Jakarta, b-Oneindonesia – Pelaku kejahatan pertanahan atau mafia tanah bisa dilakukan siapapun, termasuk oknum pegawai dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menjelaskan, ada salah satu modus mafia tanah yang dilakukan adalah kolusi dengan oknum aparat BPN untuk mendapatkan legalitas.
Tercatat hingga saat ini ada 135 pegawai BPN yang melakukan kejahatan tersebut. Mereka telah dihukum secara administrasi karena melakukan pelanggaran.
“Kami terus memperbaiki internal kami. Kalau ada orang-orang BPN terlibat, kami ambil tindakan menghukum mereka secara administrasi tergantung kesalahannya,” terangnya dalam rapat dengan Komisi II DPR, Selasa (18/1/2022).
“Hukuman administratif yang diberikan tergantung dari kesalahan yang dilakukannya. Mulai dari turun pangkat, tidak diberikan jabatan, hingga dihukum pidana. “Dicopot dari jabatannya dan dipidana,” tegas Sofyan.
Meski begitu Sofyan menegaskan bahwa 135 oknum pegawai BPN tersebut bukanlah jumlah yang banyak. Sebab total pegawai BPN di seluruh Indonesia mencapai 38 ribu orang.
“Saya percaya dalam sebuah keranjang apel pasti ada 1-2 apel yang busuk, tugas kami membuang apel busuk itu supaya tidak menularkan ke yang lain. Kami serius sekali dalam hal ini, perbaikan internal,” tegasnya.
Sofyan menjamin, BPN saat ini sudah jauh lebih baik. Meskipun belum sempurna. “Sudah lebih baik dibandingkan masa lalu, layanan dan lain-lain. Ini berkat kerja teman-teman di seluruh Indonesia dalam memperbaiki diri,” ujarnya.
63 Kasus Mafia Tanah Diberangus Selama 2021
Dari 63 kasus mafia tanah di 2021 itu paling banyak menyangkut masalah pemalsuan dokumen. Tercatat ada 42 kasus terkait hal tersebut. “Ada 42 kasus itu menyangkut pemalsuan dokumen, ini yang jadi masalah,” tuturnya.
Sofyan menjelaskan, terkait kasus pemalsuan dokumen tersebut, BPN sebenarnya tidak bisa membuktikan kebenaran dokumen pertanahan
“Kalau misalnya ada orang datang bawa girik, mungkin girik palsu yang sudah dimainkan diakalin. Lalu datang ke BPN ada surat keterangan minta disertifikatkan,” terangnya.
Jika secara legal formal terpenuhi, lanjut Sofyan, maka pelaku mafia tanah itu tetap bisa mendapatkan sertifikat. Ternyata girik yang dibawa adalah palsu.
“Ini kami tidak bisa membuktikan. Jadi 66,7% kasus itu pemalsuan dokumen,” tambahnya