Pimpinan DPR RI Sufmi Dasco Minta Polri & OJK Tindak Tegas Pinjol Ilegal

Jakarta, b-Oneindonesia – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menindak tegas maraknya penipuan pinjaman online (pinjol) ilegal yang sudah meresahkan masyarakat.

“Masalah pinjaman online ilegal adalah permasalahan krusial dan meresahkan masyarakat, ada yang terganggu secara psikis, depresi, bahkan bunuh diri karena merasa tertekan. Karenanya, saya meminta Polri dan OJK untuk menindak tegas serta memberantas maraknya penipuan pinjol ilegal tersebut,” kata Sufmi Dasco, Rabu, 13 Oktober 2021.

Ketua Harian Partai Gerindra itu mengapresiasi sikap tegas dari Presiden Jokowi dalam acara OJK Virtual Innovation Day 2021 mengenai maraknya penipuan pinjaman online (pinjol) dan tindak pidana keuangan digital yang menjerat dengan bunga tinggi kepada masyarakat.

Menurutnya, perkembangan teknologi saat ini marak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan aksi-aksi penipuan seperti pinjaman online ilegal yang berbasis digital.

“Saya fikir, tidak hanya pelaku ya, tetapi pihak kepolisian juga harus memberikan efek jera kepada para investor dari pinjaman online ilegal yang kerap melakukan aksi teror kepada masyarakat yang menjadi korban pinjol,” kata Dasco.

Lebih lanjut, Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menilai maraknya pinjol ilegal juga harus menjadi indikator bagi otoritas keuangan untuk introspeksi dan melakukan evaluasi bagi lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).

“Saya mendorong pemerintah dan otoritas keuangan agar segera memperkuat perbankan untuk rakyat kecil, koperasi, dan UMKM. Berikan akses dan prosedur yang lebih mudah serta perluas jangkauan hingga ke seluruh pelosok negeri,” ujar Dasco.

Pinjaman Oneline (Pinjol)

By :   Agustinus Edy Kristianto

Baru setahun lalu Presiden Jokowi memuji luar biasa karena nilai pinjol tembus Rp128,7 triliun, sekarang dia gusar karena masyarakat tertipu dan terjerat bunga tinggi pinjol, bahkan ada yang bunuh diri karena tidak tahan ditagih terus oleh debt-collector.

Lalu dalam acara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Virtual Innovation Day 2021 (12/10/2021) dia titahkan macam-macam ke OJK untuk mitigasi risiko, menindak pinjol ilegal, dsb.

Plus, seperti sudah bisa ditebak, mulailah pencitraan dengan memerintahkan agar plafon KUR tanpa jaminan dinaikkan dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta yang bisa diambil di BNI, BRI, dan Bank Mandiri. Seperti kaset rusak yang diulang-ulang, lantas keluarlah jargon dia tentang Indonesia bisa jadi raksasa digital.

Saya pikir akan ada solusi cerdas dari dia. Misalnya, pinjol boleh beroperasi dengan satu syarat: tidak boleh menagih dengan cara apapun!

Mau dibungkus pakai jargon apapun, yang dibicarakan tetap saja utang. Ada utang, ada bunga. Orang utang, pasti ditagih. Kenapa orang berutang, karena perlu uang. Kenapa memilih pinjol, karena tidak memenuhi persyaratan bank. Mau pinjol legal atau ilegal, kalkulatornya tetap ala rentenir. Coba saja Anda cek di website simulasikredit, bunganya +1% per hari, belum denda keterlambatan dll.

Orang pintar nan ahli finansial mengajari tentang literasi dan inklusi keuangan. Itu ada benarnya. Tapi di atas semua itu, tugas negara adalah menata kehidupan masyarakat supaya adil dan sejahtera. Jangan promosikan utang tapi ciptakanlah kebijakan yang memacu produktivitas: lapangan kerja yang banyak dan layak, pentingnya etika hidup dan kesederhanaan, eling, keadilan akses permodalan, kemudahan berusaha bagi masyarakat kecil…

Dalam hal akses ke lembaga keuangan bagi masyarakat kecil, Presiden mending tutup mulut saja. Negara ini sudah banyak kali berkhianat dan menyakiti rakyat yang juga pembayar pajak.

Triliunan rupiah BLBI disalurkan kepada taipan dengan jaminan hanya personal guarantee. Apa adilnya?

Rakyat kecil terlilit bunga pinjol tapi orang-orang OJK mendapatkan fasilitas kredit konsumtif khusus dengan bunga 1,25%/tahun saja (saya lampirkan aturan dan daftar banknya supaya semua orang bisa lihat karena ini tidak ada di Google). Apa adilnya?

Sebelum berlagak tegas, lebih baik Jokowi tanya dulu ke Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (toh Anda berdua kan dekat, sesama Solo, apalagi si ketua, kan, penasihat Josmart), dapat fasilitas kredit khusus OJK itu tidak dari bank, biar saya cocokkan dengan informasi sumber yang saya dapat.

Bagaimana bisa lembaga pengawas perbankan mendapatkan fasilitas khusus kredit dari bank-bank yang dia awasi sendiri. Bukankah itu konflik kepentingan? Sementara rakyat berjibaku dengan kalkulator rentenir pinjol.

Masalah sebenarnya jauh lebih besar dari sekadar pinjol legal atau ilegal. Kita sedang berada di tubir jurang akibat ketidakbecusan penyelenggara negara menata sistem keuangan dan perbankan. Yang terjadi adalah akumulasi kapital terjadi di segelintir pucuk kekuasaan, sementara mayoritas masyarakat berputar-putar dalam lingkaran setan utang dan kesulitan ekonomi lainnya.

Model bisnis pinjol adalah menjadi perantara antara investor dan borrower. Siapakah investor-investor itu? Ada investor pribadi (individu-individu kaya banyak yang masukkan duit ke sini), ada institusi. Banyak dari mereka ujung-ujungnya adalah bank juga.

Kredivo baru saja salaman dengan DBS Indonesia. Akulaku dengan Bank Neo Commerce. Investree dengan Bank Mandiri dan BRI. Amartha—yang foundernya pernah jadi staf khusus presiden dan kirim surat bermodus pendataan Covid-19 ke kecamatan–dengan Bank Mandiri dan UOB. Bahkan Tokopedia pun ada pinjolnya. Dia merger dengan GoTo dan prediksi saya nanti gandengan dengan Bank Jago.

Saya juga dibisiki sumber saya bahwa ada bisnis besar lain di balik pinjol itu, yakni bisnis tanda tangan digital tersertifikasi untuk approval pinjol. Cuma ada 2 perusahaan pemain besarnya dan salah satu perusahaan tersebut dikendalikan oleh orang-orang pemerintahan juga. Cuan lagi!

Kepentingan bisnis aplikasi pinjol itu adalah exit (divestasi saham/IPO). Kepentingan investor adalah keuntungan bunga. Kepentingan agen adalah komisi. Yang mampus adalah masyarakat banyak yang terjerat utang, bunga, denda. Indonesia adalah surga bagi mereka. Sebab, masih banyak orang Indonesia yang belum melek perbankan dan sangat potensial terjerumus dalam utang.

Mereka tidak hanya menciptakan ekosistem digital dan inklusi keuangan tapi juga mendorong budaya hidup baru. Gaya hidup konsumtif, serbainstant, mementingkan penampilan, dsb. Mereka merayu masyarakat dengan iklan dan publikasi bertubi-tubi bahwa life-style ‘modern’ seperti itulah yang ideal untuk dicapai. Untuk mencapainya, jika Anda tidak punya uang sekarang, berutanglah di situ.

Celakanya, Presiden Jokowi memfasilitasi itu semua. Apalagi Menteri BUMN adalah adik komisaris Gojek.

Gojek dapat suntikan Rp6,4 triliun dari BUMN Telkomsel. Gojek merger dengan Tokopedia. Pemegang saham Gojek salah satunya pengendali Bank Jago. Astra, produsen otomotif, juga pemegang saham Gojek. Jadi lengkap sudah: Anda beli kendaraan di Astra, pakai leasing mereka punya, asuransinya pun di situ, Anda salam satu aspal bekerja menjadi mitra (tanpa status ketenagakerjaan sesuai undang-undang) mati-matian buat mencicil, kendaraan rusak, spare part beli di situ juga. ketika Anda kehabisan nafas, Anda pinjam di pinjol Tokopedia. Terjerat utang. Stress!

Bisa jadi satu-satunya benda yang Anda miliki secara tunai adalah gambar tempel di motor/mobil Anda.

Itu kenyataannya, meskipun kalau Anda baca beritanya adalah atas nama revolusi digital, inklusi keuangan, economy-sharing, orkestrasi… Manis betul kecapnya!

Terus apa solusinya? Ya, ndak tahu, kok, tanya saya. Begitu, kan, celotehan sang jenius, biasanya.

Harus ada langkah radikal untuk memutus rantai itu semua.

Hentikan dan evaluasi total seluruh penggunaan anggaran negara berkedok investasi digital, karena itu besar potensinya untuk dimainkan oleh segelintir makelar, agen dll yang berselingkuh dengan pejabat; memajaki sebesar-besarnya segala jenis iklan pinjol dan mewajibkan ada peringatan tentang bahaya kematian akibat pinjol supaya orang takut; melarang penggunaan aplikasi pinjol di ponsel/PC/tablet; memecat semua pejabat negara yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan pinjol… atau bagaimana lah caranya supaya dibuat susah bergerak bisnis ini.

Yang patut di DILAPORKAN dan di GUGAT ke Pengadilan dalam kasus Fintech Pinjaman Online.

A. Fintech Ilegal yang mengancam dan meresahkan masyarajat ( Nasabah ) Pinjaman Online. Mereka para pelaku melakukan dugaan potensi kejahatan dalam bentuk : Menteror, Mengintimidasi, Mengancam, Memfitnah, Mencemarkan nama baik dan Menyebarkan Data para Nasabah Pinjol.

B. Perusahaan Fintech Nakal:

Perbuatan Fintech yang melabrak aturan hukum baik aturan perdata, mauoun aturan lainya; Yakni ketika ada kerugian yang dialami nasabah / Konsumen Pinjol – Para Korban dan atau Advokat yg mewakilinya, berhak Mengajujan Gugatan ke Pengadilan :

1. Perusahaan Finrech terkait:

2. Instansi Pemerintah dan Swasta yang memberikan izin dan Asosiasi yang Merekomendasi dan mengayomi Perusahaan Industri Fintech Peer To Peer lending / Perusagaan Aplikasi / Penghubung Aplikasi, bisa ikut serta di jadikan Tergugat jika ikut menikmati Keuntungan atas PERBUATAN MELAWAN HUKUM yang dilakukan oleh perusahaan Fintech ( TERGUGAT ) terkait, baik sebagai Tergugat dan atau sebagai Terut Tertugat.

3. Khusus Tergugat Fintech terkait: Tuntutan Gugatan dimaksut, dapat berupa Tuntutan Ganti Rugi, Tuntutan Pemblokiran/ Pembekuan, Pencabutan Izin Usahanya, dan bahkan Penyitaan aset2 perusaamgaan yg terhubung dengan peristiwa dan perbuatan tergugat.

Komentar