Pekanbaru, b-Oneindonesia – Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) diarahkan menjadi salah satu solusi permanen pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). TMC dilakukan terutama di provinsi rawan karhutla melalui rekayasa hujan dengan penyemaian awan. Pada tahun 2020, operasi ini sudah dilaksanakan sejak Februari hingga saat ini masih terus dilaksanakan di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Basar Manullang, mengungkapkan bahwa operasi TMC ini dilaksanakan untuk menindaklanjuti arahan Presiden dan Menteri LHK untuk melakukan mitigasi dan upaya menetapkan solusi permanen dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan TMC merupakan upaya sinergi bersama dan dukungan para pihak meliputi KLHK, BPPT, BNPB, TNI AU, BMKG dan Satgas Dalkarhutla Provinsi.
“Periode ketiga ini, TMC dilaksanakan di Riau sejak 24 Juli 2020 hingga saat ini (30/9), kita lakukan 50 sorti dengan NaCl yang disemai sebnyak 40 ton dengan perkiraan menghasilkan air hujan 108,5 juta m3, operasi dinilai cukup berhasil mengurangi dan memitigasi terjadinya kebakaran,” sebut Basar.
Selanjutnya, Basar mengungkapkan selain di Riau TMC juga dilaksanakan di Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat. Posko operasi yang berpusat di Sri Mulyono Herlambang Palembang ini telah melakukan penyemaian awan sebanyak 40 sorti dengan NaCl yang disebar sebanyak 83,25 ton.
“Sampai dengan kemarin (29/9), TMC yang kita lakukan sudah menghasilkan hujan dengan volume yang cukup untuk membasahi lahan sehingga menurunkan potensi karhutla,” ungkap Basar.
Menurut laporan Tim Posko TMC Di Provinsi Sumatera Selatan volume air hujan yang dihasilkan diperkirakan sebanyak 786,80 juta m3, di Provinsi Jambi sebanyak 369,22 juta m3, di Kalimantan Barat sebanyak 199 juta m3.
“Dengan berbagai upaya pengendalian karhutla di tahun ini, kita harapkan tingkat karhutla yang terjadi di Indonesia akan semakin menurun,” pungkasnya.
Perbandingan total jumlah hotspot tahun 2019 dan 2020 (tanggal 1 Januari – 1 Oktober), berdasarkan Satelit NOAA Conf. Level ≥80% terpantau 669 titik, pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 7.375titik (terdapat penurunan sebanyak 6.706 titik / 90,93%). Sedangkan berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level ≥80% pada 2020 terpantau 1.849 titik, pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 22.608 titik (terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 20.759titik / 91,82%).
_________