Teknologi Modifikasi Cuaca, Cara Efektif Penanganan Karhutla

Jakarta b-oneindonesia-Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) diarahkan menjadi salah satu solusi permanen pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Teknologi rekayasa cuaca yang dahulu dikenal sebagai teknologi hujan buatan ini bagian dari upaya pencegahan karhutla dengan cara pembasahan gambut.

“TMC dari segi biaya jauh lebih murah dari water boombing. Efektivitasnya juga jauh lebih tinggi, dengan TMC peluang terjadinya hujan merata di suatu wilayah terutama wilayah rawan karhutla, sehingga kita bisa menjamin tinggi muka air gambutnya, agar tetap basah dan tidak mudah terbakar,” ungkap Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen PPI KLHK), Rhuanda Agung Suhardiman, dalam media Briefing secara virtual, di Jakarta, Jumat (14/8).

TMC disebutkan Presiden menjadi salah satu bagian solusi permanen, yaitu bagian Analisis Iklim, disamping dua bagian lainnya, yaitu Pengendalian Operasional dan Pengelolaan Landscape.

Ruandha pun menguraikan jika manfaat TMC untuk membasahi lahan gambut juga akan mengurangi asap akibat kebakaran, juga dapat memadamkan api pada wilayah yang luas, serta dapat mengatasi kekeringan.

Pada pelaksanaannya TMC membutuhkan sinergitas beberapa instansi, seperti KLHK, BPPT, BMKG, BNPB dan TNI AU. Kedepan diungkap Rhuandha sinergitas antar instansi akan diperkuat menjadi sistem yang bekerja secara otomatis tanpa perlu adanya permintaan TMC. Berdasarkan data analisis iklim yang dioperasikan dengan bantuan kecerdasan buatan, TMC bisa segera dilakukan, sehingga Karhutla dapat diatasi sedini mungkin.

“Tentunya para pembakar lahan itu akan melakukan aksinya dengan melihat kondisi lapangan. Kalau masih ada hujan mereka akan membatalkan niatnya membakar lahan. Sekarang kita juga sedang melakukan upaya sosialisasi upaya pembukaan lahan tanpa bakar, serta kita sedang membentuk masyarakat peduli api (MPA) paralegal dengan ini kita berupaya memberi pengetahuan kepada masyarakat dengan muatan hukum dan regulasi sehingga mereka akan paham bahwa selama ini upaya pembakaran lahan yang mereka lakukan ini berbahaya dan melanggar hukum karena asapnya mengancam kesehatan masyarakat,” urai Rhuanda.

Sejalan dengan itu Yudi Anantasena, Deputi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT menyebut jika efektivitas TMC sudah dibuktikan ,salah satu contohnya di Provinsi Riau. Hasil upaya TMC sejak tanggal 13 – 31 Mei 2020 curah hujan di Provinsi Riau meningkatkan menadi 157 mm yang berarti lebih tinggi 22,4% dari prediksi curah hujan BMKG dan juga lebih tinggi 36% dari rata-rata curah hujan di Provinsi Riau periode 2009-2019.

Hal ini diungkapkannya juga terjadi di provinsi Sumatera Selatan dan Jambi yang juga mengalami peningkatan curah hujan sekitar 20%-30% akibat dilakukannya TMC pada tanggal 2-19 Juni 2020 di Jambi dan tanggal 2 – 18 Juni di Sumatera Selatan.

“Perlu adanya ekosistem TMC yang solid agar kemajuan teknologi ini dapat diakselerasi,” ucapnya.

Sementara itu Indra Gustari, dari Kedeputian Klimatologi BMKG menjelaskan jika sebagai institusi yang bertugas di bidang pemantauan Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika, keberadaan BMKG dalam mendukung TMC diarahkan pada penempatan personil dalam posko TMC, memberikan informasi prakiraan cuaca daerah penyemaian, memberikan informasi awan layak semai dan update rutin dan real-time informasi cuaca.

BMKG pun senantiasa melakukan inovasi dalam tugasnya agar dapat memberikan data yang semakin akurat. Diantaranya menggunakan teknologi radar cuaca untuk TMC. “Dengan radar cuaca akurasi prediksi cuaca menjadi lebih akurat karena resolusi data radar ini lebih tinggi,” ucapnya.

Disebutkan juga jika saat ini BMKG telah memiliki 41 unit radar cuaca yang terdiri dari jenis 37 C-Band dan 4 X-Band yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selanjutnya Yarwansyah, Direktur Mobilisasi Sumberdaya Darurat BNPB pun mengakui kejadian karhutla tahun 2020 jauh sekali menurun dibandingkan tahun 2019 salah satunya akibat TMC yang gencar dilakukan sejak awal tahun. Diungkapkan olehnya jika BNPB mendukung TMC melalui Dana Siap Pakai (DSP) yang bisa digunakan pada daerah-daerah yang telah mengumumkan status siaga darurat.

BNPB disebut Yarwansyah telah mendukung pendanaan TMC dengan DSP pada Periode 1 (11 Maret – 2 April 2020) dan pada Periode 3 (24 Juli – sekarang).

Pelaksanaan TMC sampai dengan saat ini sudah dilakukan di Riau, Sumatera Selatan, dan Jambi. Berikutnya menyusul dilakukan di Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara.

Sebagai informasi, berdasarkan pemantauan satelit Tera/Aqua Masa Conf. level >80%, tahun 2020 (1 Januari -13 Agustus 2020) jumlah hotspot menurun sebanyak 2.432 titik hotspot/turun 66,83% dibandingkan tahun 2019. Selanjutnya luas areal terbakar pada tahun 2020 hingga Bulan Juli 2020 pun mengalami penurunan 53,1% dibandingkan tahun 2019 lalu (64.602 ha tahun 2020 berbanding 137.007 ha di tahun 2019)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *