Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong ekonomi lokal melalui program Perhutanan Sosial. Di tengah melambatnya ekonomi karena pandemi Covid-19 Corona, perhutanan sosial diyakini mampu bertahan karena tidak bergantung dari komponen impor.
Selain mengkampanyekan minum produk herbal dengan cara membeli hasil produksi petani hutan, KLHK juga memberikan bantuan alat ekonomi produktif kepada masyarakat, dan bantuan pengembangan usaha Perhutanan Sosial.
”Alhamdulillah alat ekonomi produktif ini sudah diterima kelompok masyarakat yang menjadi sasaran. KLHK akan lebih intensifkan lagi program perhutanan sosial, karena terbukti mampu menyediakan lapangan pekerjaan, dan bahan baku industri. Selain itu juga dapat meningkatkan ekonomi di pedesaan, seraya meningkatkan nilai tutupan hutan,” kata Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, Selasa (31/3).
Bantuan ekonomi produktif tahap awal diberikan kepada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Sinar Mandalawangi di Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut dan KUPS Mandalagiri 1 di Desa Rancasalak, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Bantuan tersebut antara lain berupa alat roasting kopi yang berguna untuk memanggang kopi sehingga memunculkan rasa asli biji kopi agar rasanya lebih nikmat. Juga ada bantuan grinder kopi yang berfungsi untuk menggiling atau menghaluskan biji kopi, serta berbagai alat pendukung lainnya yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktifitas petani.
Pendekatan perhutanan sosial dijelaskan Menteri Siti bersifat holistik dan integratif, artinya pendekatan hulu melalui pengembang komoditas agroforestri, silvofisheri dan silvopastura, dan mengembangkan produk untuk tujuan pemenuhan kebutuhan pangan dan input untuk kebutuhan industri di beberapa komoditas. Ini dikenal dengan pendekatan ekonomi subsisten.
Hingga 22 Maret 2020 telah ada 6.940 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Terdiri dari komoditas agroforestri (32%), buah-buahan (15%), wisata alam (12%), kayu-kayuan (11%), Kopi (8%), tanaman pangan (8%), madu (4%), aren (3%), hasil hutan bukan kayu lainnya (3%), rotan dan bambu (3%), dan kayu putih (1%).
Untuk menjaga program ini tetap memberi kontribusi di tengah ancaman perlambatan ekonomi, KLHK memberikan bantuan ekonomi produktif dan bantuan pengembangan usaha perhutanan sosial (Bang PeSoNa), serta terus mensosialisasikan ajakan mengkonsumsi produk herbal dari masyarakat petani hutan.
”Bantuan ini mendorong agar masyarakat bisa menjalankan kegiatan usaha perhutanan sosial yang memberi nilai tambah produk mereka. Ini penting untuk menumbuhkan optimisme bersama di masa pandemi Covid-19, sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat di Desa,” kata Menteri Siti.
Berdasarkan hasil evaluasi KLHK, pemberian bantuan alat ekonomi produktif mampu meningkatkan nilai tambah produk secara signifikan. Misalnya kopi dari cherry menjadi bubuk kopi ada penambahan nilai tambah sebesar 30-40%.
Bantuan alat ekonomi produktif nantinya akan disebarkan kepada kelompok-kelompok tani hutan di lima wilayah Balai Perhutanan Sosial. Diantaranya di Sumatera, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua-Maluku.
Adapun besaran anggaran yang disiapkan mencapai Rp 47 miliar, berupa pengadaan 470 alat ekonomi produktif dan Rp 50 miliar melalui peningkatan kapasitas pembangunan Perhutanan Sosial Nasional atau “Bang Pesona” untuk modal usaha.
”Dalam pelaksanaan kegiatannya nanti tetap sesuai dengan kaidah pencegahan penyebaran Covid-19. Saya terus mengajak masyarakat mengikuti imbauan pemerintah agar virus Corona tidak menyebar, serta meningkatkan imunitas tubuh dengan minum jahe, wedang uwuh, dan rimpang-rimpangan lainnya yang bermanfaat bagi peningkatan daya tahan tubuh,” ajak Menteri Siti.
Sebelumnya, KLHK telah membeli produk hasil usaha petani hutan, untuk disalurkan kepada tenaga medis yang bertugas di garda terdepan penanganan virus Covid-19 Corona.
Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, disiapkan 2.000 paket produk herbal yang disalurkan ke berbagai RS rujukan pasien Corona. Selain itu, 5.000 paket lainnya juga disediakan lima Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan pada masing-masing wilayahnya, dengan total anggaran mencapai Rp780 juta.