Ketua Umum GMNI : Jalur Diplomasi mencegah Perang Terbuka Amerika Serikat-Iran

Jakarta B-ONEINDONESIA Ketegangan terjadi  antara Amerika Serikat dan Iran sejak militer AS membunuh pemimpin Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani, lewat serangan udara di Bandara Baghdad Irak, Jumat (3/1).

Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi mengatakan saat ini semua pihak perlu merefleksikan relevansi konsepsi To Build The World A New yang pernah ditawarkan bung Karno di depan sidang umum PBB pada tahun 1960.

“Saat ini dunia sedang membutuhkan suatu ‘Tatanan Baru’. Kasus Iran membuktikan bahwa Tatanan Lama yang didominasi hegemoni Amerika Serikat sudah usang”, Jelasnya.

Sejarah mencatat negara fasis tidak ragu menyerang negara lain bahkan sampai menginvasinya dengan dalih premptive strike: menyerang lebih dulu untuk: melindungi diri atau bertahan.

“Hanya pemimpin fasis yang bersikap rasis dan diskriminarif atas bangsa, agama atau etnis tertentu untuk kepentingan elektoralnya. Seperti ketika NAZI dan Hitler berkuasa. Maka kemungkinan besar serangan tersebut lebih ditujukan untuk menarik simpati pemilih dalam Pemilu Amerika Serikat tahun ini” kata Imanuel.

DPP GMNI mengecam Pemerintah Amerika Serikat atas serangan tersebut oleh karena dalam dua dekade terakhir, makin terbukti hegemoni Amerika Serikat merupakan ancaman bagi perdamaian dunia.

“Sejarah mencatat pemimpin fasis berikut ajaran fasisme selalu menindas kemanusiaan dan telah memicu perang besar tujuh dekade lalu. Terlebih fasisme sangat bertentangan dengan nasionalisme Indonesia” sambungnya.

DPP GMNI juga meminta Pemerintah agar berperan aktif melalui jalur diplomasi untuk mencegah perang terbuka antara Amerika Serikat dan Iran. Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia Keempat. GMNI juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk turut bergotong royong membangun demokrasi pancasila sesuai dengan ajaran Bung Karno.

“Kita tidak lagi berkiblat apalagi sampai mengagung-agungkan demokrasi liberal ala Amerika Serikat yang terbukti disokong kapitalisme dan disusupi fasisme”, pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *