JAKARTA, b-Oneindonesia – Sejak tahun 1999 sampai 2014, telah terdapat 223 Daerah Otonom Baru (DOB) yang dibentuk. Selama 15 tahun tersebut, masih banyak daerah yang belum bisa mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan daerah, dengan masih menggantungkan perekonomiannya dari APBN. Oleh karena itu DPD RI akan menjembatani komunikasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi di daerah.
Menurut Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berdasarkan pada evaluasi Kemendagri dan Bappenas, dari 223 DOB yang terbentuk, sebagian besar memiliki Pendapatan Asli Daerah yang lebih kecil dari dana transfer pusat, sehingga daerah-daerah tersebut masih bergantung pada alokasi APBN. Hal tersebut menjadi dasar dari pemerintah untuk memberlakukan moratorium DOB sejak tahun 2014.
Oleh karena itu, DPD RI memandang hal tersebut merupakan tantangan daerah untuk berbenah diri dalam meningkatkan pendapatan daerahnya melalui inovasi dan kebijakan daerah yang tepat dalam menggali potensi daerah yang dapat diunggulkan dalam meningkatkan pendapatan daerah. DPD RI juga berharap agar pemerintah pusat senantiasa membantu dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga daerah tidak selalu bergantung kepada pendanaan dari pusat.
“Untuk itu DPD RI mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daerah serta Peraturan Pemerintah tentang Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) sebagai kebijakan nasional yang berperan sebagai roadmap penataan daerah otonom di Indonesia hingga tahun 2025”, ucap LaNyalla dalam acara Puncak Perayaan HUT ke-16 DPD RI di Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD RI (1/10).
Melalui kedua PP tersebut, lanjut LaNyalla, diharapkan akan memberikan rambu-rambu mengenai penilaian kelayakan terhadap usulan pemekaran daerah dimana pemekaran daerah akan dikaji dari berbagai aspek strategis dari sudut kepentingan nasional, kepentingan daerah, dan kepentingan sosial-ekonomi.
Sementara itu, menurut Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, ketergantungan daerah akan APBN juga mendasari pemerintah dalam mengeluarkan moratorium pemekaran daerah. Pertimbangan utama kebijakan moratorium pemekaran daerah juga didasarkan pada kemampuan keuangan negara yang belum memungkinkan, terutama karena masih diperlukannya pembiayaan prioritas-prioritas pembangunan nasional yang bersifat strategis, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sumber daya manusia.
“Terlebih dengan terjadinya wabah Covid-19, maka pemerintah telah melakukan refocusing prioritas dan rencana pembangunan yang telah ditetapkan serta merealokasi anggaran di hampir semua bidang untuk mengatasi dampak pandemi di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi,” jelas Ma’ruf.
Menurut Ma’ruf, pemerintah sangat mengapresiasi berbagai upaya DPD RI untuk mendorong kemandirian fiskal daerah. Pemerintah juga terus melaksanakan upaya meningkatkan kemandirian daerah, antara lain dengan mendorong penyelesaian berbagai masalah pasca pemekaran daerah, diantaranya permasalahan aset, batas daerah, hibah, dan pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan.
“Pemerintah juga akan turut mendukung apa yang sedang diupayakan DPD RI untuk meningkatkan sinergi dan kerja sama antara pemerintah dengan pemerintah daerah, pihak swasta, akademisi, masyarakat, dan media dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Ma’ruf Amin juga mengajak mengajak DPD RI untuk turut serta mengawal agar pilkada serentak di tanggal 9 Desember 2020 dapat berjalan dengan langsung, umum, bebas, rahasia, sukses, dan tanpa mengorbankan keselamatan jiwa dan kesehatan masyarakat. Menurut pandangan agama, menjaga keselamatan jiwa harus menjadi prioritas utama dibanding yang lainnya.
“Untuk itu kiranya kita semua jangan merasa jenuh atau merasa lelah untuk saling mengingatkan tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan, khususnya dalam pelaksanaan berbagai tahapan pilkada 2020,” ujar Ma’ruf.