B-Oneindonesia.co.id – Jelang pilkada serentak tahun 2020 di Indonesia, KPU (Komisi Pemilihan Umum) RI melarang mantan narapidana (Napi) korupsi alias koruptor ikut maju calon kepala daerah, kembali jadi polemik keras. Pro kontra pun membuat tensi politik pilkada serentak semakin menghangat.
Indonesian Public Institute (IPI) mengangkat fenomena politik ini dalam diskusi terbuka menampilkan sejumlah pakar dan praktisi di Hotel Ibis Budget, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
“Kita tentu bersepakat untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Perilaku korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial yang menggerogoti uang Negara,” kata Direktur Eksekutif IPI, Karyono Wibowo.
Soal menggerogoti keuangan Negara itu, Karyono mengakui, pada titik ini semua memang sepakat. Diskusi yang digagasnya kali ini, menurut Karyono, bukan mempersoalkan hal tersebut. Tapi, lebih membahas persoalan pencegahan secara lebih substansi.
“Membedah fenomena pencegahan korupsi yang hendak dilakukan oleh KPU,” tegas Karyono.
Pasalnya, KPU tetap keukeuh akan memasukkan kembali pasal tentang larangan mantan Napi korupsi untuk mengikuti konstetasi Pilkada ke dalam Rancangan PKPU (Peraturan KPU). Praktis, KPU siap menerbitkan peraturan yang pada hakekatnya melarang mantan Napi korupsi menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Sayangnya, upaya KPU tersebut masih tetap menuai kontroversi, bahkan polemik pro dan kontra semakin meruyak.“Di satu sisi, niat baik KPU dinilai positif. Tapi di sisi lain, KPU dinilai melampaui kewenangannya dan melangkahi undang-undang, menabrak putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung,” kata Karyono.
Lebih kontroversial lagi, upaya terobosan KPU itu, ada yang menilai melanggar HAM. “Bahkan dinilai melanggar hak azasi manusia (HAM),” ujar Karyono.
IPI menggelar diskusi dengan Tema: “Mengupas Polemik Larangan Eks Narapidana Korupsi Maju di Pilkada”. Sebagai penggagas diskusi, Direktur Eskekutif IPI Karyono jadi pembicara. Pembicara lainnya, yaitu Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia), Hugua (Anggota DPR RI Komisi II F-PDIP), dan Pangi Syarwi (Pengamat Politik Voxpol Center). Modertor : Miartico Gea.
Kabar buruk bagi mantan Narapidana Koruptor, mantan bandar narkoba atau mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak untuk maju sebagai calon kepala daerah.Pasalnya, Komisioner KPU Evi Novida Ginting sebelumnya mengatakan, “Dalam perubahan PKPU untuk Pilkada Serentak 2020, akan melarang pencalonan bagi mantan napi koruptor, mantan bandar narkoba dan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak untuk maju sebagai calon kepala daerah
Hal itu merupakan penambahan persyaratan bagi seseorang maju di Pilkada 2020. Penambahan syarat ini untuk memastikan kepada masyarakat, mereka memiliki calon kepala daerah yang bebas korupsi di Pilkada Serentak 2020 mendatang. Demikian disampaikan Evi dalam rapat dengan Komisi II DPR, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin pada 11 November.
“Masih perubahan syarat calon. Perubahan syarat calon yang lain adalah pasal 1 huruf H, larangan mencalonkan diri dari mantan bandar narkoba atau mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak. Ini dalam PKPU sebelumnya sudah ada,” kata Evi.
“Kemudian kita tambahkan bagi mantan terpidana korupsi dengan alasan adalah untuk memberikan pilihan calon kepada masyarakat yang bebas korupsi, tegasnya.