Jakarta, b-Oneindonesia – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun pada November mendatang. Sejumlah nama pun mencuat jelang masa pensiun Hadi Tjahjanto. Dua nama yang santer disebut akan menggantikannya posisi Hadi ialah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat (PD) Anton Sukartono Suratto berharap, agar sosok panglima TNI pengganti Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun dapat memiliki pemahaman ancaman nirmiliter seperti pandemi Covid-19.
“Memasuki era revolusi 4.0 dan menuju 5.0, perkembangan teknologi terjadi adanya perubahan. Hal ini dapat merubah kebiasaan dan prilaku serta ancaman-ancaman yang akan dapat ditimbulkan,” ujar Anton, (29/6/2021).
Anton menjelaskan, jika era saat ini dikenal sebagai ancaman hybrida dan telah merubah perspektif ancaman di masa mendatang. Hal ini, kata Anton, termasuk ancaman Nuklir, Biologi, Kimia atau Nubika.
“Para Prajurit TNI dituntut memiliki kemampuan tempur konvensional dan kemampuan tempur kontemporer,”
Dengan kompleksnya ancaman ke depan, lanjut Anton, diharapkan agar sosok Panglima TNI pengganti Hadi memiliki segudang pengalaman penugasan operasional. Yang tentunya, lanjut Anton, juga disokong oleh latar belakang pendidikan mumpuni.
“Panglima TNI sangat bagus bila memiliki tingkat intelektual yang tinggi. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, itu prinsip,” tutur Anton.
Meski demikian, Anton enggan berbicara detail soal sosok yang tepat untuk menggantikan Panglima Hadi. Menurut Anton, keputusan sepenuhnya ada di tangan Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi TNI.
“Selain tegak lurus loyal kepada rakyat, seorang panglima TNI harus bisa menyolidkan seluruh jajaran TNI, tidak boleh terpecah, setia kepada sumpah prajurit, Pancasila dan UUD 1945 serta menjaga keutuhan NKRI,” jelas Anton.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin berharap Panglima TNI yang baru harus orang yang paham tentang operasi teritorial.
“Kalau saya berharap, untuk menyeselaikan permasalahan di republik ini, utamanya di Papua, panglima kedepan harus orang yang sangat paham tentang operasi teritorial. Jangan sampai ada lagi darah yang tertumpah,” kata Hasanuddin.
Hasanuddin juga menyoroti konflik bersenjata di Provinsi Papua yang hingga kini belum juga usai. Sejumlah upaya penyelesaian telah dilakukan, bahkan DPR kini tengah menggodok Otsus Papua, namun belum mampu menekan konflik. Situasi tak kunjung reda bahkan pertumpahan darah terus berlanjut .
“Kami sangat prihatin, Papua terus bergejolak, bahkan sejak tahun 2000 hingga kini konflik bersenjata masih terjadi. Mau sampai kapan,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Menurut Hasanuddin, operasi teritorial yang didukung dengan operasi intelejen merupakan solusi terbaik yang harus dipilih. Hasanuddin menyebut, operasi khusus ini melakukan pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan, tanpa peluru dan senjata.
“Dan TNI punya banyak prestasi gemilang dalam operasi seperti ini,” ujarnya.