Jakarta, b-Oneindonesia – Gonjang-ganjing pemekaran Papua semakin menjadi-jadi. Peluang implementasi Pasal 76 UU Otsus tentang pemekaran Provinsi Papua semakin terbuka, setelah nama-nama calon provinsi di Papua disebarkan. Hal ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, khususnya Orang Asli Papua.
Sejalan dengan itu, aksi penolakan terjadi di mana-mana, terakhir di Nabire pada Kamis, 31 Maret 2022. Aksi penolakan DOB tersebut berakhir ricuh. Senator Papua Barat, Filep Wamafma, kembali angkat bicara. Menurutnya, Pemerintah Pusat seperti membuang umpan dengan meledakkan isu pemekaran. Umpan ini dengan segera ditelan oleh masyarakat dan akhirnya menimbulkan friksi, baik vertikal maupun horizontal.
“Apakah pemekaran sudah final dan menjadi satu-satunya jalan bagi Papua? Saya harus katakan bahwa ada begitu banyak persoalan di Papua yang tidak serta merta selesai dengan konsep pemekaran DOB”, kata Filep.
“Persoalan HAM yang tidak selesai, persoalan pendidikan dan kesehatan yang masih kalah dari provinsi lain, IPM yang di bawah standar; semua itu tidak bisa dengan mudah diselesaikan hanya dengan pemekaran”, Filep menambahkan.
Menurut Filep, konsentrasi terhadap berbagai perbaikan yang diamanatkan UU Otsus yang baru adalah jalan terbaik. Di luar pemekaran, ada banyak tindakan dan kebijakan afirmatif yang diperintahkan UU Otsus.
“Semua harus ingat bahwa Pasal 76 tentang pemekaran itu berada paling akhir dari UU Otsus, persis sebelum aturan peralihan. Di atas pasal tersebut, ada berbagai pasal lain yang memerintahkan kebijakan afirmatif bagi Papua”, jelas Filep dengan tegas.
“Kita sedang mempertaruhkan banyak hal di Papua. Jangan sampai pemekaran hanya menjadi ambisi politik kelompok atau oknum tertentu.” Tutupnya.