dari sini, kita harus meletakkan pikiran untuk merumuskan arah penguatan DPD RI ke depan. Sekaligus merumuskan model penataan kewenangan DPD RI ke depan secara konstitusional,” katanya.

Senator asal Jawa Timur ini menjelaskan, tujuan lahirnya DPD RI adalah untuk memastikan seluruh kepentingan daerah dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih kuat dan luas.

“Sebab, DPR RI merupakan cermin representasi politik, sedangkan DPD RI mencerminkan representasi daerah atau regional representation. Secara ideal DPD RI wajib mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah,” katanya.

LaNyalla menambahkan, DPD RI juga lahir dengan spirit terwujudnya sistem yang menjamin bahwa keputusan-keputusan politik yang penting, dibahas secara berlapis (re-dundancy).

“Sehingga berbagai kepentingan dapat dipertimbangkan secara matang dan mendalam. Di sinilah diharapkan terjadi mekanisme checks and balances atau mekanisme double check. Bukan saja antar cabang kekuasaan negara, yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif dan auditif, tetapi juga di dalam cabang legislatif sendiri,” tukasnya.

Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu menambahkan, seorang senator bukankah orang yang mewakili suatu sekat kelompok, tetapi figur yang mewakili seluruh elemen yang ada di daerah.

“Setiap daerah di Indonesia dianggap punya potensi yang sama sehingga jumlah perwakilannya pun sama. Di situlah pentingnya keberadaan dan fungsi serta peran DPD RI. Yaitu memastikan seluruh kepentingan rakyat dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas,” katanya.

Oleh sebab itu, para Senator harus berpikir dan bertindak sebagai seorang negarawan yang berada di dalam cabang kekuasaan di wilayah legislatif.

LaNyalla menilai apa yang sudah pernah diperjuangkan oleh para Senator di periode sebelumnya, yakni gagasan untuk melakukan Perubahan UUD yang kelima atau dikenal dengan Amandemen ke-5, layak dan patut untuk kembali diperjuangkan.

“Perubahan UUD terhadap kepentingan DPD RI haruslah semata ditujukan sebagai bagian dari penataan pembagian kekuasaan yang disesuaikan dengan kebutuhan negara untuk menuju arah perbaikan tata negara di Indonesia,” katanya.

Diakuinya, wacana Amandemen ke-5 ketika itu, belum mendapat dukungan dari kekuatan politik di Parlemen. MPR juga mengakui bahwa masih ada pemikiran yang berkembang secara dinamis.

“Tetapi saya yakin. Dengan kerja serius dan sungguh-sungguh, kita akan bisa mewujudkan gagasan ideal menuju DPD RI yang kuat dan bermartabat,” ujarnya.

Isi Training Legislatif, LaNyalla Singgung Kuatnya Peran Pendiri dan Elit Partai Politik di Indonesia

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai kendali yang kuat dari partai politik menjadikan anggota DPR di Senayan lebih mewakili suara Partai daripada suara Rakyat.

Hal itu disampaikan oleh LaNyalla secara virtual di Stadium General Training Legislatif Universitas Indraprasta PGRI dengan tema Revitalisasi Jiwa Legislator Muda Yang Berintegritas Dalam Percaturan Nasional, Jumat (8/4/2022).

“Tak heran jika Partai Politik kemudian bersekongkol dan melahirkan banyak Undang-Undang yang sejatinya merugikan rakyat kebanyakan. Salah satunya UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memuat Pasal tentang Presidential Threshold yang secara jelas dan nyata lebih banyak mudarat ketimbang manfaat,” ujar LaNyalla.

Fakta tersebut menegaskan bahwa partai politik tidak mampu melaksanakan fungsinya dalam demokrasi di Indonesia. Karena pada dasarnya di dalam dirinya sendiri, partai politik tidak mengembangkan sistem demokrasi.

“Sebaliknya, mereka dikuasai dengan pola oligarki oleh pendiri atau elit di lingkaran tertinggi partai,” tukasnya.

Menurut LaNyalla, besarnya ruang kendali partai politik terhadap negara ini akibat Amandemen UUD 1945 tahun 1999 hingga 2002. Inilah yang membuat Partai Politik dan DPR RI bisa seenaknya mengendalikan arah perjalanan bangsa.

“Inilah yang harus dikoreksi oleh elemen bangsa ini. Oleh entitas sipil non-partisan. Termasuk para mahasiswa. Tidak boleh negara ini kita serahkan hanya kepada politisi. Sebaliknya negara ini harus kita berikan kepada para negarawan sejati,” ujar dia.

Ditambahkan LaNyalla, sejatinya Partai Politik adalah bagian dari struktur politik negara demokrasi dengan lima fungsinya. Pertama, Artikulasi Politik. Yaitu sebagai juru bicara atau alat pengeras suara rakyat atau aspirasi politik warga negara.

“Kedua, Agregasi Politik. Yaitu melalui anggota DPR yang terpilih dalam pemilu, menjadi perwakilan politik rakyat dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan serta keputusan politik,” sambungnya.

Ketiga adalah Sosialisasi Politik. Menurut LaNyalla, parpol seharusnya menjadi salah satu agen dalam mentransfer dan mentransformasikan nilai-nilai politik yang ideal kepada masyarakat, seperti kejujuran, keadilan, dan kebenaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Keempat, Komunikasi Politik. Dimana partai politik sebagai “penerjemah dan
penghubung” yang baik antara keinginan rakyat atau aspirasi politik masyarakat, dengan keinginan atau rencana kebijakan yang digagas pemerintah. Terakhir yakni rekrutmen Politik. Yaitu sebagai penyedia calon pejabat politik puncak yang terbaik.

“Tapi sekali lagi, kelima fungsi itu mustahil terlaksana jika partai politik tidak mengembangkan sistem demokrasi di dalam dirinya sendiri. Tetapi masih apa kata ketua umum,” tegasnya.

Komentar