Jakarta, b-Oneindonesia – Direktur Eksekutif POLHUMED Muliansyah Abdurrahman menegaskan kepada penyelenggara yakni KPU RI dan BAWASLU RI segera mempertimbangkan suara dari DPD RI, PB NU dan KOMNAS HAM terkait Pilkada bulan desember 2020, minggu (20/9/2020).
Sejumlah institusi menyatakan sikap agar Pilkada desember 2020 segera di tunda, setelah Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi secara terang – terangan mempertegas agar Pilkada harus menyelamatkan masyarakat, bukan malah melahirkan klaster-klaster baru positif covid 19.
Sikap Komnas HAM dan PBNU juga sama, merilis sejumlah fakta terkait dengan kondisi bangsa Indonesia hari ini yang belum stabil dan membaik, sehingga secara tegas meminta agar Pilkada desember 2020 segera di tunda.
Hal tersebut, menurut Muliansyah bahwa Pilkada 2020 perlu di pertimbangkan lagi. “KPU RI dan BAWASLU RI harus melihat sejumlah hal yang mendasar dengan alasan meminta agar Pilkada diundur, ujar Muliansyah dari POLHUMED.
Muliansyah mempertegas kepada para penyelenggara agar bisa mempertimbangkan Pilkada 2020 di bulan desember ini.
“saya kira tidak salah, bila Pilkada di undur kembali waktunya, karena ini demi keselamatan masyarakat banyak, jangan karena sekedar kepentingan kekuasaan satu atau dua orang, kita malah mengorbankan banyak orang, ini masalah covid yang semakin bertambah, lebih baik menunggu sampai uji coba vaksin, agar kita lebih nyaman untuk kampanye politik” ujarnya.
POLHUMED menolak pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, hingga saat ini persebaran coronavirus masih terlampau tinggi.
Muliansyah mengatakan, jika KPU, DPR dan pemerintah masih memaksakan pelaksanaan pilkada pada 9 Desember 2020, maka akan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat.
“Kita semua tahu bahwa kondisi pandemi ini semakin mengkhawatirkan. Hari terakhir ini peningkatan korban terinfeksi semakin tinggi secara nasional,” jelasnya.
Selain itu, dari segi protokol kesehatan juga belum terlihat ada kesiapan. Muliansyah menegaskan, hingga kini Indonesia belum memiliki kerangka hukum melaksanakan pilkada pada masa bencana di level Undang-Undang (UU).
Menurutnya, aturan yang ada yakni Perppu Nomor 2 Tahun 2020 dan Pertauran KPU Nomor 5 Tahun 2020 tidak cukup karena tidak diterangkan mekanisme dan penyelenggaran pilkada di tengah situasi bencana.
“Kalau baca Perppu Nomor 2 Tahun 2020 itu hanya bicara soal situasi yang memungkinkan untuk menunda pilkada, kemudian memberikan kewenangan bagi KPU untuk menunda tahapan pilkada secara nasional, kemudian pergeseran waktu penyelenggaraan pilkada jika bencana belum berakhir,” terangnya.
Terkait Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020, Muliansyah mengakatan aturan tersebut baru saja diresmikan, dan belum ada pembahasan secara komprehensif. Sementara tahapan Pilkada 2020 sudah berjalan.
Bagi Muliansyah aturan ini sangat prematur. Ia khawatir sosialisasi kepada penyelenggara diseluruh daerah tidak optimal, sehingga penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 akan sia-sia.
“Dalam konteks penyelenggara, kemudian apakah cukup waktu bagi KPU dan Bawaslu untuk mengecek kembali penyelenggara ad hoc tingkat kecamatan kelurahan yang sudah mereka bentuk misalnya? Masihkah bersedia menjadi penyelenggara ad hoc di tengah penyelenggaraan pilkada pada masa pandemi? Sementara tahapan sudah mau dimulai,” ujarnya.