Jakarta b-oneindonesia-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama-sama dengan para stakeholders industri kehutanan terus berupaya meningkatkan produktivitas dan keberlangsungan usaha untuk seluruh pihak yang bekerja di hutan produksi meski situasi saat ini masih terjadi Pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 telah berdampak pada kinerja usaha hulu hilir sektor kehutanan.
Kinerja ekspor produk industri kehutanan turun hingga ke level minus 8,3% pada periode Januari-Mei 2020, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tetapi kemudian mengalami perbaikan secara signifikan berkurang menjadi minus 5% pada penilaian periode Januari-Juni tahun ini.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan kinerja ekspor produk kehutanan sebesar 3,3% sejak Juni tahun ini, yang merupakan pencapaian positif di tengah pandemi yang sedang berlangsung.
Meskipun pertumbuhannya masih di bawah nol, tetapi tidak mengalami penurunan lebih jauh. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja ekspor sektor kehutanan masih berada pada jalur yang positif.
Sementara itu kinerja sektor hulu kehutanan di masa pandemi Covid 19 untuk produksi kayu bulat hutan alam periode Januari – Juni 2020 mengalami penurunan sebesar 3,90% dibanding periode yang sama Tahun 2019. Di sisi lain, produksi kayu bulat hutan tanaman justru meningkat sebesar 21,50%.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal KLHK/Plt Direktur Jenderal PHPL, Bambang Hendroyono, saat memberikan penjelasan pada media briefing secara virtual (15/7). Bambang melanjutkan, KLHK telah melakukan cara kerja baru dalam mengelola hutan produksi secara lestari. Pengelolaan hutan produksi dilakukan dengan pendekatan landscape, kemudian analisis spasial untuk melihat area rawan karhutla, konflik tenurial, dan mengintegrasikan sektor hulu-hilir, dan pasar. Ketika ditemukan masalah di lapangan, secepatnya untuk menemukan solusi. Terakhir adalah integrasi program baik untuk usaha hulu kehutanan, industri di hilir, serta untuk pasar.
Beberapa kebijakan untuk mendorong peningkatan produktivitas industri kehutanan Bambang menjelaskan secara singkat. Pertama untuk sektor hulu, adalah mempercepat pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan pengembangan Agroforestry di areal kerja IUPHHK-HTI, Kemudian mewujudkan pembangunan multiusaha di areal IUPHHK, serta penyederhanaan perizinan berusaha di bidang pemanfaatan hutan produksi.
Kedua adalah untuk Industri di hilir, beberapa kebijakan pemerintah adalah dengan Usulan peningkatan luas penampang produk ekspor industri Kehutanan, memperluas keberterimaan pasar dengan memperkokoh penerapan SVLK, serta fasilitasi sertifikasi SVLK untuk Usaha Kecil Menengah.
“Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) telah berkontribusi secara signifikan pada peningkatan kinerja ekspor produk industri kehutanan. Ke depan, kami menargetkan pemulihan kinerja ekspor produk industri kehutanan lebih baik lagi, yaitu meningkatkannya ke level positif secepat mungkin,” kata Bambang.
Dia menjelaskan bahwa target tersebut realistis karena produksi di sektor hulu telah menunjukkan pertumbuhan substansial pada pertengahan tahun 2020, terutama dari hutan tanaman industri.
“Kami terus menjaga hubungan linear positif antara pertumbuhan produksi di sektor hulu (yang terus menunjukkan tren positif) dengan kinerja ekspor produk industri kehutanan (hilir dan pasar),” kata Bambang.
Bambang kemudian menyinggung soal multiusaha kehutanan, menurutnya hal tersebut sangat diperlukan karena pada masa yang lalu, nilai ekonomi riil lahan hutan sangat rendah, pasar kayu yang berasal dari hutan alam cenderung menurun, dan perlu optimalisasi ruang pemanfaatan kawasan hutan. Multiusaha kehutanan juga dapat bermanfaat sebagai alternatif sumber PNBP selain hasil hutan kayu. Multiusaha kehutanan yang saat ini menjadi model pengelolaan hutan produksi, kedepan bisa menjadi kebijakan. Kebijakan dimaksud diharapkan meningkatkan produktivitas rakyat dan pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari pun Bambang jelaskan, dengan penekanan cakupan: kepastian keberlangsungan usaha, produktivitas hutan, optimalisasi pemanfaatan hutan, diversifikasi produk hasil hutan, dan daya saing industri yang kompetitif.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Indroyono Soesilo yang hadir juga sebagai narasumber memaparkan tantangan kinerja sektor kehutanan pada tahun 2020. Menurutnya, Pandemi COVID-19 yang terjadi hingga saat ini telah memberikan tekanan terhadap kinerja sektor usaha kehutanan.
Indroyono memaparkan nilai ekspor produk kayu bersertifikat legal meningkat dari USD 9,84 Milyar pada tahun 2015, USD 9,2 Milyar tahun 2016, USD 10,9 Milyar tahun 2017, USD 12,1 Milyar tahun 2018. Namun pada tahun 2019, nilai ekspor menurun sebesar 4% dari tahun sebelumnya menjadi hanya USD 11,6 Milyar pada akhir tahun 2019.
Terdapat 5 negara terbesar tujuan ekspor kayu olahan Indonesia. Negara tersebut secara berurutan peringkatnya adalah Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, serta Korea Selatan. Beberapa negara yang mengimpor produk industri kehutanan Indonesia mulai bangkit kembali di tengah situasi COVID-19.
“Juli tahun ini saya mendengar nilai ekspor kita meningkat lagi. Januari belum ada Pandemi COVID-19, kinerja ekspor kita naik 2,1 persen dibandingkan tahun lalu periode yang sama, Februari naik 2,3%, Maret mulai terdapat kasus COVID-19 dan tren ekspor mulai menurun -1,9% April dan Mei tidak ada kontainer keluar masuk, makin turun -4,3 % hingga -8,4%. Namun pada bulan Juni terjadi rebound, nilai ekspor kita naik, meskipun masih minus yaitu -5% dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Kami berharap bulan Juli tahun ini akan meningkat sehingga sesuai arahan Presiden pada triwulan ketiga sudah positif”, jelas Indroyono.
Ketua APHI juga menyatakan terima kasih atas semua upaya pemerintah untuk mendukung pemulihan kinerja ekspor produk kehutanan Indonesia, termasuk penguatan SVLK yang tidak hanya berperan menyediakan legalitas tetapi juga memperkuat komitmen keberlanjutan usaha.
Pada akhir paparannya, Indroyono menjabarkan beberapa upaya yang dilakukan dunia usaha untuk meningkatkan kinerja pasca Pandemi COVID-19. Upaya tersebut antara lain dialog dengan beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) seperti KBRI Seoul, KBRI Tokyo, KBRI China, KBRI Belgia merangkap Luksemburg dan Uni Eropa. Selanjutnya, penerapan kebijakan Perluasan Penampang Ekspor Produk Kayu Olahan, penerapan kebijakan Multi Usaha Kehutanan seperti hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Kemudian juga pengembangan diversifikasi produk, penguatan SVLK di pasar global, penguatan market intelligence produk kayu olahan unggulan, pertemuan bisnis untuk produk kayu olahan unggulan (via virtual), serta pemanfaatan Indonesia Timber Exchange.