Harmonisasi Alam dan Budaya di CA Gunung Muntis NTT

NTT b-oneindonesia-Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis (CA Gunung Muntis) yang terletak di daratan Pulau Timor selain memiliki keindahan alam juga menopang kehidupan masyarakat yang tinggal disekitarnya. Hubungan antara BBKSDA NTT dan masyarakat sekitar CA Gunung Muntis terus dibina baik agar tercipta harmoni alam dan masyarakat.

Cagar Alam yang secara administratif pemerintahan berada di wilayah Kecamatan Fatumnasi dan Kecamatan Tobu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara ini merupakan sumber air dan penyedia manfaat lainnya bagi masyarakat setempat sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu hingga saat ini.

Harmoni masyarakat dan alam menjadi satu keniscayaan, agar alam lestari, masyarakat harus bahagia dan sejahtera. Perkembangan pengelolaan konservasi di Indonesia yang semakin dinamis membutuhkan terobosan yang salah satunya adalah merubah paradigma lama menjadi menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam pengelolaan kwasan konservasi. Penempatan masyarakat sebagai subyek yang merupakan salah satu dari 10 cara kelola baru kawasan konservasi yang diharapkan akan membangun rasa saling percaya antara pemangku kawasan dengan masyarakat.

Balai Besar KSDA NTT (BBKSDA NTT) sebagai perwakilan pemerintah pemangku kawasan CA Muntis tentu tidak ingin terjadi disharmoni antara pemerintah dan masyarakat. BBKSDA NTT selalu berusaha untuk menghadirkan suasana yang damai, mengajak para tokoh masyarakat untuk selalu berkomunikasi dan bermusyawarah, salah satu caranya dengan pendekatan “3 A” (Ahimsa, Anekanta, Aparigraha). Singkatnya makna filosofi tersebut, yaitu Ahimsa adalah pendekatan dengan cara damai, menghentikan semua cara-cara kekerasan. Anekanta adalah melakukan perundingan, kerukunan dan persatuan. Aparigraha adalah kesadaran semua pihak untuk datang bermusyawarah dengan kemurnian kalbu secara bersama-sama.

“Masyarakat sebagai subjek, jadi masyarakat itu diposisikan sebagai subjek atau pelaku utama dalam berbagai model pengelolaan kawasan. Harus sering turun ke lapangan, dengarkan masyarakat, kalau ada masalah, selesaikan bersama-sama,” tegas Timbul Batubara, Kepala BBKSDA NTT, saat sosialisasi dan bermusyawarah dengan para tokoh masyarakat di sekitar CA Mutis pada tanggal 17 – 18 Juli 2020, bertempat di daerah penyangga CA Mutis, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sosialisasi ini diselenggarakan dengan memperhatikan protokol kesehatan dalam tatanan normal baru (New Normal) masa pandemi Covid-19.

Timbul menambahkan jika CA yang ditunjuk melalui surat keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor : 423/Kpts-II/1999, tanggal 15 Juni 1999 dengan luas 17.211,95 hektar harus terus dijaga, utamanya dari ancaman karhutla. Dirinya mengungkapkan jika di CA Mutis, karhutla menjadi hal penting untuk diantisipasi, adanya bulan kering yang lebih panjang dan aktivitas perladangan masyarakat sekitar kawasan konservasi, serta budaya bercocok tanam dengan cara tebas bakar menjadi ancaman serius karhutla di kawasan CA Mutis.

Tercatat di NTT sejak tahun 2015-2019 telah terjadi kebakaran di 20 kawasan konservasi, dan pada tahun 2019 kebakaran terjadi dengan luas mencapai 340.152 hektar termasuk di CA Mutis seluas 260,1 hektar. Menghadapi kerawanan ini, perhatian serius dari pimpinan Kementerian LHK terus dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan.

Untuk mengantisipasi kejadian karhutla di kawasan konservasi, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK telah mengingatkan semua pengelola hutan konservasi untuk waspada melalui surat Nomor S.295/KSDAE/KK/KSA.1/4/2020 tanggal 21 April 2020 perihal Peningkatan Kewaspadaan Dalam Rangka Antisipasi Kesiagaan Kebakaran Hutan Konservasi dan Pemutakhiran Data.

Balai Besar KSDA NTT dijelaskan Timbul menyambut langkah antisipasi karhutla ini salah satunya dengan dengan cara sosialisasi dan bermusyawarah dengan para tokoh masyarakat di sekitar CA Mutis dengan salah satu filosofi “3A” tadi, yaitu dengan pendekatan Aparigraha.

“Diharapkan kegiatan sosialisasi dengan pendekatan Aparigraha ini menyatukan niat baik kita semua untuk pengelolaan CA Mutis yang lebih baik, dapat menjadi salah satu best practice dan lesson learned dalam pengelolaan kawasan bersama di CA Mutis, khususnya harmonisasi antara keberadaan alam CA Mutis dan budaya yang sangat kuat dari Masyarakat Mutis,” pungkas Timbul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *