Jakarta-b-oneindonesia–Indonesia masuk ke dalam kategori negara yang terpaksa harus menangguhkan pembayaran biaya kontribusi pada organisasi internasional akibat krisis pandemi COVID-19.
“Tidak semua, pada bulan Maret sudah membayarkan separuhnya, tetapi setelah COVID-19 ada Perpres 54 Tahun 2020 terkait relokasi anggaran yang berdampak pada pembayaran kontribusi, maka Indonesia harus menangguhkan pembayaran tersebut,” ujar Koordinator Kelompok Kerja Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional, Anita Luhulima.
Berbicara dalam webinar “Diplomasi Multilateral Indonesia Pascawabah” , Kamis (11/06/2020), Anita menyebut bahwa pihaknya akan mengantisipasi dua kemungkinan yang bisa terjadi di masa mendatang.
“Apakah penangguhan akan diteruskan sehingga tidak ada anggaran untuk itu… atau ada anggaran untuk membayar kontribusi di tahun depan tetapi tidak ada anggaran bagi kementerian atau lembaga untuk mengoptimalkan peran, misalnya terkait kehadiran di forum,” kata dia menjelaskan.
Saat ini Indonesia bergabung dengan 200 organisasi internasional antarpemerintah yang dikelola oleh 50 kementerian/lembaga dibantu oleh 17 satuan kerja Kementerian Luar Negeri dan 41 perwakilan RI.
Presiden Joko Widodo memberi arahan bahwa keanggotaan Indonesia di dalam organisasi internasional harus memberikan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan, termasuk manfaat ideologi, ekonomi, sosial, juga manfaat bantuan teknis.
Nilai biaya kontribusi Indonesia akumulatif untuk 200 organisasi tersebut selalu naik setiap tahun, “dari sekitar Rp205 miliar pada tahun 2009, sekarang sudah hampir mencapai Rp1 triliun.”
Sebagai anggota suatu organisasi internasional, kewajiban membayar biaya kontribusi terkait dengan hak berbicara. Jika tidak membayar dalam waktu tertentu secara berturut-turut, anggota akan kehilangan hak menyampaikan pendapat dalam forum dan hak suara dalam pengambilan keputusan.
Bagi organisasi internasional, biaya kontribusi tersebut digunakan sebagai sumber pendanaan operasional serta untuk melaksanakan program kerja yang telah disepakati.
“Organisasi internasional mungkin perlu berupaya agar tidak terlalu mengandalkan anggaran dari biaya kontribusi negara-negara anggota saja, namun juga melihat sumber pendanaan inovatif, misal dengan skema blended finance (sumber dana dari sektor gabungan pemerintah, swasta, juga filantropi),” kata Anita.