GMNI Kecam Tindakan Intoleransi Di Sumatera Barat

B-ONEINDONESIA Umat Kristiani di dua kabupaten di Sumatera Barat dilarang beribadah dan melakukan perayaan Natal. Kejadian pelarangan ibadah dan perayaan Natal ini terjadi di Nagari Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung dan di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasray.Terdapat kurang lebih 212 KK beragama Kristen dan Katolik tidak dapat menyelenggarakan perayaan Natal karena penolakan yang dilakukan oleh gabungan oknum perangkat nagari, ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai setempat.

Warga yang beragama Kristen dan Katolik di Jorong Sungai diminta untuk membuat surat perjanjian agar tidak melaksanakan ibadah apapun termasuk merayakan hari Natal secara bersama-sama. Mereka juga diajurkan untuk merayakan Natal di rumah masing-masing atau merayakannya di Kota Sawahlunto yang jaraknya ratusan kilometer. Larangan itu ternyata bukan kali ini saja karena sudah diberlakukan setiap tahunnya.

Sekjen DPP GMNI, Sujahri Somar kepada B-ONEINDONESIA pada Kamis (19/12) mengatakan bahwa kejadian ini jelas bertentangan dengan kebebasan beragama dan hak untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.

“Sulitnya pemberian ijin rumah ibadah  merupakan bentuk ketidaktegasan pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada semua warga negara tanpa terkecuali dan tidak membeda-bedakan agama. Pada kenyataannya masih banyak kejadian intoleransi, pelarangan ibadah dan perusakan rumah ibadah di banyak daerah di Indonesia. Kementerian Agama RI serta Presiden seolah menutup mata akan kejadian-kejadian tersebut.”, ujar Sujahri.

DPP GMNI mengecam keras segala bentuk diskriminasi umat beragama dan pemeluk aliran kepercayaan dalam bentuk pelarangan ibadah. Sujahri  menyampaikan bahwa pelarangan perayaan Natal  yang terjadi di beberapa daerah di Sumatera Barat itu bertentangan dengan semangat dasar Negara Pancasila dimana sesuai Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang mengandung prinsip bahwa, Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dan beribadah dengan cara yang leluasa.

“Pada prinsipnya segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara berkebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, berkeadaban dengan sikap saling hormat menghormati sesama pemeluk agama dan kepercayaan,” tambahnya.

GMNI juga berupaya mendesak  evaluasi atas Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Khususnya Pasal 14 yang dipakai sebagai alat bagi aksi-aksi intoleransi, kekerasan dan pelarangan ibadah oleh oknum-oknum yang tidak menghargai realitas keberagaman di Indonesia.

“Kami mengajak seluruh elemen kebangsaan untuk tetap memegang teguh semangat Kebhinekaan dan Keberagaman serta terus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa demi kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, Pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *