Jakarta-b-oneindonesia–Presiden Joko Widodo meminta agar defisit transaksi berjalan Indonesia dapat diselesaikan dalam waktu empat tahun.
“Apa yang 10 tahun terakhir belum bisa diturunkan yaitu Current Account Deficit (CAD) tapi saya meyakini dengan transformasi ekonomi yang maksimal kita bisa selesaikan defisit transaksi berjalan dalam waktu empat tahun,” kata Presiden Jokowi di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2019 mencapai 8,4 miliar dolar AS atau 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Realisasi tersebut membesar 21 persen jika dibandingkan kuartal I 2019 yang sebesar 6,97 miliar dolar AS.
Neraca transaksi berjalan Indonesia pada 2018 mengalami defisit 31,1 miliar dolar AS atau sekitar 2,98 persen dari PDB yang mencapai 1,04 triliun dolar AS. Defisit tersebut merupakan yang terdalam sejak 2015, namun secara nominal merupakan yang terbesar dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kita tergantung bertahun-tahun ke komoditas, baik secara kuantitas maupun harganya. Harga komoditas selalu turun dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, kita juga impor besar untuk minyak dan gas, ditambah barang baku dan modal juga,” ungkap Presiden Jokowi.
Defisit neraca perdagangan migas pada kuartal II 2019 berdasarkan data Bank Indonesia juga diketahui meningkat 14,3 persen menjadi 3,2 miliar dolar AS dari 2,8 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun lalu.
“Tidak masalah impor kalau dipakai untuk mengolah barang-barang ekspor, tapi banyak juga barang modal ini termasuk untuk konsumsi domestik kita. Ini juga sebenarnya tidak ada masalah asal (impor) itu menjadi hal produktif di ekonomi kita, sehingga dari yang saya sampaikan tadi mempengaruhi defisit transaksi berjalan kita dan mempengaruhi volatilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 akan berada di kisaran 5,04-5,05 persen.
“Tahun depan dengan kondisi ekonomi global yang menurut Bank Dunia da IMF juga kemungkinan bisa turun lagi karena kondisi yang ada belum jelas. Saya dipesankan agar kebijakan fiskal prudent saja, saya setuju fiskal harus prudent karena APBN hanya mempengaruhi kurang lebih 14 persen, artinya 86 persen baik perputaran uang dan ekonomi itu berada di sektor swasta, termasuk BUMN,” ujar Presiden Jokowi.
Artinya, menurut Presiden, APBN hanya menjadi pemicu roda ekonomi. Selain itu Presiden Jokowi juga berjanji untuk menjaga rasio defisit Indonesia terhadap PDB.
“Rasio defisit kita terhadap PDB sangat hati-hati dibanding negara lain. Tahun ini di APBN kita dipasang angka 1,9 persen, tetapi mungkin nanti jatuhnya di angka 2 persen lebih sedikit. Tahun depan kita pasang angka 1,7 persen tapi mungkin juga akan bergerak tapi semua masih prudent di bawah angka 3 atau 2,5 persen. Kemudian inflasi 5 tahun ini bisa menjaga di posisi kurang lebih 3,5 persen yang sebelumnya 8 atau 9 persen. Kita harus jaga bersama terutama di Bank Indonesia menjaga inflasi,” jelas Presiden Jokowi.
Sedangkan tingkat kemiskinan menurut Presiden turun menjadi 9,5-9,6 persen dari 11,2 persen pada 2014.
“Tantangan ini yang kita kurangi terus, Gini Ratio kita turunkan meski tidak drastis tapi dari angka 0,408 jadi angka 0,38 terus berkurang,” ungkap Presiden Jokowi.
Dua hal yang akan dilakukan pemerintah dalam mengatasi kondisi tersebut adalah peningkatan barang ekspor dan produk substitusi impor.
“Kita punya agenda besar meningkatkan ekspor dan produk substitusi impor. Dua hal ini agenda terkait ekspor dan impor,” tegas Presiden Jokowi.