Jakarta,b-Oneindonesia- Ribuan karyawan LPP TVRI menolak pemberhentian Helmy Yahya sebagai Direktur Utama LPP TVRI. Ketua Komite Penyelamatan TVRI Agil Samal mengungkapkan pemecatan Helmy Yahya berdampak pada kesejahteraan karyawan.
“Tunjangan Kinerja (tunkin) yang telah ditandatangani Presiden RI pada tanggal 30 Desember 2019 lalu mendadak buyar, akibat pemberhentian Helmy Yahya oleh Dewas. Sangat jelas proses ini akan menghambat perjalanan pembayaran,” jelas Ketua Komite Penyelamatan TVRI Agil Samal, Sabtu (18/1).
1. Pengajuan revisi anggaran tidak bisa dilakukan oleh pelaksana tugas (Plt)
Dia menjelaskan dalam struktur DIPA RKA-KL TVRI, meskipun tunkin karyawan sudah ditandatangani oleh presiden, anggaran itu membutuhkan revisi atau pergeseran anggaran yang harus diajukan kepada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
“Dan prosesnya pengurusannya hanya bisa dilakukan oleh Pengguna Anggaran yaitu Direktur Utama Definitif. Pengajuan revisi anggaran tidak bisa dilakukan oleh pelaksana tugas (PLT) yang telah ditunjuk oleh Dewas,” paparnya.
2. Kabar mengejutkan tentang pemberhentian Helmy sangat mengecewakan ribuan karyawan LPP TVRI
Agil mengatakan keadaan ini sangat mengkhawatirkan ribuan karyawan LPP TVRI, sebab Tunkin ditunggu oleh karyawan sejak 2017. Rencananya, rapel tunkin akan dibayarkan pemerintah terhitung sejak Oktober 2018 hingga saat ini.
“Kabar mengejutkan ini sangat mengecewakan ribuan karyawan LPP TVRI. Dan kami menuntut Dewan Pengawas LPP TVRI untuk bertanggung jawab atas tertundanya pembayaran tunkin yang berdampak luas pada kemaslahatan karyawan. Saat ini, karyawan menilai nasib tunkin kembali pada posisi yang penuh pada ketidakpastian,”tegasnya.
3. Helmy Yahya dinonaktifkan sementara dari kursi Dirut TVRI sejak 4 Desember 2019
Helmy Yahya sudah dinonaktifkan sementara oleh Dewas TVRI dari posisi dirut sejak 4 Desember 2019. Helmy tidak menerima dan melakukan pembelaan diri hingga berujung pemecatan dirinya pada Jumat (17/1)
Helmy juga menyebut Dewas TVRI telah berusaha membungkamnya dengan meminta dia tidak berbicara ke media terkait kasus ini. Helmy menyatakan tidak menerima pemecatan ini karena dilakukan secara sepihak oleh Dewas TVRI.
“Setelah menerima surat keputusan nonaktif, kemudian tanggal 5 Desember (2019) saya melakukan pembelaan dengan mengatakan SK tidak sah, dan pembelaan yang saya lakukan ditolak,” ungkap Helmy, di Jakarta Selatan, Jumat.
4. Surat pembelaan setebal 27 halaman tidak berbuah manis
Menurut Helmy, dia membuat surat pembelaan diri setebal 27 halaman untuk menjawab surat penonaktifan dirinya oleh dewas yang hanya berjumlah dua lembar. Dia menyampaikan surat pembelaan ini kepada Dewas pada 18 Desember 2019.
“Semua catatan kata mereka saya jawab. Lampirannya 1.200 halaman,” ujar Helmy.
Namun, bukannya berbuah manis. Surat pembelaan itu malah dijawab surat bernomor 8/Dewas/TVRI/2020, yang menyatakan pemberhentian Helmy secara resmi.