Bogor, b-oneindonesia- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama para Wakil Ketua MPR RI mengunjungi Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, di kediamannya di Cikeas, Bogor. Kehadiran Pimpinan MPR RI untuk mengantarkan undangan pelantikan presiden dan wakil presiden serta mendiskusikan berbagai agenda MPR RI lima tahun kedepan. Kiprah SBY sejak mengabdi di TNI, menteri, hingga sepuluh tahun memimpin Indonesia, tentu menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang kondisi kebangsaan.
Kepada Pimpinan MPR RI, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam acara pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma’ruf Amin 20 Oktober mendatang.
Kehadiran Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhiyono dan Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarno Puteri ini akan kian mengukuhkan kekompakan para elit politik dan tokoh bangsa.
Bamsoet juga menyampaikan bahwa Bangsa Kita saat ini hanya tinggal memiliki dua mantan Presiden Republik Indonesia sebagai tokoh bangsa. Pertama, Ibu Megawati sebagai Ibu bangsa dan Bapak SBY sebagai Bapak bangsa. “Kehadiran Ibu bangsa dan Bapak bangsa ini tentu akan kian meneduhkan perpolitikan tanah air. Sekaligus memberikan pesan kepada dunia bahwa suhu politik Indonesia sangat kondusif dan para pemimpin bangsanya kompak,” ujar Bamsoet usai bertemu SBY di Bogor, Rabu malam (16/10/19).
Dalam kesempatan itu, tambah Bamsoet pimpinan MPR RI juga menyampaikan secara umum sebagai anak bangsa, butuh berbagai sudut pandang dari para tokoh seperti Pak SBY yang sudah kenyang memakan asam garam kehidupan kebangsaan. Sehingga kita bisa mengetahui apa yang masih kurang untuk kemudian diperbaiki dan disempurnakan. Karena memajukan Indonesia merupakan usaha tanpa henti, usaha berkelanjutan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah (F-PDI Perjuangan), Jazilul Fuwaid (F-PKB), Syarief Hasan (F-Demokrat), Hidayat Nur Wahid (F-PKS), Arsul Sani (F-PPP) dan Fadel Muhammad .
Bamsoet tak menampik bahwa dalam melaksanakan wewenang dan tugas MPR RI ke depan, memerlukan banyak nasehat dan pandangan serta dukungan dari para sosok negarawan dan tokoh bangsa yang sudah teruji mendarma-bhaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara. Selain itu, dalam pelaksanaan tugas ke depan, MPR akan berpedoman juga pada rekomendasi yang disampaikan oleh MPR RI 2014-2019.
“Dengan bertemu para tokoh yang menjadi pemimpin bangsa, MPR RI akan mendapat berbagai insight dan sudut pandang yang beraneka ragam. Dari situ nanti kita bisa tarik benang merahnya. Tak hanya tentang rencana amandemen terbatas UUD 1945, melainkan juga usulan tentang membuat blue print pembangunan Indonesia 50-100 tahun kedepan,” terang Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, terkait wacana amandemen terbatas UUD NRI 1945, terdapat banyak kesamaan pandangan antara Pimpinan MPR RI dan SBY. Ketua Umum Partai Demokrat menyarankan pimpinan MPR RI untuk tidak tergesa-gesa serta membuka ruang sebesar-besarnya guna menampung semua aspirasi masyarakat.
“Ide amandemen terbatas UUD NRI 1945 atau menurut istilah Pak SBY adalah penyempurnaan, tentu bukan tanpa alasan. Apalagi, amandemen terakhir dilakukan tahun 2002. Waktu 17 tahun sudah cukup bagi kita untuk mengkaji lagi, apakah UUD NRI 1945 sudah tepat atau harus dilakukan penyempurnaan kembali. Karenanya, kita buka ruang publik seluas-luasnya untuk memberikan masukan terkait amandeman terbatas UUD NRI 1945,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua KADIN Indonesia menuturkan, MPR RI akan mempergunakan golden time dalam 3 tahun pertama untuk mengkaji usulan amandemen UUD NRI 1945. Tahun pertama hingga 2020 digunakan mendengar serta menyerap semua masukan yang ada. Ditahun kedua, 2021, akan didapatkan benang merah subtansi yang dikehendaki rakyat. Dan, ditahun 2022 tinggal dibahas dan diputuskan perubahan apa yang akan diambil. Apakah diperlukan penyempurnaan atau amandemen terbatas atau belum diperlukan. Semua sangat tergantung pada kekeputusan mayoritas rakyat.
“Menurut pandangan Pak SBY, adanya aspirasi rakyat untuk amanden UUD 1945 jangan dipadamkan. Kaji dan buka seluas-luasnya pembahasan dan pengkajian tentang amandemen terbatas itu. Jika memang pada akhirnya diputuskan jadi dilakukan pemyempurnaan atau amandemen UUD NRI 1945, maka disarankan tidak lebih dari tiga tahun pembahasannya atau jangan melewati tahun 2022.
Pak SBY menilai jika lebih dari tiga tahun, atau melewati tahun 2022 jatuhnya sudah politis karena mendekati Pemilu,” pungkas Bamsoet.