Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berempati dengan dampak pandemi Covid-19 yang berimbas terhadap kehidupan para pekerja informal, seperti ojek online. Terlebih saat ini DKI Jakarta sedang memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang mengharuskan warga mengurangi berbagai aktivitas di luar rumah. Seperti apa kehidupan masyarakat dimasa PSBB Jilid II?
Sabtu pagi, sepeti biasa Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) memulai kegiatan akhir pekannya dengan bertemu berbagai kalangan(12/09/20).
Memang berbeda dengan PSBB sebelumnya, kali ini pengemudi ojek online diperbolehkan membawa penumpang, dengan syarat mematuhi protokol kesehatan. Namun, order penumpang tetap turun. Di satu sisi menunjukan ketaatan warga mematuhi PSBB dengan mengurangi aktifitas di luar rumah, di sisi lain membawa dampak ekonomi yang cukup signifikan terhadap pendapatan ojek online, maupun kalangan usaha lainnya. Karena itulah pentingnya pemerintah DKI Jakarta mendistribusikan bantuan secara merata, agar mereka yang terdampak PSBB seperti pengemudi ojek online, bisa tetap menghidupi diri secara layak,” ujar Bamsoet usai ngobrol santai (Ngobras) dengan para pengemudi ojek online dan pemilik warung tegal di kawasan Gondangdia, Jakarta, Minggu (20/9/20).
Adalah Ibu Iis (42), yang telah menjalani profesi sebagai pengemudi ojek online sejak 2017 di kawasan Gondangdia, tepatnya di bawah jembatan layang Kereta Api.
Sejak bercerai dan ditinggalkan suaminya tiga tahun lalu, ia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga bagi keempat anaknya. Menarik ojek mulai dari setengah 6 pagi hingga sore. Kadang, saat pandemi dan adanya kebijakan PSBB tak ada satupun nada panggil berdering di handphone nya. Itu berarti tak sepeserpun rupiah yang akan masuk dalam rekeningnya karena tak ada tumpangan maupun pesanan.
Sepi. Itulah kalimat yang pas.
Kemarin, hari Jumat, kata Ibu Iis, seharian hanya dapat 3 penumpang saja.
Hari ini masih 0 rupiah belum dapat penumpang ataupun pengiriman. “Saldo tabungan saya dari kemarin hanya ada sebelas ribu rupiah,” curhatnya kepada Bamsoet.
Hingga kini kata ibu empat anak ini, dirinya dan kawan-kawannya sesama pengemudi Ojol belum dapat bantuan sama sekali dari pemerintah, khususnya bantuan tunai.
Bamsoet menambahkan, selain Ibu Iis, kondisi serupa juga dirasakan Ibu Fitria, yang sehari-hari berjualan nasi dan lauk pauk menggunakan mobil pick up di pinggir jalan. Sebagian besar pelanggannya yang orang kantoran, tak bisa membeli dagangannya karena tak masuk kantor akibat PSBB jilid II.
“Ditengah pandemi Covid-19, Ibu Iis dan Ibu Fitria tetap mencari nafkah, karena mereka mengaku belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah provinsi. Sementara bantuan berupa Sembako maupun donasi yang didapat dari warga, tak bisa mencukupi kebutuhan harian. Karenanya rezeki tetap harus dicari. Ironis, ditengah keharusan warga berdiam diri di rumah, himpitan ekonomi malah datang menghampiri. Sementara bantuan yang merupakan hak mereka sebagai warga negara, tak bisa menutupi beban kehidupan,” tandas Bamsoet.
“Pak Rahmat sudah 5 tahun menjadi juru parkir. Saat ini pendapatan Pak Rahmat selama Pandemi menurun tajam. Jika sebelumnya bisa mendapatkan lebih dari Rp 100.000 per hari, saat ini ia hanya bisa mengantongi uang kurang dari Rp 50.000. PSBB membuat orang memilih tidak keluar rumah,” ujar Bamsoet usai bertemu Pak Rahmat.
Bamsoet mengingatkan potensi pengelolaan lahan parkir DKI Jakarta mendatangkan nilai ekonomi tinggi. Sebagai gambaran, data Dishub DKI Jakarta pada tahun 2018 pemasukan sektor parkir ke Pemprov DKI Jakarta mencapai Rp 104,55 miliar.
Karenanya, Pemprov DKI Jakarta harus efektif dan efisien dalam mengelola pendapatan yang diperoleh. Pengelolaannya harus ditujukan sebesarnya untuk pemberian bantuan sosial kepada berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya juru parkir yang selama ini telah berkontribusi terhadap pemasukan pendapatan asli daerah DKI Jakarta.
“Apalagi saat ini DKI Jakarta tengah memberlakukan kembali PSBB. Aktivitas masyarakat yang sempat pulih kembali akan terhenti. Pendapatan Pak Rahmat sebagai juru parkir, maupun kalangan pekerja informal lainnya kembali akan turun tajam. Tanpa adanya jaring pengaman berupa bantuan sosial, mereka bukan hanya akan kesulitan melainkan bisa terpuruk,” tandas Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, jangan sampai karena perut yang lapar, memaksa sebagian warga melakukan kriminalitas. Akibatnya penyebaran Covid-19 malah semakin tak terkendali, perekonomian sulit, kriminalitas meninggi.
Lebih lanjut Bamsoet mendorong pemerintah pusat hingga daerah untuk segera kembali menggelontorkan berbagai program bantuan sosial dengan tepat sasaran. Serta mengajak kalangan warga yang memiliki kondisi perekonomian cukup baik, untuk kembali mengulurkan donasinya. Tanpa semangat gotong royong saling bahu membahu memberikan pertolongan, pandemi Covid-19 bukan hanya akan membuat sulit kondisi kesehatan masyarakat, melainkan juga membuat sulit kehidupan ekonomi warga.
“Di berbagai tempat, masih banyak Ibu Iis dan Ibu Fitria lainnya, para perempuan tangguh yang tengah berjuang melawan Covid-19 sekaligus melawan himpitan ekonomi. Sekaranglah waktunya bagi kalangan kelas menengah dan atas untuk mengubur rasa individualistik dan egoisme. Tunjukan empati sosial dan kebangsaan dengan menyalurkan berbagai bantuan. Sedikit yang kita beri, akan berarti banyak bagi mereka yang membutuhkan,” ujar Bamsoet.
Bagaimana kisah lengkap Ibu Iis dan kawan-kawannya sebagai pengemudi Ojol serta Ibu Fitri yang berjualan nasi di pinggir jalan bertahan hidup? Simak perjuangannya di kanal YouTube Bamsoet Channel.