Jakarta b-oneindonesia- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama basis-basis serikat tani yang ada di Jawa Barat dan Banten akan melakukan aksi “Geruduk Gedung DPR RI, Gagalkan Omnibus Law”. Aksi ini dilaksanakan untuk menuntut DPR RI dan Pemerintah segera menarik Omnibus Law-RUU Cipta Kerja dari pembahasan. Aksi ini diikuti secara serentak oleh organisasi dan serikat tani anggota KPA bersama jaringan di beberapa wilayah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jambi, dan Sumatra Utara.
Omnibus Law-RUU Cipta Kerja yang digadang-gadang sebagai jalan untuk menciptakan lapangan kerja, isinya justru mengancam jutaan kaum buruh, memudahkan PHK dan membayar murah upah para pekerja. Namun, bukan hanya mengancam kaum buruh, Omnibus Law ini juga mengancam terhadap jutaan petani karena RUU ini telah memudahkan perampasan tanah dengan dalih menciptakan lapangan kerja. Selain itu, agenda tanah untuk rakyat melalui reforma agraria juga digusur oleh Undang-Undang ini. Sebab, tanah akan dijadikan barang komoditas dan diorientasikan untuk kepentingan badan usaha milik swasta dan negara.
“Sejak awal, RUU Cipta Kerja ini memang diarahkan untuk memperkuat perusahaan dan investor skala besar. Karena itulah proses perumusannya tertutup bagi rakyat, tergesa-gesa karena melayani pesanan investor, kemudian mengabaikan kepentingan rakyat dan konstitusi. Sehingga terdapat 1200 pasal tanpa memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, politik, budaya yang akan menimpa rakyat”, demikian pernyataan resmi KPA yang diterima B-ONEINDONESIA.
Pemerintah beralasan, tumpang-tindih regulasi dan ketidakharmonisan Undang-Undang sektoral telah menjadi hambatan utama untuk menciptakan iklim investasi yang ramah bagi para investor. Padahal, iklim investasi kita buruk karena maraknya korupsi dan pungutan liar. Faktanya pemerintah dan DPR RI justru melemahkan KPK dan usaha pemberantasan korupsi. Jadi, RUU Cipta Kerja ini adalah dalih untuk merampas kesejahteraan rakyat atas nama harmonisasi UU dan investasi.
Dalam RUU Cipta Kerja, kesulitan memperoleh tanah bagi para investor dianggap sebagai salah satu hambatan berinvestasi. Menurut KPA hal ini cukup Ironis karena jawaban RUU ini adalah: permudah penggusuran! Pengaturan agraria di sektor pertanahan, perkebunan, pertanian, kehutanan, pertambangan, pesisir-kelautan, properti dan infrastruktur yang menjadi bagian utama dalam RUU Cipta Kerja ini adalah mempermudah penggusuran melalui pengadaan tanah, memberi konsesi 90 tahun kepada investor, menghapus sanksi bagi perusahaan yang merampas tanah, gusur, atau beli dengan murah tanah-tanah rakyat. RUU Cipta Kerja dinilai telah mengancam nasib kaum tani, nelayan dan masyarakat adat yang mempertahankan tanahnya. lebih lanjut KPA menyebutkan bahwa RUU ini juga akan membahayakan bangunan sendi-sendi ekonomi kerakyatan, jaminan hak atas tanah dan keamanan wilayah hidup dari petani, masyarakat adat, buruh tani/kebun, nelayan, perempuan, masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan.
KPA memaparkan hasil kajiannya, setidaknya terdapat 11 (sebelas) ancaman Omnibus Law bagi petani dan agenda reforma agraria
- Mengkhianati Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR No. IX/2001 dan UUPA 1960.
- Mendorong penggusursn dan perampasan tanah rakyat dengan menghidupkan kembali azas Domein Verklaring era kolonial;
- Memperparah konflik agraria dengan memprioritaskan pemberian tanah dan tukar guling kawasan hutan untuk kepentingan elit bisnis dan politik
- Melegitimasi praktek spekulan tanah dan menyuburkan mafia tanah lewat pembentukan Bank Tanah
- Merancang 90 tahun HGU bagi korporasi perkebunan
- Menjadikan tanah sebagai barang komoditas yang bebas diperjualbelikan dan dimonopoli oleh badan usaha swasta dan negara
- Menghapus batas maksimum luas penguasaan tanah dan sanksi bagi perusahaan yang terbukti menelantarkan tanah
- Membuka pintu kepada badan usaha asing untuk menguasai tanah di Indonesia
- Mengancam kedaulatan pangan lewat kemudahan konversi tanah pertanian dan importasi pangan
- Memenjarakan petani dan masyarakat adat yang hidup dan bertani di atas klaim kawasan hutan negara
- Menghilangkan hak dasar petani memuliahkan benih.
Berdasarkan hal tersebut, KPA menilai Pemerintah dan DPR RI telah gagal menangkap aspirasi rakyat dan mengabaikan nasib rakyat yang tengah menghadapi wabah dan krisis berlapis akibat pandemi Covid-19.
“Seharusnya dalam situasi wabah dan krisis saat ini Presiden dan DPR RI menjadi garda terdepan dalam melindungi dan menyelamatkan rakyat dari wabah Covid-19 dan menyelamatkan rakyat dari krisis ekonomi, krisis pangan, konflik agraria dan PHK”, dikutip dari pernyataan resmi KPA.
Berdasarkan hal tersebut, KPA menilai Pemerintah dan DPR RI telah gagal menangkap aspirasi rakyat dan mengabaikan nasib rakyat yang tengah menghadapi wabah dan krisis berlapis akibat pandemi Covid-19.
“Seharusnya dalam situasi wabah dan krisis saat ini Presiden dan DPR RI menjadi garda terdepan dalam melindungi dan menyelamatkan rakyat dari wabah Covid-19 dan menyelamatkan rakyat dari krisis ekonomi, krisis pangan, konflik agraria dan PHK”, dikutip dari pernyataan resmi KPA.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) juga meminta DPR RI dan Pemerintah menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja, karena kebijakan ini BUKANLAH jalan keluar bagi ekonomi Indonesia, apalagi bagi kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya RUU ini mengancam keselamatan hidup rakyat, buruh, petani, nelayan, masyarakat adat sehingga akan menimbulkan gelombang penolakan yang luas dari masyarakat sipil.
Menurut KPA, Pemerintah sebaiknya memastikan krisis akibat pandemi Covid-19 tidak semakin meluas dengan memperkuat sentra-sentra produksi pertanian, pangan, perkebunan dan peternakan rakyat yang dijamin dan dilidungi Negara. Karna terbukti, dalam situasi krisis semacam ini justru mereka lah yang bertahan. Bukan ekonomi yang bersandar pada investor.
Lebih lanjut KPA menyatakan bahwa DPR RI harus segera menjalankan perintah TAP MPR IX/2001 untuk menyelesaikan tumpang-tindih regulasi di sektor agraria dan Sumber Daya Alam dalam rangka melaksanakan agenda pembaruan agraria dan pemerintah segera melaksanakan reforma agraria yang utuh dengan keterlibatan penuh organisasi rakyat dalam setiap pelaksanaannya. Terkait tindakan-tindakan intimidatif, refresif dan usaha-usaha kriminalisasi di wilayah-wilayah konflik agraria, menurut KPA hal tersebut tidak perlu dilakukan karena hanya memperkeruh situasi agraria.