Jakarta, b-oneindonesia- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai pemikiran dan sumbangsih Halim ulama dalam kehidupan kebangsaan kerap kali selalu lebih maju dibanding kalangan lainnya. Bisa dilihat dari hasil Musyawarah Nasional Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September 2012 lalu yang merekomendasikan Indonesia kembali ke sistem perwakilan dalam pemilihan pemimpin nasional dan daerah. Rekomendasi tersebut menyebutkan Presiden-Wakil Presiden dipilih oleh MPR RI, Gubernur-Wakil Gubernur melalui DPRD Provinsi, Bupati-Wakil Bupati melalui DPRD Kabupaten, dan Walikota-Wakil Walikota melalui DPRD Kota.
“Disaat kini masyarakat mulai ramai membicarakan amandeman UUD NRI 1945, dengan berbagai saran dan masukannya, PBNU justru sejak tahun 2012 sudah bersuara. Sila ke-4 Pancasila yang berbunyi ‘Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan’ menjadi fokus utama mengembalikan pemilihan secara tidak langsung. Usulan PBNU tersebut patut dihormati dan bahkan menarik untuk dikaji lebih mendalam,” ujar Bamsoet usai memimpin rombongan MPR RI menjalin silaturahim kebangsaan dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/19).
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah (F-PDI Perjuangan), Jazilul Fawaid (F-PKB), Hidayat Nur Wahid (F-PKS), dan Fadel Muhammad (Kelompok DPD).
Sedangkan jajaran PBNU yang hadir antara lain Ketua Umum PBNU Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, Bendahara Umum PBNU Dr. Ing, Bina Suhendra, Ketua PBNU yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Robikin Emhas, SH., MH, Ketua PBNU Prof. Dr. Ir. Mochammad Maksum Machfoedz, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Drs. H. Masduki Baidlowi, dan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Andi Najmi.
Bamsoet senang, silaturahim kebangsaan MPR RI dengan PBNU telah menghasilkan diskusi menarik. Dari mulai dukungan pengurus PBNU terkait perlunya amandemen UUD NRI 1945 untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara, hingga pembenahan dan penyempurnaan sistem ketatanegaraan menyangkut dihadirkan kembali Utusan Golongan dalam lembaga legislatif.
“Diskusi juga menyasar kondisi sosial dan ekonomi bangsa Indonesia. Khususnya keberadaan Pasal 33 UUD NRI 1945 yang perlu diperkuat agar Indonesia bisa berdikari di bidang ekonomi. Saya sejalan dengan PBNU yang menilai permasalahan toleransi di Indonesia sebetulnya sudah selesai. Sejak dahulu bangsa Indonesia terbukti dengan jiwa toleran yang luar biasa. Ditengah keberagaman suku, agama, ras, dan golongan, Indonesia hingga kini terbukti tetap gagah berdiri tegak ditengah bangsa-bangsa dunia lain yang tercerai berai,” kata Bamsoet.
Lebih lanjut, Bamsoet menambahkan, permasalahan utama bangsa saat ini sebagaimana disampaikan PBNU, adalah masih lebarnya jurang ketimpangan sosial dan kemiskinan, hukum yang belum tegak, keadilan masyarakat yang ternodai, hingga sumber daya alam yang dikuasai segelintir pihak. Konsentrasi PBNU kepada masalah ekonomi melengkapi kiprah PBNU yang telah menjadi penyangga perdamaian, persatuan, dan kesatuan Indonesia.
“Berdasarkan survei Alvara Research Center, jumlah penduduk Indonesia yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama (NU) pada akhir 2016 mencapai 79 juta jiwa. Bukan hanya jumlahnya yang besar, peran NU terhadap Indonesia terbukti juga sangat besar. Salah satunya warisan pendiri NU, KH. Hasyim Asy’Ari, yang menanamkan ajaran Hubbul Wathon Minal Iman, Cinta Tanah Air sebagian Dari Iman,” ujar Bamsoet.