Jakarta, b-oneindonesia- Memasuki masa bonus demografi, penduduk usia produktif Indonesia 15 hingga 64 tahun ke atas, lebih besar dibandingkan dengan jumlah usia tidak produktif, yakni 15 tahun ke bawah dan 64 tahun ke atas.
Namun demikian, kondisi ini akan menjadi bencana bagi sebuah negara apabila generasi usia produktif atau milenial tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup baik untuk bersaing di era globalisasi.
Karena itu, bonus demografi akan mendatangkan keuntungan dari sisi ekonomi, termasuk mendorong kemajuan peradaban, bila generasi muda sudah dipersiapkan sejak awal.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Mardani H. Maming, ketika menjadi pembicara dalam Milenial Fest 2019 di Balai Sarbini, Sabtu (14/12).“Populasi generasi milenial mencapai 50,36 persen dari jumlah penduduk usia produktif. Generasi milenial akan memegang kendali atas pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar CO Holding Company PT Batulicin 69 dan PT Maming 69 itu.
Oleh sebab itu, lanjut pemilik 55 anak usaha yang bergerak di berbagai bidang usaha tersebut, agar Indonesia bisa merasakan manfaat bonus demografi, HIPMI tengah mempersiapkan generasi milenial yang berkompetensi dan andal dalam berbagai bidang usaha melalui berbagai macam program pendidikan dan pelatihan.
Program itu antara lain, HIPMI Perguruan Tinggi, HIPMI Goes to School, HIPMI Goes to Pesantren, serta pelatihan kewirausahaan lainnya di kalangan generasi muda.
Bahkan selain mendapatkan pelatihan secara teori, kader HIPMI Perguruan Tinggi yang didominasi generasi milenial, juga berksempatan untuk menjalin kerjasama bisnis dengan mitra usaha besar yang telah berhasil menguasai pasar dalam negeri.
Contohnya dengan perusahaan Kopi Kapal Api. Hal- hal yang berhubungan dengan bagaimana memulai bisnis kopi, menguasai target pasar, pendistribusian produk, penguatan brand dan lain sebagainya, diajarkan langsung mitra bisnis yang telah berkompeten dengan negara lain
Diakui Mardani, masa bonus demografi tidak hanya akan dialami Indonesia, namun juga di negara lainnya. Dalam kondisi tersebut, persaingan bisnis akan semakin kompetitif.
Bahkan Kementerian Ketenagakerjaan pernah menyatakan, Indonesia membutuhkan lebih banyak pengusaha yang berorientasi kepada kreativitas dan inovasi dalam menghadapi bonus demografi 2030-2040.
“Oleh sebab itu menghadapi ledakan penduduk usia produktif ini, kita butuh SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Memiliki gagasan yang inovatif dalam menciptakan sebuah usaha yang bermanfaat bagi masyarakat, serta mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja,” ujar Mardani.
Mardani mengambil contoh antara Indonesia dan Vietnam. Menurut Mardani, negara tetangga tersebut masih memiliki SDM yang lebih unggul dengan jumlah penduduknya sekitar 96 juta jiwa. Sementara Indonesia 250 juta jiwa.
Karena kondisi ketimpangan demikian, Mardani berharap SDM di Indonesia dapat lebih berkompetensi dan andal dalam berbagai bidang.
Mardani memberikan contoh sederhana, misalnya dalam olahraga sepakbola dalam Sea Games, baru-baru ini. Tim Garuda Muda kalah 3-0 dalam pertandingan final melawan Vietnam.
“Mereka mungkin unggul karena strategi permainan sepakbolanya lebih baik, atau karena SDM nya lebih tangguh,” tutur Mardani.
Padahal jumlah penduduk Indonesia, lanjut Mardani, 260 juta jiwa. Sedang Vietnam, jauh. Ini karena apa? Karena kita tidak disiapkan untuk menghadapi arus kompetisi.
Karena kondisi demikian, Mardani mengajak seluruh generasi milenial untuk mengejar ketertinggalan dari negara tetangga dalam bidang apapun.“HIPMI bersama pemerintah saling bersinergi untuk mempersiapkan para milenial agar menjadi SDM yang unggul dan kompetitif,” ujarnya.