Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama tokoh 66, Akbar Tanjung, Effendy Hutabarat, Cosmas Batubara, Fahira Idris (Anak tokoh 66 Fahmi Idris) merelokasi Tugu Tritura 66 dari Jalan HR. Rasuna Said ke Taman Menteng, Jakarta pada Rabu (5/10).
Jakarta, b-Oneindonesia — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru saja merelokasi Tugu Tritura 66 dari Jalan HR. Rasuna Said ke Taman Menteng, Jakarta pada Rabu (5/10).
Pengamat politik Adi Prayitno menilai ada pesan terselubung Anies dan berkaitan dengan kontestasi Pilpres 2024 yang berpotensi melawan tokoh dari partai trah Sukarnois, yakni PDIP.
Monumen Tritura 66 merupakan simbol pergerakan mahasiswa kala merongrong pemerintahan Sukarno. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang menjadi motor pergerakan kala itu.
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) dicetuskan kala Indonesia terjerembab dalam jurang ekonomi yang dalam pada tahun 1966. Inflasi sangat tinggi. Selain itu juga baru saja ada peristiwa pembunuhan terhadap enam jenderal TNI AD yang disinyalir berkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Berikut isi Tritura yang diserukan mahasiswa pada 1966.
1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
2. Perombakan Kabinet Dwikora (bentukan Sukarno)
3. Turunkan harga pangan
Selang beberapa lama kemudian, terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Secara perlahan kekuasaan yang dipegang Sukarno luntur hingga lengser setahun kemudian atau pada 1967.
Relokasi Tugu 66 dirancang oleh Dolorosa Sinaga yang dikenal sebagai pematung ulung lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Pada tahun 1992, tugu diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Anies lalu merelokasi Tugu 66 dari Jalan HR. Rasuna Said ke Taman Menteng Pada 5 Oktober 2022. Dia mengatakan usulan pemindahan berasal dari almarhum Fahmi Idris yang merupakan aktivis Angkatan 66.
Pemindahan juga tak lepas dari pembangunan LRT di Jalan HR. Rasuna Said. Visual dari Tugu 66 jadi tidak terlalu terlihat oleh khalayak.
“Tentang kondisi monumen di kawasan Jalan Rasuna Said yang saat itu ada proses konstruksi dan lain-lain sehingga kehadirannya sebagai monumen berkurang efektifitasnya,” kata Anies.
Dalam kesempatan itu, dia juga menceritakan kembali bahwa ayahnya adalah Aktivis KAMI di tahun 1966. Anies merasa menjadi bagian dari keluarga besar gerakan mahasiswa di tahun tersebut.
Anies pun mengundang sejumlah aktivis senior seperti Akbar Tanjung dan beberapa tokoh lainnya saat merelokasi Tugu 66.
“Jadi dirunut saya ini seorang anak yang lahir dari pertemuan aktivis-aktivis KAMI. Kalau waktu itu tak ada KAMI, ayah ibu saya tak jumpa,” kata Anies.
Pesan Tersirat Anies
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menganggap keputusan Anies merelokasi Tugu 66 tak cuma sebatas kerja-kerja sebagai gubernur. Menurutnya, ada pesan politik berkaitan dengan Pilpres 2024 yang tak disampaikan secara langsung.
Menurut dia, Anies ingin menyampaikan bahwa dirinya siap berhadapan dengan trah Sukarnois di Pilpres 2024 mendatang.
Adi menganggap Anies ingin menyampaikan pesan tersirat bahwa dirinya siap menghadapi PDIP yang merupakan trah Sukarnois yang dulu dirongrong oleh Aktivis 66.
“Anies secara tidak langsung ingin menunjukkan bahwa dia keturunan Aktivis 66 yang dulu keras terhadap Sukarno. Seolah ingin menunjukkan di 2024 siap berhadapan atau berkompetisi secara terbuka dengan trah Sukarnois,” kata Adi, Kamis (6/10)
Ada beberapa variabel yang Adi soroti antara lain:
(1) pemilihan waktu relokasi Tugu 66,
(2) pendeklarasian Anies sebagai capres oleh NasDem serta
(3) potensi melawan capres dari PDIP di Pilpres 2024.
Adi menyinggung soal langkah Anies dalam memilih waktu karena baru sekarang melakukan relokasi. Menurutnya, jika Anies memang peduli dengan visual Tugu 66, seharusnya sudah direlokasi sejak LRT masih dalam tahap desain atau mulai dibangun.
Namun, Anies memilih untuk merelokasi jelang Pilpres 2024 dan setelah dirinya dideklarasikan sebagai calon presiden oleh Partai NasDem. Menurut Adi, mau tak mau, wajar jika ada yang menafsirkan gelagat Anies itu bermuatan pesan politik.
“Yang menarik itu kenapa baru sekarang? Kenapa enggak dari dulu? Karena baru sekarang ada momen politik,” kata Adi.
Versus Trah Sukarnois
Selain itu, Anies pun mengundang aktivis senior dalam acara relokasi. Anies juga menyebut dirinya keturunan dari Aktivis 66.
Menurut Adi, Anies berupaya membangun kembali ingatan sejarah masyarakat tentang pergerakan massa menentang Rezim Sukarno pada 1966.
Seolah ingin mengingatkan kembali bahwa sejarah Indonesia, terutama mengenai pembangunan politik dan demokrasi, tidak hanya milik Sukarno. Sebaliknya, justru ada masa ketika mahasiswa dan aktivis menentang Sukarno dan berperan dalam kedewasaan politik demokrasi di Indonesia.
“Konteksnya ingin membangkitkan memori masa lalu bahwa Anies juga darah pejuang. Terutama yang berseberangan dengan Sukarno,” jelasnya.
Menafsirkan gelagat Anies tak bisa dilepaskan dari konteks Pilpres 2024 dan hubungannya dengan PDIP. Sejauh ini, PDIP kerap mengkritik kinerja Anies selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Tidak menutup kemungkinan Anies pun bakal berhadapan dengan tokoh yang dilahirkan dari PDIP selaku partai trah Sukarnois di Pilpres 2024.
Adi melihat sikap Anies dalam merelokasi Tugu 66 mengandung pesan bahwa dirinya siap berkontetasi dengan tokoh dari PDIP yang merupakan partai trah Sukarnois.
“Perlu diingat bahwa Anies bukan lagi dosen, bukan lagi gubernur. Dia adalah kandidat calon presiden. Makhluk politik yang ucapan dan tindakannya mengandung makna tertentu,” tutupnya.