Ahmad Basarah: “Pemikiran Nurcholish Madjid Relevan Guna Kuatkan Moderasi Beragama”

Jakarta, b-Oneindonesia – Berbicara di depan mahasiswa Universitas Paramadina, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah ungkapkan bahwa pemikiran almarhum Prof. Dr. Nurcholish Madjid telah memberikan sumbangsih yang besar dalam menguatkan moderasi beragama di Indonesia. Dia berpendapat pemikiran Guru Bangsa yang akrab dipanggil Cak Nur itu masih relevan untuk disemai sampai kini.

‘’Cak Nur adalah salah seorang guru bangsa. Beliau bukan hanya guru untuk kalangan Islam, tapi juga buat bangsa. Saya adalah aktivis mahasiswa dari kelompok nasionalis, tapi saya dan kawan-kawan Kelompok Cipayung lainnya (HMI, PMKRI, GMNI, PMII dan PMII)  berguru pada almarhum Cak Nur semasa hidupnya,’’ tegas Ahmad Basarah dalam dialog kebangsaan yang digelar oleh Universitas Paramadina bekerja sama dengan BPIP di Jakarta, Senin (18/10/2021).

Dalam dialog yang diselenggarakan secara virtual itu, Ahmad Basarah memberi apresiasi yang tinggi pada Universitas Paramadina yang terus konsisten menyemai pemikiran Cak Nur.

‘’Rektor dan seluruh civitas akademika Universitas Paramadina tentu punya kewajiban moral untuk membentuk generasi muda yang moderat, yang cocok dengan keindonesiaan kita. Calon pemimpin masa depan harus terus menjaga moderasi agama dan moderasi kesukuan,’’ tandas Ahmad Basarah dalam Webinar berjudul ‘’Pancasila dan Penyemaian Spirit Moderasi Beragama di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa di Indonesia’’ itu.

Ketua Fraksi MPR PDI Perjuangan ini menambahkan, teologi inklusif yang disemai Cak Nur selama bertahun-tahun lewat Yayasan Paramadina yang dipimpinnya tak boleh berhenti. Ahmad Basarah menilai, lulusan Pondok Modern Gontor itu adalah tokoh pembaruan pemikiran Islam di Indonesia yang populer dengan konsep ‘Universalisme Islam’.

‘’Konsep Universalisme Islam yang selalu disuarakan Cak Nur itu sangat mengakomodasi kebhinnekaan bangsa Indonesia. Di dalam konsep ini termuat seruan  agar semua umat beragama, terutama umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia, bersikap toleran, menjunjung perdamaian, menghargai keberagaman, serta mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Inilah moderasi beragama itu,’’ tegas Ahmad Basarah di hadapan hampir 800 peserta Webinar.

Dalam Bahasa Arab, jelas pendiri sekaligus Sekretaris Dewan Penasihat Baitul Muslimin Indonesia ini, moderasi dikenal dengan kata ‘’wasath’’ atau ‘’wassathiyyah’’ yang berarti tengah-tengah, adil, dan berimbang. Dari sinilah moderasi beragama lalu dipahami sebagai cara beragama seseorang, yang selalu memilih jalan tengah, tidak ekstrem, baik kanan maupun kiri, atau tidak berlebihan saat menjalani ajaran agamanya.

Dalam titik tertentu, lanjut Ahmad Basarah, moderasi pemikiran Cak Nur bisa dikatakan sejalan dengan moderasi pemikiran Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, serta para pendiri bangsa lainnya. Saat merumuskan Pancasila, tegas penulis buku ‘’Bung Karno, Islam dan Pancasila’’ itu, para pendiri bangsa dari golongan Islam menunjukkan jiwa besar mereka ketika bersedia merubah sila pertama dari semula berbunyi ‘’Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’’ menjadi ‘’Ketuhanan Yang Maha Esa.’’

‘’Jika frasa tujuh kata tersebut tetap dipertahankan, mereka yang bukan beragama Islam mempertanyakan, kenapa kami non muslim tidak mendapat tempat dalam dasar negara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 yang menjadi konstitusi kemerdekaan bangsa Indonesia? Mengapa kami tidak diberi tempat yang sama untuk  untuk beribadah sesuai keyakinan kami? Maka, ketika para ulama yang ikut merumuskan Pancasila berlapang dada menghapus tujuh kata yang dipersoalkan itu demi menjaga keutuhan dan persatuan NKRI yang baru satu hari diproklamirkan, di situlah sikap moderat mereka dalam beragama sangat terlihat. Sikap moderat para alim ulama pendiri bangsa itu  harus ditiru oleh generasi sekarang,’’ tegas Ahmad Basarah.

Di bagian akhir, Ahmad Basarah berharap pemikiran besar Cak Nur tentang kesadaran kebhinekaan Indonesia bisa dilanjutkan oleh pemuda dan mahasiswa saat ini, termasuk mahasiswa dan civitas akademika Universitas Paramadina. Jika dulu para pemuda Indonesia, termasuk mereka yang ikut dalam sumpah pemuda, berjuang melawan penjajah, Ahmad Basarah menilai tugas pemuda di era sekarang adalah mengisi dan mempertahankan apa yang sudah diperjuangan pendiri bangsa dari ancaman disintegrasi dan deideologisasi Pancasila.

Pandangan Ketua DPP PDI Perjuangan sejalan dengan pandangan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini. Menurut dia, sejak mendirikan Universitas Paramadina bersama kawan-kawannya yang aktif di Yayasan Paramadina, Cak Nur sudah menanamkan tiga pilar yakni keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan sebagai fondasi spiritual Universitas Paramadina.

“ada 4.000 mahasiswa belajar di Universitas Paramadina. Kepada mereka sejak pertama kuliah sampai selesai selalu diperdengarkan keislaman yang sejuk, moderat, juga menghormati teman-teman mereka yang berbeda agama.  Selama belajar di Paramadina, mereka harus mempraktekkan moderasi beragama yang semua itu sesuai dengan ideologi Pancasila,’’ jelas Didik.

Komentar