Bawaslu RI Sarankan Kemendagri Ganti Ketua Gugus Tugas yang Jadi Calon Petahana Pilkada 2020

Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan mengusulkan Kementerian Dalam Negeri mengubah ex efficio Ketua Gugus Tugas Covid-19 jika yang bersangkutan adalah petahana dalam Pilkada 2020.

Alasannya berdasarkan data Bawaslu, dari 270 daerah yang melaksanakan Pilkada, ada lebih dari 200 kepala daerah yang berstatus petahana.

Bawaslu khawatir penyelenggaraan Pemilu di tengah program penanganan Covid-19 berpotensi terjadi abuse of power.

Bentuk penyalahgunaan kekuasaan itu bisa berupa paket bantuan sosial yang ditempel stiker partai politik dan kandidat petahana.

Padahal pemberian bansos itu merupakan bagian dari program pemerintah, dan bukan program kandidat yang bersangkutan.

Sejumlah kalangan me-warning petahana atau incumbent yang ikut pilkada lagi untuk tidak rangkap jabatan menjadi Kepala Gugus Tugas Covid-19 daerah. Jika terjadi, ini bisa dimanfaatkan petahana untuk memenangkan Pilkada 2020.

Ketua Bawaslu Abhan dalam Webinar “Pemilu Serentak Di Tengah Pandemi Virus Corona”. Abhan menyarankan, kandidat kepala daerah khususnya petahana untuk tidak menjabat sebagai ex officio Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 daerah. Usulan itu untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan para kepala daerah petahana jelang digelarnya Pilkada 9 Desember 2020.

“Sangat dimungkinkan misalnya kepala gugus tugas daerah yang ex officio dipegang bupati, walikota, gubernur. Saya pikir, kepala gugus tugas daerah tidak perlu dijabat kepala daerah,” kata Abhan.

Abhan mengusulkan agar jabatan kepala gugus tugas daerah bisa diserahkan kepada aparatur daerah yang tak mencalonkan diri di Pilkada 2020.

Abhan menyatakan, usulan itu agar potensi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power tak digunakan petahana untuk mempertahankan kekuasannya. Mengingat UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah juga mengatur kepala daerah tidak diperbolehkan menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi maupun politik. “Atau bisa diarahkan kepada Sekda yang tidak mencalonkan. Saya kira ini untuk menghindari potensi-potensi itu. Saya kira, itu bagian dari Kemendagri ngatur persoalan itu,” ujarnya.

Dia mencontohkan, potensi politisasi bantuan sosial karena gelaran Pilkada 2020 digelar bertepatan dengan pandemi Covid-19. Abhan mengatakan, politisasi bantuan sosial untuk masyarakat sudah muncul di beberapa daerah.
Abhan bercerita, lembaganya di daerah sudah menemukan banyak bansos Covid-19 di daerah sengaja ditempelkan stiker wajah kepala daerah petahana. Padahal yang bersangkutan sudah mendapatkan rekomendasi parpol untuk maju kembali di Pilkada 2020. “Calon petahana mestinya tidak memanfaatkan bantuan Covid untuk kepentingan politik praktis Pilkada 2020. Petahana sudah banyak akses dibanding pendatang baru,” ungkapnya.

Lanjutnya dikatakan, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Menurut Pangi, penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu harus mengawasi dengan baik dan bila perlu melarang petahana memanfaatkan kondisi pandemi corona ini. Jika penyelenggara kecolongan, petahana bisa menang mudah, membuat pertarungan tidak fair di pilkada.
“Bila perlu Mendagri, KPU dan Bawaslu melarang petahana jadi Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 daerah. Ini sangat rentan dimanfaatkan petahana,” papar Pangi.

Pangi menyebutkan, setelah dilanjutkan kembali tahapan Pilkada serentak 2020, bakal calon tentu berusaha menarik simpati masyarakat. “Jangan sampai dana dari APBN dan APBD untuk penanganan Covid-19 dimanfaatkan petahana. Ini bisa saja dibilang curang karena calon penantang pakai uang pribadi,” tegasnya.

Jika petahana ditunjuk jadi Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 daerah, lanjut Pangi, sama saja membuka peluang petahana untuk memuluskan langkahnya di Pilkada 2020. “Bisa menang mudah dengan biaya super murah, karena anggaran penanagan Covid-19 besar. Petahana bisa menyelam sambil minum kopi, menangani Covid-19 sambil sosialisasi dan melakukan kampanye terselubung,” ujarnya.

Sebelumnya Mendagri Tito Karnavian menginstruksikan agar gubernur maupun wali kota dan bupati langsung mengambil peran sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 daerah. Jabatan itu, kata Tito, tidak dapat didelegasikan kepada pejabat lain di daerah. Poin itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 440/12622/ SJ tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah yang terbit 29 Maret lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *