Skandal Pajak Trilyunan Bank Panin Makin Membara

Jakarta, b-Oneindonesia – Bank Panin seperti sedang jatuh tertimpa tangga. Belum selesai dengan kasus suap sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Pajak di Pengadilan Tipikor dan dugaan rekayasa pajak tahun buku 2016 yang merugikan keuangan negara Rp 1,3 Triliun.

Kini Bank Panin menghadapi permasalahan hukum dengan pihak ketiga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus rekayasa pajak tahun pembukuan 2016 tak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merugikan pihak ketiga. Kasus pajak Bank Panin tampaknya makin membara.

“Kita ingin supaya klien kami tidak mengalami kerugian baik segi materiil dan non materiil. Itu yang kita sedang perjuangkan di sini,” kata Pengacara PT Berlian Laju Tanker (BLT) Tbk Nugraha Septianto Rivai di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/04/2022) saat dikonfirmasi para wartawan.

Ia menyatakan pihaknya mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Kita akan kooperatif dan memenuhi apa yang diminta oleh Majelis Hakim terkait persaratan penyelesaian masalah ini,” ujarnya.

Nugraha berharap kerugian BLT yang terjadi akibat kasus ini segera terselesaikan. “Prosesnya beberapa minggu ke depan kami akan kembali ke sini. Kami siap membawa bukti bukti yang dikehendaki Majelis Hakim,” ujarnya.

Di tempat yang sama Pengacara Bank Panin Pirton Roul Pakpahan memilih bungkam ketika dikonfirmasi oleh para wartawan terkait gugatan pihak ketiga terhadap Bank Panin.
Ketika ditanyakan apakah Bank Panin sedang menghadapi tuntutan dari pihak ketiga yang dirugikan akibat kasus suap yang dilakukan Bank Panin kepada para pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan rekayasa pajak tahun buku 2016, Pirtoun tidak menjawab sepatah katapun.

Ketika ditanyakan apa tanggapan Bank Panin terkait pemeriksaan ulang Direktorat Jenderal Pajak terhadap pembukuan 2016 yang menyebutkan kewajiban pajak Bank Panin mencapai Rp 1,3 Triliun, pengacara Bank Panin juga memilih diam seribu bahasa.

Pirtoun Roul Pakpahan terus mempercepat langkahnya menuruni tangga gedung pengadilan negeri Jakarta Pusat dengan wajah kusam. Ia terus menerus mengunci mulutnya tanpa memberikan komentar sepatah katapun dan terus menerus bungkam hingga ke depan lobby Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Seperti diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan pemeriksaan ulang kepada Bank Panin atas pembukuan 2016. Pemeriksaan ulang kasus dugaan suap rekayasa pajak menunjukkan pajak PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk pada 2016 mencapai Rp1,3 triliun. Bank Panin sebelumnya hanya membayar pajak Rp 303 Miliar dan berdasarkan pemeriksaan ulang DJP ditemukan kurang bayar pajak sebesar Rp 926.263.445.392.

Komisi XI DPR minta penuntasan kasus dugaan suap pajak Bank Panin

Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno meminta adanya penuntasan kasus dugaan suap pajak di Bank Panin agar perilaku buruk tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari.

“Penanganan suap pajak kepada para pejabat DJP oleh Bank Panin harus secara transparan dan masalah diselesaikan secara tuntas. Supaya ke depan hal tersebut tidak terulang,” kata Hendrawan dalam pernyataan di Jakarta, Senin.

Ia mengharapkan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) menindak semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus penyuapan ini, baik mantan pejabat DJP Kemenkeu maupun dari pihak Bank Panin dan dua perusahaan lainnya.

Menurut dia, kasus ini bisa mengganggu kepercayaan masyarakat dan melahirkan preseden buruk terhadap sektor perbankan mengingat industri ini tumbuh berkat dukungan nama baik dan kredibilitas lembaga keuangan.

“Penyuapan yang dilakukan oleh komisaris Bank Panin kepada pejabat pajak ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perbankan,” kata anggota DPR Komisi Keuangan dan Perbankan ini.

Ia juga menyatakan munculnya kesaksian di persidangan tipikor yang menyebutkan kemungkinan adanya keterlibatan pemilik bank perlu ditindaklanjuti, apalagi Bank Panin merupakan bank yang konservatif dalam menjaga reputasi.

“Kalau bank yang konservatif saja salah satu komisarisnya terlibat dalam pat gulipat penyuapan, maka masalah ini sangat serius. Penanganannya harus secara tuntas,” katanya.

Selain itu, menurut dia, kasus ini juga berpotensi menyebabkan kerugian negara karena adanya penerimaan pajak yang tidak dibayarkan kepada negara.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *