Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2019-2022, Aswanto
Jakarta, b-Oneindonesia – Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti. Dia menilai pergantian Aswanto dengan Guntur Hamzah itu tak sesuai dengan Undang-Undang MK. Apalagi pemberhentian itu karena masalah putusan yang dikeluarkannya. Bivitri menilai keputusan yang diambil DPR itu dapat membahayakan independensi MK. Dia pun ikut mendesak Presiden Jokowi tidak mengesahkan pergantian tersebut.
“Independensi peradilan itu prinsip penting secara global, hakim tidak boleh ‘dievaluasi’ di tengah masa jabatannya secara politik oleh lembaga politik berdasarkan putusannya”, kata Bivitri Susanti saat dihubungi, Jumat, 30 September 2022.
Soal Pencopotan Hakim MK Aswanto, Mahfud MD Sebut Presiden Jokowi Tak Bisa Menolak Usulan DPR
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyatakan Presiden Jokowi tidak bisa menolak pencopotan Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto oleh DPR. Dia juga menyatakan bahwa presiden tak bisa ikut campur soal prosedur yang dilakukan oleh para wakil rakyat.
Mahfud menyatakan bahwa presiden akan menindaklanjuti surat yang dikirimkan oleh DPR soal pencopotan Aswanto itu. Menurut Mahfud, dalam hukum tata negara, pemerintah bukan melakukan pengangkatan dalam keputusan jabatan publik yang ditentukan dan ditetapkan DPR.
“Tetapi meresmikan istilah hukumnya, artinya presiden tak boleh mempersoalkan alasannya gitu. Tapi kita lihatlah perkembangannya, presiden ndak bisa,” kata Mahfud saat ditemui usai mengikuti upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Sebelumnya Komisi Hukum DPR RI mengganti Aswanto dengan Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah. Penggantian itu pun telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR pada Kamis lalu, 29 September 2022.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI Bambang Wuryanto memberikan alasan pencopotan itu karena Aswanto kerap menganulir undang-undang yang disahkan oleh DPR. Anggota Fraksi PDIP itu pun menyebut Aswanto tak memiliki komitmen dengan DPR.
Pencopotan ini kemudian menuai kritikan, salah satunya dari mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Dia meminta Presiden Jokowi tidak menindaklanjuti hasil rapat paripurna tersebut.
Jimly menilai keputusan ini sebagai pemecatan hakim oleh DPR tanpa dasar dan prosedur yang benar. “DPR tidak berwenang memecat hakim MK,” kata dia.
Mahfud Md menjelaskan kalau hakim MK diusulkan oleh tiga institusi, yaitu tiga dari Mahkamah Agung atau MA, tiga dari DPR, dan tiga dari Presiden.
“MK bikin surat karena ada perpanjangan ini akan diteruskan, tapi DPR menanggapi dengan menarik wakilnya (Aswanto),” kata Mahfud yang juga mantan Ketua MK ini.
Untuk itu, Mahfud mengaku tidak tahu mekanisme di DPR dan memastikan pemerintah tidak akan ikut campur. Walau demikian, kejadian pencopotan Aswanto ini sudah membuat pemerintah bereaksi.
“Kalau di DPR mekanismenya saya tidak tahu di MA juga saya tidak tahu, yang pemerintah akan kami olah agar tidak terjadi kejutan-kejutan,” kata dia.
Mahfud menyebut pemerintah akan membuat mekanisme kalau ada pergantian hakim MK yang menjadi wakil dari pemerintah.
“Kami nanti akan bicarakan, karena ini baru dan agak mendadak, sehingga tidak tahu juga dan kami tersadar, bahwa kami harus membuat mekanisme itu (pergantian hakim MK dari wakil pemerintah),” kata dia.
Ditanya lagi soal adanya kejanggalan dalam pencopotan Aswanto ini dengan posisinya sebagai mantan hakim MK, Mahfud enggan menjawabnya.
“Saya enggak akan bicara sebagai mantan hakim MK,” ujarnya.