Media gathering Oxfam Indonesia dalam rangka 30 Tahun Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Jakarta, b-Oneindonesia.co.id – Sudah 30 tahun perjalanan advokasi penghapusan Kekerasan Berbasis Gender, tapi tantangan selama masa pandemi malah meningkatkan Kekerasan Berbasis Gender dan memperkuat ketimpangan dalam kesetaraan gender.
Pemerintah perlu melindungi perempuan dan anak perempuan agar aman dari ancaman berbagai jenis kekerasan yang rentan dialaminya.
Perkembangan teknologi yang semestinya menjadi alat bantu yang mendukung kemajuan manusia, berbalik menjadi media berkembangnya Kekerasan Berbasis Gender di dunia maya yang dikenal sebagai Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
“Sangat disayangkan bahwa masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa isu KBGO ini belum urgent, padahal isu ini pun masih puncak gunung es. Bahaya yang ada didalamnya masih belum terkuak dan jika dibuka, sebetulnya isunya lebih rumit dari sekadar kekerasan berbasis online.” Ujar Evi Mariani, Pemimpin Umum Project Multatuli, Kamis (25/11/2021).
Di Indonesia dan secara global, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan meningkat, temasuk mendorong peningkatan perkawinan anak selama pandemi Covid-19.
“Pemulihan pandemi harus dilakukan secara adil dengan memastikan korban dan penyintas Kekerasan Berbasis Gender, termasuk KBGO mendapatkan layanan publik yang diperlukan.” Ujar Maria Lauranti, Country Director Oxfam di Indonesia.
Negara dan pemerintah juga perlu memastikan adanya respons kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender yang lebih terkoordinasi, komprehensif, dan multi-sektoral yang memungkinkan para penyintas mengakses layanan yang efektif dan berkualitas baik secara luring maupun daring (online).
Tantangan tersebut juga menjadi perhatian besar yang perlu dijawab oleh payung hukum perlindungan tindak kekerasan berbasis gender, yaitu RUU TPKS yang sejak diusulkan pada tahun 2016 mengalami kemunduran dimana RUU ini ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020 pada tanggal 2 Juli 2020, dan berdasarkan laporan KOMPAKS pada 30 Agustus 2021, RUU TPKS baru yang disusun oleh Badan Legislatif DPR RI juga memangkas 85 pasal yang berisi perlindungan bagi korban.
Pandemi telah memperburuk diskriminasi gender yang sudah berlangsung lama dan hal ini telah meningkatkan kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap kekerasan dan pelecehan.
Jika pemerintah enggak memulai strategi yang kuat dan mengalokasikan dana dan fasilitas dengan benar untuk mengatasi hal ini serta memberikan perhatian yang lebih serius terhadap kelanjutan RUU TPKS, upaya yang telah dilakukan terkait pemberdayaan dan perlindungan perempuan dalam 30 tahun terakhir akan menjadi sia-sia.