Jakarta, b-Oneindonesia – Ferry Juliantono menyebut saat ini para aktivis lebih percaya DPD RI dibanding DPR RI dalam menyampaikan aspirasinya. Bersama sejumlah aktivis yang tergabung dalam Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) mereka memaparkan temuan kebijakan pemerintah yang dirasa tidak pro rakyat.
Dipimpin Ferry Juliantono kelompok aktivis ini mengadakan pertemuan di Ruang Delegasi DPD RI Lantai VIII Gedung Nusantara III Komplek Parlemen, Senayan, Senin (6/12/2021). Sejumlah aktivis yang hadir diantaranya Jumhur Hidayat, Refly Harun, Raslinna Rasidin, Adhie Massardi, Marwan Batubara. Anthony Budiawan, Andrianto, Hendy H, Wahyono, Yos Nggarang, Hersubeno Arief dan Sarman El-Hakim.
Para aktivis ini ditemui oleh Wakil Ketua III Sultan Bachtiar Najamudin didampingi Ketua Komite III Sylviana Murni, Ketua Komite I Fachrul Razi, Wakil Ketua Komite II Bustami Zainuddin, Bambang Sutrisno (Senator Jateng) dan Habib Abdurrahman Bahasyim (Senator Kalsel).
“Kami sengaja tidak menemui DPR RI, tapi kami menyambangi DPD RI. Kami menilai DPD RI adalah lembaga yang masih bisa dipercaya. Kami berharap bisa berkolaborasi dengan DPD RI,” kata Ferry Juliantono.
Ferry Juliantono menambahkan, para aktivis datang untuk menyampaikan hasil dari pertemuan mereka pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021 lalu.
“Sumpah pemuda itu menyiratkan bahwa Indonesia ini dibangun bersama untuk semua. Tetapi saat ini hasil pembangunan Indonesia tidak untuk semua,” ujarnya.
Hal penting lain yang dipaparkannya adalah, berdasarkan hubungan internasional dan dinamika geopolitik global,Pemerintah Indonesia lebih condong memberi ruang yang begitu besar kepada China.
“Konsekuensinya merugikan kita sebagai sebuah bangsa,” imbuhnya. Ferry juga menyebut wacna Presidential Threshold 0 persen yang harus didukung bersama.
“PT 0 persen adalah sesuatu yang harus kita dukung bersama. Agar demokrasi kita tidak disabotase oleh oligarki atau kaum yang punya uang,” kata dia.
Ferry Juliantono Sebut Aktivis Menduga Pandemi Dijadikan Bisnis Oknum Pejabat
Ia juga mengaku prihatin menyaksikan banyak sekali sikap pemerintah ketika pandemi Covid-19 terkesan tidak pro rakyat. Ketika rakyat banyak yang menderita secara ekonomi dan kesehatan, justru ada pihak yang diduga mengais keuntungan.
“Kami mendapati dugaan tindak pidana KKN dalam kasus PCR. Bayangkan, pejabat di kementerian bukannya memberikan kesempatan kepada badan usaha, tapi menjatuhkan pilihan untuk usahanya sendiri,” papar dia.
Tak hanya itu, Ferry menilai ada pencatutan harga PCR untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok.
“Di awal-awal pandemi PCR itu sampai Rp2 jutaan. Sekarang meski sudah diturunkan harganya, tetap saja ada selisih keuntungan. Menteri BUMN menyebutkan hal itu ditetapkan dalam Rapat Terbatas bersama Presiden. Ini hal yang perlu kami diskusikan dan sampaikan kepada DPD RI. Ini masalah besar,” tutup Ferry Juliantono.