Oleh : Abdul Kholik
Jakarta, b-Oneindonesia – Bung Karno pernah bilang, “Siapa yang menggenggam hari depan di tangannya, maka dialah yang digemari pemuda di hari sekarang.” Survei membuktikan, hari ini Prabowo Subianto digemari atau diidolakan pemuda.
Di kalangan Generasi Zenial (Gen Z) atau Pemilih Pemula, Prabowo memang menjadi idola mereka. Itu hasil penelitian IDN Riset Institute untuk sub penelitian tentang pandangan politik, dirilis Jum’at (23/12/22). Dalam riset itu Jokowi memperoleh 18%, PS08 17% dan Ganjar 12%. Selebihnya tokoh lain. Karena Jokowi batal nyapres tiga periode, berarti Capres yang prosentasenya tertinggi adalah PS08.
Mengapa PS08 memperoleh prosentasi yang tinggi ? “Generasi Z mencari pemimpin dengan kriteria, memiliki visi yang jelas, memiliki integritas sehingga tidak korupsi, dan memiliki pengalaman politik,” tulis IDN Riset Institute dalam laporannya.
IDN Riset Institute menggunakan metode kuantitatif dengan random sampling di 12 Kota di Indonesia, melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) serta mengembangkan dan menulis laporan berdasarkan analisis data yang diperoleh.
Dalam penelitian ini, Gen Z adalah mereka (laki-laki dan perempuan) yang berusia 15 sampai 24 tahun di tahun ini. Mereka dibagi menjadi dua kategori, (1) remaja berusia 15-20 tahun, (2) muda berusia 21-24 tahun.
Sebelum IDN melakukan riset, Lembaga Survei Nasional (LSN) telah melakukan survei pada 29 Okt – 02 Nov 2022 di 34 Provinsi, dengan jumlah sampel 1.230 responden. LSN mensurvei Generasi Millenial dan Gen Z sekaligus.
Di survei LSN itu, untuk Generasi Millenial yang identik dengan pemilih rasional, PS08 mendapatkan elektabilitas 33,5%, Anies 21%, dan Ganjar 18,2%. Sisanya (26,5 persen) menjawab tidak tahu atau memilih tokoh lain. Dan untuk Gen Z, atau pemilih pemula (first-time voters), “PS08 dipilih 36,7%, Ganjar 21,9% dan Anies 18,5%. Sisanya 22,9% tidak tahu atau memilih yang lain”, kata Direktur Eksekutif LSN Gema Nusantara Bakry Jumat (4/11).
Generasi Milenial adalah mereka yang lahir pada periode 1981-1996 (usia 26-41 tahun), jumlahnya mencapai 69,90 juta jiwa (25,87 persen dari total penduduk). Generasi Zenial adalah mereka yang lahir pada periode 1997-2012 (usia 10-25 tahun), jumlahnya 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total populasi. Data ini berdasarkan sensus BPS tahun 2020 yang dirilis Kamis, 21 Januari 2022.
Total Generasi Millenial (25,87%) dan Gen Z (27,94%) adalah 53,83% dari total jumlah penduduk Indonesia 270,2 juta jiwa. Dua generasi ini (millenial & zenial) kita sebut sebagai pemilih muda.
Karakteristik Dan Kebutuhan Pemilih Muda
Seperti disebut IDN di atas bahwa Gen Z mencari pemimpin dengan kriteria yang memiliki visi jelas, memiliki integritas sehingga tidak korupsi, dan memiliki pengalaman politik. Ini sejalan dengan hasil berbagai survei, seperti CSIS, Indikator Politik dan Litbang Kompas bahwa isu korupsi menjadi perhatian utama anak muda.
Juga Generasi Millenial yang identik dengan pemilih rasional. Mereka dalam menentukan pikiran, sikap dan keputusan untuk menjatuhkan pilihan itu didasarkan pada faktor-faktor objektif, rasional dan masuk akal. Ukurannya adalah track record objek pilihan ; pengalaman, kemampuan, prestasi dan kejelasan visinya. Jadi bukan hanya rekam jejak (pengalaman) saja, tapi visi juga harus jelas. Karena visi itu bukan mimpi, melainkan cita-cita yang terkonsep.
Selain di atas, karakterisktik dan kebutuhan pemilih muda yang lain adalah pertama, lapangan kerja. Tingkat pengangguran usia muda di Indonesia saat ini mencapai 20 persen (CORE Indonesia). Data ILO menyebut, pengangguran usia 15-24 tahun mencapai 16 persen pada 2021. Ini masalah riil. Calon pemimpin mesti punya visi jelas soal pengangguran ini, visi yang realistis dan menyelesaikan masalah.
Kedua, partisipasi pemilu di kalangan pemilih muda cukup tinggi. Di pemilu 2019, jumlah pemilih muda 50,4%. Sementara tingkat partisipasi pemilih saat itu 80%, tertinggi kedua sejak pemilu 1999. Itu berarti ada banyak anak muda yang menggunakan hak pilihnya. Bagaimana partisipasi mereka di pemilu 2024 ini ? Tergantung Anda, sebagai kader partai. Partai apa pun, bukan hanya Gerindra.
Partisipasi dalam pemilu (datang ke TPS dan mencoblos) itu satu saja dari sekian banyak bentuk partisipasi politik. Menjadi relawan Capres, menjadi anggota dan Pengurus Partai, menyampaikan petisi protes pada pemerintah, aksi-aksi massa di jalanan, protes-protes di sosial media, melakukan makar, kudeta, pemberontakan dan mengobarkan revolusi adalah partisipasi politik dalam bentuk yang lebih luas.
Nah, tingkat partisipasi poitik pemuda pasca Reformasi 1998 itu sangat tinggi, setidaknya jika dibandingkan ketika Orde Baru. Ini keadaan yang kondusif untuk menggiring dan mengarahkan mereka terlibat aktif dalam partisipasi politik elektoral (pileg, pilpres, pilkada). Soal bisa atau tidak, ya lagi-lagi tergantung Anda, sebagai kader partai. Partai apa pun, bukan hanya Gerindra.
Ketiga, pemilih muda sudah menyatu dengan penggunaan teknologi digital. Penetrasi internet untuk kategori umur 19-34 tahun mencapai 98,64 persen. Penetrasi pemilih muda terhadap medsos mencapai 90 persen. Oleh karena itu, mereka bukan sekadar voters pembentuk konfigurasi politik nasional. Lebih dari itu, mereka adalah penguasa digital, pemilik teknologi kecerdasan buatan, teknologi persenjataan tempur, teknologi pertanian, mikroelektronik, teknologi kesehatan, energi dan ruang. Demikian pula, teknologi kuantum yang penuh dengan janji dan harapan. Merekalah yang membentuk masa depan bangsa.
Hoax & Kontroversi Melanda Pemilih Muda
Namun, seiring dengan massifnya informasi digital, Gen Zenial dan Milenial sebagai swing voters (pemilih mengambang) juga tidak lepas dari serbuan informasi hoax dan kontroversial.
Itu sebabnya ada tokoh populer yang menggunakan berbagai macam cara kontroversial di twitter ataupun hoax di Youtube yang kini membanjiri echobox digital Indonesia. Tentu saja, ini merupakan pendidikan politik yang buruk, karena akan membentuk mental dan paradigma pemilih muda menjadi generasi pemarah dan pendendam serta menganggap kebohongan dan tipu-menipu sebagai hal yang wajar dan lumrah dalam politik.
Karena, meskipun mereka pemilih rasional namun belum tentu memiliki filter terhadap konten-konten kontroversial dan hoax. Hal ini sudah terbukti ketika Pilpres 2019. Begitu banyak pemilih marah yang kemudian dieksploitasi oleh salah satu capres untuk menjadi konstituennya. Itu dilakukan dengan terus-menerus menciptakan konten-konten hoax dan provokatif agar mereka terus marah dan sampai akhirnya memilih calon tersebut.
Dalam berbagai kesempatan, PS08 terus menyoroti dan mensikapi perkembangan keadaan tersebut. Tapi beliau tidak larut. Meskipun sering menjadi sasaran hoax “Prabowo Sasaran Empuk Serangan Politik’, beliau tidak pernah menginstruksikan untuk membalasnya. Beliau malah memberikan contoh beretika politik sebagai bagian dari pembelajaran dan suri tauladan tentang berpolitik dengan integritas dan dignity. Beliau lebih suka adu gagasan atau ide.
Menurut Prabowo, menjadi pejuang politik itu jangan menempuh jalan yang sesat seperti hoax dan menciptakan konten kontroversi yang terus-menerus memanasi rakyat. Ciptakan suasana sejuk dan damai.
Saya percaya, karena sikap inilah, salah satu penyebabnya, beliau diidolakan pemilih muda.
Senin Legi, 26 Desember 2022