Jakarta B-ONEINDONESIA Disrupsi pada era digitalisasi membuat perubahan di segala sektor terutama ekonomi bisnis dan manufaktur menjadi cepat dan sangat dinamis sehingga memaksa siapapun yang terlibat inovasi sebagai cara untuk maju dan sebagian mencari cara agar tetap bertahan. Perbankan juga sektor yang terkena dampak teknologi dengan resiko shadow Banking yang diterima.
Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam acara tahunan BI yang berlangsung Kamis (28).
Perkembangan teknologi digital bertumbuh secara luar biasa seperti internet of things (IoT) hingga artificial intelligence, blockchain, distributed ledger technology (DLT) dan robotic.
“Ini mengubah secara mendasar terhadap proses produksi yang disebut dalam era industri 4.0, perdagangan ritel melalui e-commerce, hingga di bidang pendidikan, kesehatan, dan berbagai segmen kehidupan,” ujar Perry.
Di dunia keuangan, inovasi teknologi digital telah memunculkan pesatnya perkembangan Financial Technology (fintech) dalam sistem pembayaran maupun berbagai jasa keuangan seperti crowd-funding, peer-to- peer lending, asuransi, dan wealth management.
Perry menyebutkan teknologi digital telah membuat bisnis jasa keuangan yang biasa dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya semakin berkembang dan diambil alih oleh fintech dan memunculkan risiko shadow banking.
“besarnya investasi dalam teknologi digital mendorong konsentrasi usaha dan memunculkan sejumlah perusahaan raksasa dunia, atau big tech. Mereka menguasai berbagai bisnis ekonomi dan keuangan digital di berbagai dunia. Bahkan, beberapa diantaranya menerbitkan virtual atau crypto-currency swasta yang menjadi kewenangan bank sentral,” ujar Perry.