Jakarta, b-oneindonesia- Ketua MPR Bambang Soesatyo menjadi Keynote Speaker acara diskusi publik bertajuk, Golkar Mencari Nahkoda Baru, di Jakarta, Selasa (12/11/19). Pada kesempatan itu dia menyampaikan, negara demokrasi, termasuk Indonesia miniatur pengelolaan lalu lintas kehidupan politiknya bisa dilihat dari tata kelola partai politik (parpol).
Dia mengatakan, jika partai politik (parpol) dikelola sangat baik, maka pengelolaan kehidupan politik di negara tersebut juga baik. Dalam membenahi dan memajukan Indonesia, kata dia harus harus diawali dari pembenahan parpol.
“Menjaga dan merawat demokrasi adalah menjaga dan merawat parpol. Demokrasi telah dipilih menjadi cara hidup (way of life) kita dalam berbangsa dan bernegara dan parpol adalah batang tubuhnya. Negara demokrasi kuat jika parpol kuat. Negara demokrasi rapuh jika parpol keropos,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (12/11/19).
Politikus Partai Golkar yang biasa disapa Bamsoet itu mengungkapkan, semua instrumen yang bekerja pada negara terlebih dahului melalui assessment parpol. Buruknya pengelolaan parpol dinilai sangat memengaruhi masa depan bangsa.
“Harus disadari, sesungguhnya parpol lahir untuk mengemban tugas-tugas besar, kerja-kerja luhur dan penuh kemuliaan karena itu, seluruh visi dan misi parpol tidak pernah membicarakan tentang hal kecil, remeh temeh atau pribadi orang. Parpol membicarakan hal besar, membicarakan bangsa, umat, negara,” ucapnya.
Pada kesempatan itu dia juga mengungkapkan memiliki sejumlah catatan tekait agenda Musyawarah Nasional (Munas) Golkar Desember 2019. Salah satu agenda munas tersebut, yaitu pemilihan ketua umum.
Golkar sebagai parpol tertua di Indonesia, kata dia harus melakukan konsolidasi membangun kembali kekuatan dengan merangkul semua golongan dan komunitas. Apalagi, perolehan suara Golkar di Pemilu 2019 tidak menggembirakan, kehilangan 1,2 juta suara dan 6 kursi DPR.
“Di masa lalu, Sekber Golkar berhasil mengakumulasi kekuatan yang bersumber dari ratusan organisasi, yang kemudian dikelompokan dalam tujuh Kelompok Induk Organisasi (KINO), antara lain Kosgoro, Soksi dan MKGR, serta sejumlah organisasi kepemudaan dan keagamaan,” ucapnya.
Menurutnya, catatan singkat tentang peran strategis Partai Golkar di masa lalu perlu dikedepankan lagi agar semua unsur di dalam keluarga besar Partai Golkar paham betapa bangsa dan negara sangat membutuhkan Partai Golkar. Sebagai partai yang terbukti menjadi penjaga dan pengamal Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, Partai Golkar di masa lalu dinilai juga mampu menjalankan perannya sebagai perekat keberagaman bangsa, sehingga turut menjadi kekuatan politik yang tak terpisahkan dari eksistensi Indonesia.
“Karena panggilan sejarah pula, takdir itu harus diaktualisasikan lagi karena kehendak zaman. Termasuk menyatukan kembali berbagai kekuatan yang lama terserak menjadi satu kekuatan penuh, para purnawirawan dan keluarga TNI, Polri serta Satkar Ulama, MDI dan Al Hidaiyah yang selama ini jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Selain itu, dia mengingatkan, sudah saatnya Partai Golkar melakukan re-branding untuk menyesuaikan diri terhadap tantangan zaman agar dapat terus menerus melakukan akselelasi dan modernisasi agar Partai Golkar melepaskan diri dari stigma Partai Jadul, menjadi partai masa depan yang memberikan kebanggaan serta harapan bagi generasi milenial.
“Golkar harus mau melakukan perubahan dari dalam agar mampu berbaur dengan generasi milenial yang demokratis dan antiketergantungan. Pola lama dalam upaya merangkul konstituen atau simpatisan partai harus diubah, disesuaikan dengan perilaku dan budaya milenial,” ujarnya.