Di Forum Parlemen Dunia (IPU), Puan Maharani Bicara Komitmen Indonesia Lindungi Perempuan & Anak

Nusa Dua, b-OneindonesiaKetua DPR Puan Maharani, di hadapan delegasi asing pada Forum of Women Parliamentarians yang merupakan rangkaian Sidang ke-144 Inter-Parliamentary Union (IPU) menyampaikan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) merupakan wujud komitmen Indonesia melindungi perempuan dan anak.

Puan pada acara yang dihadiri delegasi dari 155 negara itu lanjut menyampaikan RUU TPKS merupakan RUU inisiatif DPR.

“Saya berdiri di sini juga sebagai Ketua Parlemen perempuan pertama Indonesia. Saat ini Parlemen Indonesia tengah memperkuat legislasi yang memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak, melalui penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” ujarnya Minggu (20/3/2022).

“Kami sedang memperkuat legislasi yang memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak melalui penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ini diharapkan memberi pencegahan dan perlidungan terhadap korban kekerasan seksual,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Puan menyampaikan RUU TPKS yang saat ini masih dalam tahap pembahasan merupakan upaya negara hadir memberi perlindungan untuk para penyintas kekerasan seksual. Menurut dia, berbagai kebijakan dan produk hukum yang dihasilkan DPR harus senantiasa menggunakan pendekatan gender sehingga kepentingan perempuan dan kelompok lainnya dapat ikut terpenuhi.

“Parlemen dapat menjadi agen perubahan dalam mengimplementasikan agenda kesetaraan gender yang lebih baik di negaranya masing-masing. Dalam hal ini, Indonesia selalu berupaya mempromosikan kesetaraan gender di setiap kesempatan,” kata dia.

Dengan demikian, keterwakilan perempuan di lembaga politik seperti DPR menjadi penting, karena itu dapat menentukan proses pengambilan keputusan, termasuk di antaranya penyusunan dan pengesahan undang-undang yang berpihak pada kepentingan perempuan.

Keterwakilan perempuan di tingkatan global, menurut Puan, juga masih belum memadai, karena proporsinya tidak sampai 30 persen.

“Pada 2021, dari 73 orang yang terpilih sebagai ketua parlemen di seluruh dunia, 18 di antaranya atau 24,7 persennya adalah perempuan. Sementara itu, proporsi global anggota parlemen perempuan telah meningkat menjadi 26,1 persen, naik sebesar 0,6 persen,” kata dia.

Selain itu, dirinya juga menyinggung soal kepemimpinan perempuan dalam menangani pandemi Covid-19.

Puan menyatakan saat ini dunia tengah dilanda berbagai tantangan. Mulai dari pandemi Covid-19, ancaman ketegangan politik, dan peningkatan dampak perubahan iklim.

“Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, perempuan terkena dampak yang paling besar, 80% dari displaced persons akibat perubahan iklim adalah perempuan,” tuturnya.

Mantan Menko PMK ini menambahkan, peran perempuan juga terlihat dalam menciptakan perdamaian dengan menjadi agen perubahan mencegah dan mengakhiri konflik. Puan mengatakan, perempuan berkepentingan menjadi bagian dari penyelesaian konflik karena perempuan dan anak-anak adalah yang paling terdampak saat konflik dan perang

“Indonesia juga berkontribusi di bidang ini. Dari jumlah total peace-keepers Indonesia sebanyak 2.697 orang, saat ini terdapat 158 perempuan Indonesia yang bertugas di 5 misi UN-PKO (Peacekeeping Operations),” kata dia.

Agar pemberdayaan perempuan terwujud, menurut Puan, diperlukan akses terhadap pendidikan yang menjadi“game changer“ untuk memberdayakan perempuan agar menjadi pemimpin di masyarakat. Maka perempuan harus mendapat jaminan pendidikan yang berkualitas.

“Jika kemajuan perempuan dijamin, maka suatu negara akan maju. Jika partisipasi politik perempuan didorong, maka demokrasi akan berkembang. Jika kesetaraan gender dijamin, maka keadilan akan tercapai. Bersama, kita dapat perkuat komitmen untuk mendorong kemajuan perempuan,” katanya.

Forum of Women Parliamentarians ini turut dihadiri oleh Presiden IPU Duarte Pachecho, Sekjen IPU Martin Chungong, Wakil Presiden Forum Anggota Parlemen Perempuan H. Ramzy Fayez, dan Ketua 33rd Forum of Women Parliamentarians, Irine Yusiana Roba Puteri.

Dalam sambutannya, Presiden IPU Duarte Pachecho sepakat dengan Puan bahwa perempuan sering menjadi korban konflik, termasuk dalam perang. Ia mencontohkan banyaknya korban perempuan pada krisis Ukraina.

“Kami bersama kalian (perempuan-perempuan Ukraina). Kami mengetahui penderitaan kalian,” ucap Pachecho.

Meski begitu, ia menyebut banyak perempuan berjuang dalam konflik, termasuk di Ukraina. Pachecho juga menyinggung keberanian perempuan-perempuan Ukraina yang ikut angkat senjata menbela negaranya atas invasi Rusia, termasuk sejumlah anggota parlemen negara tersebut.

“Saya menyerukan, perang harus berhenti sekarang,” tuturnya.

Terlepas dari itu, Pachecho kembali memberikan apresiasi untuk DPR sebagai tuan rumah yang berhasil menyelenggarakan IPU ke-144 di tengah kondisi pandemi.

“Terima kasih kepada Ibu Puan Maharani,” kata Pachecho.

Sementara itu Ketua 33rd Forum of Women Parliamentarians, Irine Yusiana Roba Puteri mengatakan forum parlemen perempuan IPU kali ini berdiskusi dalam memberikan usulan berbasis gender untuk dua rancangan resolusi.

Rancangan resolusi pertama soal ‘Memikirkan Kembali dan Membingkai Ulang Pendekatan Proses Perdamaian dengan Pandangan untuk Membina Perdamaian Abadi’.

Kemudian resolusi kedua adalah soal ‘Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai Enabler Sektor Pendidikan, Termasuk di Masa Pandemi’.

Irine mengatakan, forum ini penting mengingat pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada masalah kesehatan, tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Pandemi Covid-19 juga telah memperbesar ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan.

“Ini terkait dengan beban ganda perempuan, kehilangan mata pencaharian, kekerasan berbasis gender, dan pemenuhan hak asasi manusia bagi para perempuan di daerah konflik serta perempuan disabilitas, lansia, pekerja migran, dan kelompok rentan lainnya,” kata Irine.

Untuk itu Irine berharap agar diskusi forum parlemen perempuan IPU dapat mendorong terwujudnya kesetaraan gender secara global, bukan hanya di masa pemulihan pandemi Covid-19 namun hingga masa mendatang.

“Sehingga generasi penerus kita dapat menikmati kesetaraan gender yang kita perjuangkan ini,” kata anggota Komisi I DPR itu.

Komentar